Pertumbuhan Industri Fintech Indonesia Posisi Kedua di Negara G-20

keuangan digital

Layanan keuangan digital (Foto: ilustrasi/istimewa)

youngster.id - Pertumbuhan industri financial technology (fintech) Indonesia setiap tahun mencapai 39%, khususnya di masa pandemi covid-19. Angka ini merupakan yang tertinggi kedua di antara negara-negara G20.

“Pertumbuhan ini mengisyaratkan potensi dan eksistensi fintech yang akan makin penting dalam ekonomi Indonesia,” ucap Jerry Sambuaga Wakil Menteri Perdagangan dalam acara BCG and AC Ventures Report Launch yang dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (25/4/2023).

Menurut Jerry, fintech adalah salah satu sektor dari industri digital secara keseluruhan. Karena itu, dia berharap industri keuangan digital ini akan semakin besar peranannya dalam sektor-sektor yang produktif sehingga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi.

Posisi fintech dalam sektor produktif, menurut Jerry, bisa dikembangkan mulai dari sektor mikro, kecil, dan menengah. Syaratnya, semua pihak berkomitmen untuk membangun ekosistem yang aman dan saling menguntungkan.

Dalam dunia perdagangan sendiri, fintech merupakan salah satu jalan keluar dari kebutuhan akan proses pembiayaan. Banyak pedagang kecil yang belum terjangkau oleh bank-bank konvensional.

Karena itu, Jerry berharap fintech semakin familiar dan ramah bagi pelaku perdagangan di Indonesia, khususnya pedagang kecil. Hal ini karena perdagangan rakyat menjadi kegiatan penunjang utama ekonomi masyarakat sehingga harus didukung dengan kondisi yang menguntungkan bagi pelakunya.

“Fintech juga bisa mendukung kegiatan para pedagang, khususnya di pasar rakyat dan pasar tradisional. Tentu dengan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pedagang itu sendiri,” paparnya.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) sendiri telah melakukan upaya-upaya dalam mendigitalisasi perdagangan, khususnya dalam pemanfaatan QRIS sebagai metode pembayaran. Menurut Jerry, fintech bisa terintegrasi dalam keseluruhan digitalisasi perdagangan jika syarat dan ketentuannya sesuai dengan kondisi pelaku perdagangan rakyat.

“Intinya, perdagangan di pasar rakyat dan pasar tradisional kan pedagang kecil. Jadi jika fintech ingin bersama-sama membangun ekosistem di sana, kondisi, ketentuan, dan syaratnya juga harus mudah dan ramah bagi pedagang kecil,” jelas dia.

Diakui Jerry pelaku ekonomi kecil, pedagang di pasar rakyat dan pasar tradisional selama ini dikenal cukup berkomitmen dalam hal kepatuhan ketika berhubungan dengan institusi keuangan.

Hal ini dibuktikan dengan hubungan mereka dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun dengan lembaga pembiayaan non konvensional. Hubungan dengan fintech tersebut akan menguntungkan semua pihak karena kegiatan ekonomi masyarakat akan lebih berjalan.

“Salah satu kebutuhan yang penting adalah hubungan pedagang dan UMKM dengan sektor pembiayaan dan lembaga keuangan. Kami berharap ke depan, ekosistem itu bisa terbentuk dan menjadi jalan keluar bagi peningkatan kesejahteraan pelaku ekonomi masyarakat,” tutup Jerry.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version