youngster.id - Industri games di Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) memperkirakan, total nilai transaksi (omzet) industri games di Indonesia mencapai US$ 600-700 juta, atau berkisar Rp 8-9,34 triliun pada 2016. Industri ini berhasil memberikan kontribusi sebesar 1% terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif.
Demikian disampaikan Hari Sungkari Deputi Infrastruktur Bekraf. Menurut dia, nilai tersebut terus mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan tahun 2014 yang masih sekitar US$ 181 juta dan US$ 321 juta pada 2015.
“Kami memperkirakan market size games pada 2016 sekitar US$ 600-US$ 700 juta pada 2016. Itu belum final yah, karena kami masih dalam proses penghitungan,” ujar Hari, dalam acara konferensi pers Indonesia Games Championship yang digelar Telkomsel baru-baru ini di Jakarta.
Hari menegaskan potensi industri games di Indonesia itu sangat cerah. Para developer lokal pun diharapkan mau membuat games dengan selalu mengangkat kearifan lokal, karena di situ ada nilai edukasi bagi para penggunanya. Harapannya, para pemain games lokal yang didominasi generasi muda bisa memperoleh inspirasi dan kemampuan inovasi dari apa yang dimainkannya.
Karena itu, para developer selalu diingatkan agar membuat games dengan konten dari kearifan lokal. Misalnya, ada yang membuat game pocong, tahu bulat, dan Pangeran Diponegoro. “Game tahu bulat misalnya, sudah di-download mencapai 3 juta, game mari belajar (marbel) sudah di-download 20 juta. Jadi, tugas kita tidak hanya membangun dari sisi suplai, tetapi juga dari sisi demand-nya. Karena, sekarang, ada perubahan di mindset konsumen terhadap games,” ungkanya.
Hari juga menyampaikan, pada 2015, nilai PDB ekonomi kreatif telah mencapai Rp 700 triliun. Dari jumlah tersebut, pada 2019, kontribusi dari aplikasi dan games berkontribusi terhadap PDB bisa meningkat jadi 5%. Memang, kaa Hari, jumlah tersebut masih kecil dibandingkan dengan item lainnya, yaitu fesyen dan kuliner. Meski demikian, pertumbuhan industri games dan aplikasi lebih tinggi dibandingkan item fesyen dan kuliner, mencapai 7-8% setiap tahun sejak 2013.
Pada 2017, Bekraf menargetkan kontribusinya naik jadi dua kali lipat menjadi 2%, sehingga bisa mencapai 5% tahun 2019. “Ini jangan didiamkan. Karena menurut para analis, kalau didiamkan, kontribusinya malah turun. Karena itu, kita akan terus memfasilitasi para developer sambil bekerja sama dengan para provider telekomunikasi. Misalnya, kami sediakan ruangan untuk para developer mupun akses internetnya,” ujar Hari.
Dia menuturkan, saat ini, jumlah developer aplikasi maupun games yang sudah tergabung melalui asosiasi dan juga terdaftar di Bekraf sebanyak 42 ribu. Pada umumnya, mereka yang terdaftar adalah para developer yang mampu menghasilkan karya-karya yang disukai oleh konsumen. Namun, para developer juga harus memperhatikan tata kelola perusahaan, atau start-up yang dibangun, sehingga bisa terus bertahan dan berkembang.
STEVY WIDIA
Discussion about this post