youngster.id - Seiring dengan populernya penggunaan layanan fintech di Indonesia, modus kejahatan seperti penyalahgunaan akun fintech juga semakin beragam dan kompleks, terutama melalui praktik social engineering dengan memanipulasi pengguna untuk mengungkapkan data pribadi.
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat adanya 124 kasus dugaan pelanggaran perlindungan data pribadi sepanjang periode 2019 hingga 14 Mei 2024, menunjukkan pentingnya memperkuat keamanan data di industri fintech, baik dari sisi pelaku industri maupun konsumen.
Permasalahan ini semakin diperparah oleh rendahnya indeks literasi keuangan masyarakat pada sektor fintech yang hanya mencapai 10,9% pada 2022. Selain itu, survei yang dilakukan oleh Kominfo bersama Katadata Insight Center (KIC) pada 2022 mencatat bahwa 53,6% masyarakat Indonesia memiliki tingkat kesadaran yang rendah mengenai perlindungan data pribadi.
Angka ini mencerminkan bahwa sebagian besar masyarakat belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai cara melindungi data pribadi mereka dalam konteks digital. Akibatnya, banyak konsumen yang dengan mudah memberikan data pribadi mereka tanpa menyadari potensi risiko yang ada, termasuk kejahatan untuk membuka akun fintech secara ilegal atau melakukan penipuan lainnya.
Lantas, apa saja modus terbaru penyalahgunaan akun fintech yang kerap menghantui konsumen? Pertama, Phising berkedok penyedia layanan fintech. Pelaku yang berpura-pura sebagai customer service penyedia layanan fintech kerap mengirimkan e-mail, tautan, pesan teks, atau melakukan panggilan telepon dengan berbagai alasan, seperti terdapat masalah pada akun korban lantas menawarkan bantuan.
Modus ini dipakai untuk mengelabui korban untuk memberikan informasi pribadi seperti user ID, password, one-time password (OTP) dan lainnya. Oleh karena itu, konsumen perlu lebih mawas diri jika dihubungi oleh oknum yang meminta informasi pribadi dan sebaiknya dapat mengonfirmasi secara langsung ke customer service resmi penyedia layanan fintech.
Kedua, Social engineering dari iming-iming undian hingga tawaran kerja. Taktik penipuan yang memanipulasi korban melalui interaksi sosial ini nampaknya makin digemari oleh para pelaku penipuan dan kini modusnya semakin beragam. Biasanya, dengan modus iming-iming hadiah undian dan tawaran kerja, pelaku meminta berbagai data pribadi seperti NIK, KTP, dan foto selfie dan kerap disalahgunakan seperti untuk mengaktifkan akun di layanan fintech. Langkah pencegahan seperti edukasi diri, verifikasi sumber, hingga melindungi data pribadi merupakan langkah awal agar terhindar dari potensi penipuan social engineering.
Ketiga, Waspada aplikasi palsu. Tidak habis ide, aplikasi palsu juga kini mulai menjadi modus penipuan karena menyerupai aplikasi resmi dari penyedia layanan fintech. Hal ini berbahaya karena ketika korban mengunduh dari sumber yang tidak jelas dan memasukkan informasi mereka ke dalam aplikasi ini, data tersebut akan dicuri oleh pelaku. Oleh karena itu, konsumen perlu melakukan double check ketika ingin mengunduh aplikasi fintech, seperti unduh dari sumber resmi seperti Google Play Store maupun App Store serta dapat mengunjungi website OJK untuk melihat apakah perusahaan tersebut sudah terdaftar atau berizin.
Indina Andamari, SVP Marketing & Communications Kredivo, menegaskan bahwa untuk menciptakan ekosistem fintech yang kondusif memerlukan sinergi yang tidak hanya melibatkan pelaku industri, tetapi juga masyarakat sebagai pengguna layanan fintech.
“Kami prihatin dengan meningkatnya kasus penyalahgunaan akun fintech akhir-akhir ini. Sebagai penyedia kredit digital, Kredivo berkomitmen untuk tidak hanya terus memperkuat keamanan sistem, namun juga aktif melakukan berbagai kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya melindungi data pribadi. Kami percaya bahwa menjaga keamanan data pribadi adalah tanggung jawab bersama dan hal ini merupakan kunci untuk mencegah penyalahgunaan akun fintech,” kata Indina, dikutip Kamis (25/7/2024).
Menurut Indina, pihaknya konsisten meluncurkan berbagai kampanye edukasi untuk mendorong peningkatan literasi keuangan digital masyarakat melalui kemasan menarik dan relevan. Sebelumnya, Kredivo telah meluncurkan kampanye #AutoMikir, yang merupakan kampanye keamanan data pribadi sebagai upaya untuk mengurangi potensi penipuan dalam industri fintech.
Baru-baru ini Kredivo juga telah meluncurkan kampanye #AndaiAndaPandai, kampanye edukasi yang menyoroti pentingnya penggunaan layanan Paylater secara bijak dan tanggung jawab serta membahas risiko nyata yang akan dihadapi apabila penggunaan Paylater secara tidak bijak.
Melalui kedua kampanye ini, Kredivo berfokus pada upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai perlindungan data pribadi dan menghindari penipuan di dunia fintech. Komitmen Kredivo untuk terus memperkuat kampanye edukasi ini sejalan dengan prinsip responsible lending dan implementasi langkah-langkah keamanan komprehensif yang dimiliki oleh Kredivo.
“Melalui berbagai upaya ini, kami berusaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai betapa pentingnya menjaga data pribadi mereka. Kredivo berkomitmen untuk terus mengembangkan platform layanan digital yang tidak hanya melayani kebutuhan masyarakat, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan lingkungan keuangan digital yang lebih aman dan tepercaya bagi semua pengguna,” tutup Indina.
STEVY WIDIA