Penerimaan Pajak Kripto Capai Rp 600 Miliar per Tahun

Kripto (Foto: ilustrasi/istimewa)

youngster.id - Pemerintah telah menerapkan pajak atas transaksi perdagangan kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atas transaksi komoditas kripto. Hasilnya negara mendapat penerimaan hingga Rp 600 miliar per tahun.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Bimo Wijayanto menuturkan, penerimaan pajak kripto ini terus mengalami peningkatan.

“Sepanjang 2-3 tahun semenjak introduction-nya itu, perkembangan dari penerimaan kripto ini terus meningkat dan kita lihat setahun kemarin kalau tidak salah penerimaannya ada antara kisaran Rp500-600 miliar per tahun,” kata Bimo dikutip Jumat (1/8/2025).

Pemerintah mulai menerapkan pajak kripto pertama kali pada 2022 dan berhasil mengumpulkan penerimaan sebesar Rp246 miliar. Meski sempat kontraksi atau melambat pada 2023 menjadi Rp220 miliar, tetapi pada 2024 penerimaan tersebut kembali melonjak signifikan menjadi Rp620 miliar sebagaimana diterangkan oleh Direktur Peraturan Perpajakan DJP Hestu Yoga.

Adapun secara tahun berjalan 2025 ini, penerimaan terhadap pajak kripto baru mencapai Rp115 miliar.

“Kripto itu kan penerimaan panjang [dan] itu akan mencerminkan kondisi yang terjadi. Bisa saja harganya melonjak atau bisa turun, tergantung dari lagi demamnya seperti apa gitu ya. Kalau lagi demam ya tinggi nanti penerimaannya juga bagus,” katanya.

Saat ini pemerintah resmi menetapkan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi kripto yang bersifat final sebesar 0,21% yang berlaku per 1 Agustus 2025 ini, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Latar belakang diterbitkannya PMK tersebut sebab adanya perubahan status aset kripto sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dari yang awalnya komoditi menjadi aset keuangan digital.

Kementerian Keuangan menetapkan aset kripto yang ditransaksikan melalui platform perdagangan aset kripto luar negeri akan terkena tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 1%, lebih besar dibanding transaksi aset kripto via platform dalam negeri, yakni hanya 0,21%.

“Besaran tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan adalah sebesar 0,21% dari nilai transaksi apabila dilakukan melalui PPMSE dalam negeri, dan sebesar 1% apabila transaksi dilakukan melalui PPMSE luar negeri,” katanya lagi.

Aktivitas yang dilakukan oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) atau platform perdagangan kripto dan penambang kripto juga tak luput dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh atas jasa yang diberikan.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version