youngster.id - Berkat teknologi dan perkembangan internet, bisnis kuliner secara online (daring) di Indonesia semakin berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Segmen pasar baru pun terus terbentuk, termasuk bisnis kuliner yang memanfaatkan hasil laut.
Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) Fadjar Hutomo menyebut bisnis kuliner memberikan kontribusi terbesar untuk sektor ekonomi kreatif. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kebutuhan dan gaya hidup penduduk yang makin tinggi.
Pola hidup masyarakat tersebut diklaim membuat bisnis kuliner kian menjanjikan. Peluang ini yang ditangkap oleh Nike Lidyastuti Aritovani, pemilik CV Nacha, produsen abon ikan cakalang. Selama 8 tahun, ia membangun bisnis ini dari sekadar hobi hingga akhirnya berkembang pesat. Upayanya pun mendapat perhatian dan penghargaan dari berbagai pihak, termasuk yang terbaru menjadi juara di Danamon Entrepreneur Awards (DEA) 2017.
Penghargaan ini ditujukan kepada pelaku wirausaha yang telah menunjukkan prestasi kinerja mengagumkan dan juga peduli kepada masyarakat dengan cara memberdayakan masyarakat sekitarnya sehingga meningkatkan taraf hidup dirinya sendiri dan lingkungannya. Dan Nike menjadi pemenang pada kategori Best Small Entrepreneur.
“Inspirasi usaha ini karena saya melihat begitu kaya potensi laut yang dimiliki negeri ini, terutama hasil laut. Kebetulan saya tinggal di Ambon, dan di sana sumber daya terbesar adalah ikan. Dari sanalah saya memulai usaha abon ikan cakalang ini,” ungkap Nike kepada Youngster.id belum lama ini di Jakarta.
Bisnis usaha abon ikan memang tidak setenar abon daging. Tetapi rasa yang khas membuat makanan ini memiliki peminat yang tidak sedikit. Pangsa pasar yang potensial ini dilihat oleh Nike sebagai peluang bisnis. Apalagi bahan baku utama tersedia dengan melimpah di tempat dia tinggal. Lahirlah abon ikan cakalang Nacha yang namanya merupakan akronim dari nama Nike dan abon cakalang.
Kini, sudah delapan tahun perempuan kelahiran Surabaya, 1 Juni 1983 ini menekuni bisnis ini. Jatuh bangun mengembangkan usahanya sudah dialaminya. Dan, sekarang bisnisnya telah berkembang. Kini produknya sudah memiliki tiga varian, yakni original, pedas, manis, campur bawang, dan campur teri. Kapasitas produksi dari Nacha juga sudah lebih dari 100 ribu pak untuk semua varian setiap bulan.
“Dulu saya titip di outlet paling satu bulan 12 bungkus. Saya datangi satu-satu outletnya untuk menawarkan sampai akhirnya bisa banyak seperti ini,” ujarnya sambil tertawa.
Ketekunan dan kerja kerasnya berbuah hasil. Kini produk Nacha telah hadir di sejumlah kota di Indonesia mulai dari Surabaya, Sidoarjo, Denpasar, Makassar, Ambon, Manado hingga Nabire.
Tidak Mulus
Perempuan ini pun memutuskan untuk memulai usaha kecil di wilayah Batu Merah, Ambon, Maluku sejak tahun 2009. Mengapa abon ikan cakalang? Karena ikan yang hidup di perairan laut dalam ini memang memiliki cita rasa yang gurih sehingga disukai banyak kalangan. Selain itu, ikan ini melimpah di wilayah timur Indonesia, termasuk di Maluku.
“Jadi kalau musim panen, ikan di sana murah dan kalau tidak laku terjual suka dibuang. Nah, saya melihat peluang baru dari pada mubajir terbuang. Hasil tangkapan dari nelayan saya beli dengan harga terbaik, lalu dijadikan abon ikan cakalang dengan nama Nacha,” terang Nike bersemangat.
Menurut Nike, awalnya produk abon ikan cakalang hanyalah untuk konsumsi pribadi dan memenuhi pesanan dari teman-teman dekat. Pasalnya, saat itu dia masih bekerja sebagai kepala administrasi dan keuangan di sebuah perusahaan cat di Ambon. Jadi dia hanya memproduksi pada hari libur seperti Sabtu dan Minggu.
Dengan modal Rp 1 juta untuk membeli ikan dan bumbu, Nike pun memulai dengan memproduksi abon ikan cakalang dengan skala rumahan. Rupanya, rasa yang disajikan berhasil memikat konsumen. Sehingga, seiring berjalannya waktu, pesanan makin banyak. Bahkan, dia bisa menitipkan di toko oleh-oleh di Ambon.
Pada 2012, Nike mengaku mulai tidak konsentrasi ketika memproduksi abon dan terus bekerja di perusahaan. Dia menceritakan, grafik penjualan tidak ada pergerakan karena dia kurang fokus menjalani dua pekerjaan sekaligus.
“Saya bertemu teman di Bali, dia bilang ‘Nik kalau kamu kerja setengah, maka akan dapat setengah. Kamu harus pilih kerja atau bisnis. Saya yakin kamu bisa dapat lebih kalau kamu pilih bisnis’. Saya jadi kepikiran dan akhirnya pilih keluar,” kenang Nike.
Setelah keluar kerja dan fokus berbisnis, kini omzet abon ikan cakalang racikan Nike mencapai Rp 100 juta – Rp 150 juta sebulan. Kapasitas produksinya mencapai 500 hingga 700 kilogram. Harga yang dibanderol untuk satu pak abon ikan adalah Rp 25.000 per kotak isi 100 gram.
“Sekarang Nacha abon ikan cakalang akhirnya dikenal masyarakat dan sudah ada di 6 kota di Indonesia,” ujarnya bangga.
Diakui Nike, tentu saja perjalanan bisnisnya tidak selalu mulus. Dia menceritakan, pernah ada pesanan dari sebuah kota di Pulau Jawa. Mereka meminta 10 kg abon ikan tanpa merek Nacha, jadi dalam bentuk gelondongan. “Ternyata mereka untuk ekspor ke Taiwan, mereka minta dengan ekstra nori, sudah harganya dia push, terus diekspor tanpa merek saya, mereka juga tunda pembayaran,” ungkap Nike dengan raut muka kesal.
Pengalaman kurang menyenangkan lainnya adalah ketika ia ikut pameran di sebuh kota. Di sana ada pembeli dari Malaysia dan India yang dinilai kurang beritikad baik. “Mereka pesan pertama pembayarannya oke, barang kedua oke. Nah, pada pemesanan barang ketiga ini mereka hilang begitu saja. Jadi saya agak hati-hati, meskipun ketemu di pameran,” imbuhnya.
Inovasi dan Strategi
Jumlah pesanan Nacha abon Ikan Cakalang terus meningkat setiap harinya. Nike pun secara perlahan mulai meninggalkan cara tradisonal dalam proses produksinya. Ia menyadari bahwa cara-cara manual tidak akan bisa lagi dilakukan dalam proses produksi.
Perempuan ini kemudian melakukan inovasi dalam penggunaan mesin pengeringan abon agar proses pengeringan berlangsung cepat dan lebih efektif. Modifikasi mesin ini dia buat di Mojokerto Jawa Timur.
“Melihat jumlah pesanan terus meningkat. Akhirnya tahun 2011, saya melakukan inovasi. Dengan menggunakan mesin pengering kopi yang dimodifikasi sedemikian rupa dibentuk menjadi mesin pengering abon. Nah dari modifikasi mesin ini hasilnya sangat membantu proses produksi kami. Hampir setahun proses mesinn. Itu sangat efektif,” ungkap Nike.
Diklaim Nike, setelah melakukan modifikasi mesin, terjadi peningatan produksi cukup signifikan. Sekarang pihaknya bisa menghasilkan abon sebanyak 30 sampai 50 kg tanpa operator, karena tidak ada lagi orang yang mengaduk abon setiap saat. Jadi karyawannya cukup ngecek saja. Dengan begitu, karyawan bisa diberdayakan untuk fungsi lain.
“Sebelumnya, karyawan Nacha harus menunggu 5 sampai 6 jam di depan kompor. Sekarang mereka jadi bisa mengerjakan yang lain seperti potong bumbu, bungkus abon hingga memberikan tanggal expired. Jadi sangat efektif dan mengurangi lelahnya tangan karena harus mengaduk dalam pembuatan abon Cakalang,” ujar Nike sambil tersenyum.
Selain itu, Nike juga menerapkan beberapa strategi pemasaran. Antara lain, menerapkan sistem reseller, sistem titip jual konsinyasi hingga menempatkannya di rak penjualan Carrefour dan Hypermarket di kawasan timur Indonesia. Selain itu, ia juga rajin mengikuti pameran-pameran dan promosi melalui Facebook, Instagram dan toko online.
“Dalam sebulan 1,5 sampai 2 ton ikan yang kami butuhkan. Dan, saya melihat pasar usaha ini masih sangat besar,” ungkapnya.
Di sisi lain, Nike juga mengembangkan varian rasa dari produk Nacha. Ini berangkat dari survey di pasar yang dia lakukan sendiri. Sebanyak 5 varian rasa Abon Ikan Cakalang, mulai dari Abon Ikan Cakalang Original, Abon Ikan Cakalang Rasa Bawang, Abon Ikan Cakalang Ekstra Ikan Teri, Abon Ikan Cakalang Rasa Pedas, dan Abon Ikan Cakalang Rasa Manis.
Sarjana lulusan Sekolah Tinggi Teknik Surabaya ini melengkapi produk Nacha dengan menerapkan konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), GMP (Good Manufacturing Practice) dan SSOP (Sanitasi Standar Operasional Procedur) untuk menjamin kualitas, keamanan, dan higienis. Selain itu Nike juga telah mengurus izin BPOM, PIRT, Halal MUO dan HACCP.
“Setiap satu minggu sekali dalam sebulan proses pengerjaan dari Nacha selalu ada kontrol yang datang dari badan pengawas makan dan kesehatan. Makanya, terkait produk kami sangat selektif mulai dari rasa, kualitas, keamanan, hingga mesin peralatan pendukung tetap harus terlihat higenis. Saya selalu berkoordinasi dengan BPOM, dan pertiga bulan selalu ada sidak,” jelas Nike.
Tak hanya itu, logo halal MUI pun tertera di semua kemasan produksi abon Ikan Cakalang Nacha. Sebuah logo yang memberikan rasa aman dan nyaman pada konsumen untuk mengonsumsi Nacha.
Menurut Nike, semua itu ia lakukan agar produk Nacha bisa masuk ke ritel modern yang besar dan bisa ekspor. “Mimpi kami memang ekspor,” tandasnya.
Untuk mendukung proses produksi Ikan Cakalangnya, Nike memperkerjakan 9 orang karyawan, yang terdiri atas 4 orang di bagian produksi dan 5 orang di bagian pemasaran. Karyawan yang memiliki rata-rata pendidikan adalah SMP-S1, di awal akan diberikan training selama 3 bulan. Karyawan berpendidikan SMP biasanya bertugas bagian mengupas bahan-bahan untuk olahan.
Sementara itu, bahan baku Ikan Cakalang diambil oleh pihak Nacha dari nelayan dan perusahaan cold storage. Nelayan pun dapat mendatangi rumah produksi BTN Manusela, Lorong Batako, Kebun Cengkeh, Batu Merah, Ambon, Maluku.
Menurut Nike, hingga saat ini kendala terbesar yang dia hadapi adalah dalam hal biaya pengiriman. Sebenarnya, permasalahan pengiriman ini menjadi menjadi kendala bagi umumnya pelaku wirausaha yang berada di wilayah timur untuk memperluas wilayah pemasaran serta menjangkau daerah lainnya di Indonesia.
“Kepengin banget Nacha bisa dikenal oleh masyarakat Jakarta. Cuma kendalanya, masalah biaya pengiriman yang ada saat ini lumayan mahal. Beberapa kali ada konsumen pesan dari Jakarta melihat ongkos kirim Jakarta Ambon mencapai Rp 70 ribu, karena dia hanya pesan 2 pcs. Mau tak mau melihat ongkir yang mahal itu, konsumen asal Jakarta hanya bisa memesan sekali saja. Saya sih berharap biaya pengiriman jasa bisa lebih murah, supaya produk-produk UKM yang ada didaerah seperti abon ikan Cakalang ini bisa memperluas wilayah pemasarannya ke depan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Nike berharap pemerintah bisa memberikan jalan keluar terbaik agar usaha-usaha kecil menengah milik masyarakat bisa tetap berjalan. Dengan begitu, mereka bisa terus memperluas wilayah pemasarannya ke daerah lain.
Di sisi lain, Nike juga memberi saran kepada para calon wirausaha muda lainnya untuk berani mencoba mendirikan usaha baru seperti yang dilakukannya.
“Jangan pernah takut mencoba dan jangan pernah takut bermimpi. Karena kalau kita tak pernah merasa gagal, jangan pernah bermimpi untuk sukses. Itu saja pesan saya, buat wirausahawan yang baru atau ingin memulai usaha,” pungkas Nike.
=====================================
Nike Lidiyastuti Aritovani, ST
- Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 01 Juni 1983
- Pendidikan : S1, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya jurusan Teknik dan Manajemen
- Nama Usaha : CV Nacha
- Mulai Usaha : 2009
- Modal Awal : sekitar Rp 1 juta
- Jumlah Karyawan : 9 orang
- Omset : sekitar Rp 150 juta per bulan
Prestasi :
- Peraih Danamon Entrepreneur Awards (DEA) 2017, kategori Best Small Entrepreneur,
- Juara 2 UMKM Pengolahan Hasil Perikanan Terbaik Provinsi Maluku (2014),
- Finalis Nasional Wirausaha Mandiri (WMM) 2015 Kategori alumni dan Mahasiswa Pascasarjana Bidang Boga
======================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia