Nico Donnda Fitzgerald : Sukses Berkat Kaus Kaki Bergaya Streetwear

Nico Donnda Fitzgerald, Founder & CEO Stayhoops (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Anak muda merupakan motor penggerak ekonomi Indonesia, utamanya ekonomi kratif. Berdasarkan data dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), hingga tahun 2018 pertumbuhan ekonomi kreatif memberikan sumber Pendapatan Domestik Bruto sebesar Rp 1.041 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 18,2%.

Seiring berubahnya zaman, perkembangan industri kreatif turut berubah. Para pelaku industri pun dituntut untuk menelurkan ide kreatifnya agar memberikan hal yang baru kepada masyarakat. Hal ini juga berlaku pada fesyen pria yang kini tak lagi monoton dan kaku.

Salah satunya adalah gaya streetwear yang mulai muncul secara global pada era 1990-an. Awalnya gaya streetwear ini tumbuh dari budaya selancar dan skate California untuk mencakup elemen olahraga, hip hop, punk, dan street fashion Jepang. Namun, kini tren ini sudah mendunia. Bahkan, kini kaum pekerja lebih memilih bergaya streetwear alias kasual dengan menggunakan sneaker, kaos atau hoodie.

Tren ini tidak hanya pada busana, tetapi juga hingga alas kaki. Bahkan, dengan perkembangan kreativitas, maka kaus kaki pun mengikuti tren streetwear ini. Seperti yang ditawarkan oleh Stayhoops, merek kaus kaki dalam negeri yang kini menjadi buruan anak-anak muda.

Founder Stayhoops, Nico Donnda Fitzgerald, mengatakan Stayhoops muncul setelah melihat perkembangan sneaker di Indonesia yang begitu beragam.

“Ide produk ini karena melihat perkembangan sneaker yang dalam 5 tahun terakhir ini booming banget. Desainnya bisa jadi lama, cuma coloring-nya muncul yang baru dan unik. Jika sepatu sudah heboh banget, kenapa nggak kaos kakinya juga mengikuti,” kata Nico kepada youngster.id saat ditemui di Jakarta Sneaker Day 2019 di Jakarta baru-baru ini.

Berbeda dengan model kaus kaki yang formal, Stayhoops menawarkan kaus kaki dengan motif binatang, mural, atau garis-garis dengan warna-warna yang beragam. Stayhoops juga mengeluarkan motif sesuai musim. Misalnya, menjelang akhir tahun muncul koleksi Natal dan awal Februari ini ada koleksi Imlek.

“Produk-produk sesuai musim yang kami hadirkan menjadi salah pembeda produk Stayhoops dengan yang lainnya. Selain itu, untuk melengkapi kebutuhan sepatu, kaos kaki yang kami buat juga colourful dengan desain yang benar-benar berbeda,” kata Nico.

Oleh karena itu, tim Stayhoops rutin mengeluarkan produk baru setiap 2 bulan dengan 20 desain untuk 20 artikel. “Yang pasti artikel yang sudah kami keluarkan ini tak diulang lagi utntuk dimunculkan,” ujarnya.

Bahkan, Stayhoops punya motif hasil kolaborasi dengan produsen obat sakit kepala Bodrex. “Kolaborasi dengan Bodrex dapat menjadi momentum yang menginspirasi produsen streetwear lokal untuk bisa terus kreasikan karya berkualitas yang ‘dekat’ dengan keseharian orang Indonesia. Karena kami yakin produk lokal memiliki potensi yang sama dan tak kalah dengan kualitas produk buatan luar negeri,” ungkap Nico.

 

Dengan range harga mulai dari Rp 89 ribu hingga Rp 199 ribu, kini,kaus kaki Stayhoops mampu diproduksi hingga 7.000 pasang kaus kaki setiap bulannya (Foto; Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Bersertifikat Internasional

Awalnya produksi kaus kaki yang dimulai di Bandung tahun 2015 ini didesain untuk bermain basket. Maklum, Nico adalah mantan pemain profesional di Liga Basket Nasional. “Desain awalnya memang ditujukan untuk bermain basket. Karena itu namnya ‘hoops’ yang artinya melompat. Selain itu kultur sneaker itu awalnya dari anak-anak basket,” ungkap Nico.

Lebih dari itu, produk kaus kaki Stayhoops turut mendukung Liga Indonesia di IBL. Namun seiring waktu Nico melihat pasar akan produk ini cukup menjanjikan. Apalagi saat ASIAN Games 2018 mereka mendesain produk kaus kaki untuk anak-anak pesepeda, dan baseball.

Spiritnya kami ingin bisa bawa tren. Kaus kaki streetwear, artinya kami buat sesuatu yang berbeda dengan setting baru agar disukai oleh anak muda,” ucapnya.

Menurut Nico, ciri khas dari kaus kaki Stayhoops adalah ber-design raw sketch doodle. Maksudnya, desain ini bertujuan untuk mendobrak semangat anak muda jaman sekarang yang sangat meperhatikan penampilan ketika melakukan aktifitas ataupun berkerja. Stayhoops juga sangat memperhatikan kenyamanan setiap kaos kaki untuk bisa dipakai setiap hari dalam semua aktifitas.

“Produk kaos kaki dari Stayhoops murni menggunakan katun. Bahkan sekarang kami sudah dapat sertifikasi dari Likra. Jadi, ke depan kami tengah mengembangkan bahan yang dianjurkan dari Likra sehingga produk kami lebih upgrade dan terus berinovasi,” kata Nico.

Disebutkan Nico, produk kaus kaki Stayhoops mulai diperkenalkan melalui jejaring media sosial. Tak hanya itu, Nico juga turut melibatkan para pemain top Basket IBL untuk memperkenalkan produknya ke tengah-tengah masyarakat. Bahkan, dia mendatangi toko satu per satu untuk memperkenalkan produknya.

Branding adalah momen-momen menyakitkan dulu. Di dua tahun pertama, kami datangi satu per satu toko-toko, dan tim-tim supaya orang tahu produk kami. Ini butuh kerja keras,” ujar Nico sambil tersenyum.

Namun, Nico menyadari bahwa langkah itu sangat penting. “Branding sangat perlu dan nggak mungkin di-skip, karena saya percaya hasil akhirnya branding juga harus luar biasa. Oleh karena itu, untuk memperkuat produk kami menggandeng pemain top IBL seperti Daniel Wenas, Arti Wisnu, Andra Festawa, dan Abraham,” kisahnya.

Nico mengakui era digital turut mempercepat branding Stayhoops. Dalam kurun waktu tiga tahun nama Stayhoops mulai dikenal di kalangan anak muda. “Dengan produk yang berkualitas, bahan rajutan dan embose maka produk kami terbilang masih sangat terjangkau untuk anak-anak muda,” imbuhnya.

 

Ke depan, Nico Donnda Fitzgerald mempersiapkan produk untuk anak-anak dan perempuan (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Jaringan Yang Kuat

Kini, seiring dengan semakin dikenalnya produk kaus kaki itu, Stayhoops pun mendapat tempat bersanding dengan produk kaus kaki merek ternama lainnya. “Jadi kalau mau cari produk kami di outlet di mall, sudah banyak. Selain itu, kami juga bekerjasama dengan para reseller yang ada di kota-kota besar di Indonesia,” ujar Nico.

Menariknya, meski berkembang cukup pesat, Nico tidak mau gegabah dalam mengembangkan bisnis ini. Dia tetap memilih peran sebagai vendor daripada harus memiliki pabrik konveksi dan peralatan. “Kami memillih jadi vendor saja, karena lumayan berat kalau kami punya mesin sendiri, terutama dalam kontrol. Jadi kami tahu beres dan pembuatan semua di Bandung,” ungkapnya.

Posisi ini punya tantangan tersendiri. Seperti unfacturing yang tidak bisa mengikuti ritme. Nico bercerita, pernah ketika mereka sedang mengembangkan sesuatu, dan butuh harus lihat sample, tapi pabrik tidak mau mengerjakan. Karena dari sisi bisnis bikin sample itu merugikan. “Solusinya kami berkomunikasi lebih intens lagi. Jika dulu nggak pernah ke pabrik, semua by email, tapi sekarang sedikitnya tiap 2 bulan sekali selalu datang ke pabrik,” ungkap Nico sambil tersenyum.

Selain itu, Nico juga membangun jejaring yang luas. Berkat itu kini usaha yang dimulai dengan modal kurang dari Rp 50 juta telah berkembang pesat. Didukung 18 karyawan tetap, kaus kaki Stayhoops mampu diproduksi hingga 7.000 pasang kaus kaki setiap bulannya. Dan, dijual dengan range harga mulai dari Rp 89 ribu hingga Rp 199 ribu, Nico mampu membukukan revenue sekitar Rp 300 juta per bulan.

Nico menegaskan dirinya akan terus mengembangkan usaha ini. Bahkan mereka tengah mempersiapkan produk untuk anak-anak dan perempuan.

“Sebagai produsen streetwear lokal kami ingin bisa terus berkreasi dan menghasilkan karya berkualitas yang ‘dekat’ dengan keseharian orang Indonesia. Karena kami yakin produk lokal memiliki potensi yang sama dan tak kalah dengan kualitas produk buatan luar negeri,” pungkasnya.

 

========================================

Nico Donnda Fitzgerald

========================================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version