youngster.id - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Direktorat Surat Utang Negara (SUN) Kementerian Keuangan mendukung Impact Investment Exchange (IIX) dan Ford Foundation dalam membangun ekosistem Obligasi Orange (Orange Bonds) di Indonesia melalui sesi roundtable yang mendukung misi Orange Movement dalam menciptakan sistem keuangan yang memberdayakan gender.
Orange Movement, yang dipimpin oleh Komite Pengarah Global yang terdiri dari ANZ, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT), IIX, Nuveen, Badan Keuangan Pembangunan Internasional (DFC) AS, dan Water.org, menandai sebuah langkah signifikan untuk memajukan tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia yang meliputi kesetaraan gender, transisi iklim, dan kemakmuran ekonomi melalui pengenalan Orange Bonds, dengan tujuan menggerakkan Orange capital sebesar US$1 miliar di Indonesia pada tahun 2025.
Orange Movement menempatkan kesetaraan gender dan aksi iklim di garis depan keuangan berkelanjutan. Melalui Orange Bonds sebagai kelas aset lintas sektoral, Orange Movement bertujuan untuk memobilisasi US$10 miliar untuk memberdayakan 100 juta perempuan, anak perempuan, dan minoritas gender secara global pada tahun 2030. Berbeda dengan obligasi keberlanjutan tradisional yang berfokus terutama pada inisiatif ramah lingkungan, Orange Bonds secara unik mengatasi titik temu antara hasil dampak sosial dan lingkungan, meningkatkan transparansi dalam ekosistem.
Studi Kelayakan mengenai pengenalan Orange Bonds di Indonesia, yang didukung oleh Ford Foundation, menegaskan kembali kepemimpinan Indonesia dalam keuangan berkelanjutan dan menyoroti peluang dan rekomendasi untuk memperkenalkan Orange Bonds dalam mendukung pembangunan bangsa yang inklusif dan SDG. Studi ini mengangkat tantangan identifikasi dan transparansi proyek dalam obligasi tematik yang ada saat ini, seperti Green Bonds dan Green Sukuk.
Selain itu, dukungan pembiayaan obligasi tematik ini untuk ekosistem Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih terbatas; oleh karena itu, peluncuran Orange Bonds ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan dan mendukung masyarakat dan UMKM yang berfokus pada perempuan. Ekosistem UMKM, yang menyumbang 61% terhadap PDB dan mencakup 97% penciptaan lapangan kerja, sangat penting bagi pembangunan inklusif di Indonesia, mendorong penghidupan bagi perempuan dan masyarakat melalui solusi berdampak tinggi.
“IIX sangat senang dapat bermitra dengan Ford Foundation dan badan-badan pemerintahan Indonesia untuk berupaya membangun Orange Movement di negara ini. Bersama-sama, kami berharap dapat menciptakan ekosistem yang setara gender dan berketahanan iklim untuk membantu Indonesia mencapai agenda SDG dengan memanfaatkan potensi Orange Bonds, memperjuangkan keuangan berkelanjutan, dan mendukung perempuan di garis terdepan,” kata Prof. Durreen Shahnaz, CEO dan Pendiri IIX, Senin (15/7/2024).
Pemerintah Indonesia telah secara konsisten menunjukkan komitmen yang kuat untuk memajukan SDGs PBB, menjadikan Indonesia sebagai pionir global dalam keuangan berkelanjutan dengan menetapkan berbagai kerangka kerja untuk Green Bonds, Green Sukuk, dan SDG bond.
Kolaborasi signifikan ini memperkuat komitmen Bappenas dan Kementerian Keuangan terhadap solusi pembiayaan inovatif yang mendorong dampak sosial dan lingkungan. Dengan memobilisasi pembiayaan untuk memberdayakan perempuan dan UMKM yang berfokus pada perempuan, Orange Bonds akan melengkapi dan memperbesar dampak obligasi tematik secara signifikan, serta mempercepat transisi energi yang berkeadilan di Indonesia.
Dr. Vivi Yulaswati, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/ Bappenas selaku Ketua Tim Pelaksana Nasional, menyatakan, Indonesia telah menetapkan tujuan ambisius untuk menjadi negara maju pada tahun 2045, bertepatan dengan seratus tahun kemerdekaannya. Untuk mencapai hal ini, negara telah mengadopsi pembiayaan inovatif untuk pembangunan berkelanjutan, yang dicontohkan dengan peluncuran SDG Bond, menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di Asia yang melakukannya pada tahun 2021.
Menurutnya, kesenjangan pembiayaan SDGs mencapai Rp24 ribu triliun pada tahun 2030 pasca-pandemi, sehingga diperlukan berbagai instrumen pendanaan inovatif, karena upaya pemerintah saja tidak mencukupi.
Dalam konteks ini, lanjut Vivi, peran sektor swasta dan instrumen keuangan inovatif menjadi sangat penting untuk mengisi kekurangan pembiayaan yang ada. Salah satu instrumen yang diusulkan adalah Orange Bond, yang bertujuan untuk mengatasi kesenjangan gender dan dampak perubahan iklim dengan mengintegrasikan prinsip keuangan berkelanjutan ke dalam pasar modal, sejalan dengan agenda SDGs Indonesia, terutama Goal 5 yang berfokus pada kesetaraan gender.
“Orange Bond tidak hanya menawarkan solusi pembiayaan yang inovatif, tetapi juga mempromosikan inklusi sosial dan ekonomi dengan memberikan akses keuangan yang lebih besar bagi perempuan dan kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Hal ini penting mengingat kesenjangan gender di pasar keuangan Indonesia menghambat akses perempuan terhadap keuangan dan peluang ekonomi. Dengan meningkatnya dampak perubahan iklim, perempuan seringkali menjadi yang paling terdampak, baik dari segi ekonomi maupun sosial,” ujar Vivi. (*AMBS)