youngster.id - Pelaku UMKM di Indonesia sudah memiliki tingkat inklusi keuangan yang baik, namun tidak banyak UMKM yang sudah memanfaatkan kanal digital untuk mengembangkan usaha mereka.
Hal itu terungkap dari temuan riset startup fintech Amartha dan Katadata Insight Center, yang bertajuk ‘The Indonesia Grassroots Entrepreneurs Report’, untuk mengetahui lanskap UMKM Indonesia terhadap penggunaan produk keuangan dan adopsi digital. Riset ini diukur menggunakan Amartha Prosperity Index, yaitu sebuah indeks yang disusun untuk memahami bagaimana kondisi pelaku UMKM pada saat ini dalam ranah perilaku finansial dan digital.
Rezki Warni, AVP Marketing & PR Amartha mengatakan, Amartha sebagai perusahaan yang fokus pada pengembangan UMKM, melakukan riset ini dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mendukung kemajuan UMKM, terutama dari sisi inklusi keuangan dan adopsi digital.
“Harapannya, riset ini dapat menjadi referensi bagi berbagai stakeholder, untuk bersama-sama mengambil peran dalam memajukan UMKM Indonesia,” ucap Rezki, Jumat (9/9/2022).
Survei ini dilakukan pada bulan November 2021 dan melibatkan 402 orang pelaku usaha mikro dan ultra mikro yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Bodetabek, Jawa Tengah, Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Riset ini mengutamakan responden yang berdomisili di wilayah sub-urban, sesuai dengan karakteristik mitra Amartha.
Amartha Prosperity Index Indeks membagi pengukuran menjadi tiga dimensi utama yang mengukur kesejahteraan berdasarkan tingkat inklusi keuangan, penggunaan produk finansial tingkat lanjutan, dan adopsi digital bagi UMKM.
Pada dimensi inklusi keuangan, skornya sangat baik dengan nilai 84,33, artinya sebagian besar pelaku UMKM memiliki satu atau lebih produk layanan keuangan, meskipun tidak digunakan setiap hari. Pengguna aktif berasal dari UMKM di bidang jasa dan perdagangan.
Pada dimensi penggunaan produk keuangan tingkat lanjut, skornya cukup rendah yaitu 29,98. Mayoritas UMKM masih menggunakan uang tunai. Layanan non-tunai dan perbankan belum dipilih karena dinilai sulit untuk menggunakannya.
Kemudian untuk dimensi adopsi digital berada di skor baik yaitu 66,08. Kepemilikan smartphone dan internet sudah tinggi namun penggunaannya hanya sebagai hiburan semata dan bukan untuk kebutuhan produktif yang dapat menunjang usaha.
Sementara kendala bagi yang tidak menggunakan perangkat digital dan internet disebabkan oleh keterbatasan dan kualitas jaringan serta persepsi harga internet yang mahal.
Berdasarkan hasil riset ini, Amartha merekomendasikan beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh berbagai stakeholder untuk turut mendukung pengembangan potensi UMKM lokal.
Bagi pemain di sektor fintech, pendampingan dan edukasi yang dilakukan secara berkala dapat mendorong pelaku UMKM untuk lebih percaya diri dalam mengadopsi teknologi dan mengembangkan usahanya.
Dari sisi regulator, sangat direkomendasikan untuk menciptakan ekosistem layanan perbankan yang lebih inklusif, yang dapat menjangkau pelaku ekonomi informal di daerah-daerah. Misalnya dengan kebijakan perizinan yang mudah, pembebasan biaya transaksi bagi pelaku UMKM, hingga penyediaan infrastruktur digital yang merata.
“Masyarakat umum juga dapat berkontribusi untuk mendukung kemajuan UMKM di Indonesia. Misalnya dengan bangga menggunakan produk UMKM lokal, serta menjadikan UMKM sebagai alternatif diversifikasi portofolio investasi. Masyarakat dapat menyalurkan pendanaannya lewat platform yang menyediakan layanan keuangan inklusif, seperti Amartha. Kolaborasi dengan banyak pihak, tentunya dapat mengakselerasi pertumbuhan UMKM di Indonesia,” pungkas Rezki. (*AMBS)
Discussion about this post