youngster.id - Memperhatikan model bisnisnya yang lebih ramping, Maybank Investment Bank menilai perusahaan e-commerce Indonesia, Bukalap, sebagai kandidat potensial untuk TEMU, sebuah pasar online yang dioperasikan oleh perusahaan e-commerce Tiongkok PDD Holdings.
Seperti diketahui, TEMU mendapat penolakan izin operasi dari regulator (Pemerintah Indonesia). Pasalnya, model bisnis TEMU yaitu model manufaktur langsung ke pelanggan, terutama dari Tiongkok. Model bisnis manufaktur langsung ke konsumen ini mencakup model konsinyasi penuh di mana platform (TEMU) menangani pemilihan produk, penetapan harga, penjualan dan pemasaran, logistik, dan layanan purna jual. Pemerintah Indonesia menilai hal ini akan menyebabkan kurangnya keadilan dalam persaingan usaha kecil dan menengah (UKM) lokal.
“Situasi ini mirip dengan ekspansi TikTok di Indonesia pada tahun 2023, karena pemerintah tidak mengizinkan integrasi media sosial dan e-commerce. Solusi TikTok adalah mengakuisisi Tokopedia. Pelaku pasar berspekulasi skenario serupa jika regulator terus menolak permohonan izin TEMU,” kata pihak Maybank, seperti dilansir TN Global, Jum’at (11/10/2024).
Berdasarkan analisis Maybank, ada dua platform e-commerce yang terdaftar di Indonesia, yakni Bukalapak dan Global Digital Niaga (GDN).
Bukalapak menyasar kota-kota kelas menengah ke bawah dan non-tier, sedangkan Global Digital Niaga menyasar kota-kota kelas menengah atas dan tier satu. Dalam hal bahan makanan, Bukalapak memiliki toko bahan makanan online Allo Fresh, sedangkan GDN memiliki jaringan supermarket premium Ranch Market.
GDN juga memiliki platform perjalanan online Tiket.com, toko furnitur dan perbaikan rumah online dan offline Dekoruma.com. Dalam hal jaringan distribusi fisik, GDN mengadopsi model hub and spoke, last mile delivery (BES), model logistik dan gudang.
Sedangkan untuk e-commerce, GDN mengadopsi model Business to Consumer (B2C) dan Customer to Customer (C2C) di bawah Blibli.com. Sementara itu, Bukalapak mengadopsi model C2C di bawah pasarnya bukalapak.com.
“Jika TEMU perlu mengakuisisi perusahaan e-commerce lokal yang terdaftar karena kendala regulasi, kami yakin Bukalapak akan menjadi mitra yang lebih cocok karena model bisnisnya yang lebih ramping,” tegasnya.
Sejauh ini, Temu telah menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa. Mulai dari nol pada bulan September 2022, nilai barang dagangan kotor (GMV) bulanan perusahaan mencapai US$4 miliar pada kuartal kedua tahun 2024, karena beroperasi secara global (Eropa: 38 negara, Afrika: 4 negara, Amerika Utara, Amerika Selatan: 7 negara , dan Asia: 17 negara). Di Asia Tenggara, TEMU beroperasi di Brunei, Malaysia dan Thailand.
“Posisi produk TEMU berfokus pada produk tanpa merek dan berbiaya rendah, menyasar pelanggan pasar massal yang mengutamakan keterjangkauan. Menurut kami, ini memiliki karakteristik yang mirip dengan pasar Indonesia,” tambahnya.
Menurut analis Maybank, regulasi dan logistik menjadi tantangan bagi TEMU di Indonesia. Pertama, TEMU harus mendapatkan izin beroperasi di Indonesia. Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan, terang-terangan enggan memberikan izin TEMU karena pemerintah yakin hal itu akan berdampak pada produsen di Indonesia.
“Kami berpendapat UKM adalah topik politik yang sensitif, oleh karena itu menurut kami TEMU mungkin perlu mendapatkan izin yang sudah ada dari sebuah perusahaan,” katanya.
Bahkan jika TEMU berhasil mendapatkan izin e-commerce, Maybank yakin TEMU masih perlu memenuhi persyaratan kandungan lokal Indonesia untuk mendapatkan izin operasional. “Kami pikir pendekatan serupa terhadap kendaraan listrik (EV) mungkin dilakukan, karena pemerintah mengamanatkan minimal 40% konten lokal untuk kendaraan listrik, dan persyaratannya bisa lebih tinggi lagi untuk produk fashion,” katanya.
Kedua, setelah mendapat izin, tantangan berikutnya bagi TEMU adalah logistik. Saat ini, TEMU bermitra dengan penyedia logistik dan lebih memilih perusahaan yang memiliki biaya kompetitif, kapasitas besar, dan kecepatan eksekusi cepat.
Kendati begitu, dalam pengajuan pasar saham, Bukalapak menyatakan tidak memiliki informasi tambahan atau peristiwa penting untuk diungkapkan. Namun, pasar berspekulasi TEMU mungkin mengakuisisi platform e-commerce lokal. Dan, BUKA bisa menjadi mitra kuat TEMU, karena TEMU sedang mencari izin operasional namun pemerintah menolaknya. (*AMBS)