youngster.id - Sektor agrikultur mempekerjakan sekitar 32 juta orang di Indonesia. Potensi sektor pertanian yang besar ini juga mendorong lahirnya startup pertanian. Namun masih ada kesenjangan antara kemajuan teknologi dengan para petani yang menjadi penggerak utama sektor pertanian.
Hal ini terungkap dalam acara Investor Gathering “Roadmap of Agrotech in Indonesia” yang digelar Bizcom komunitas investor yang berlangsung Kamis (28/2/2019) di Fairmont Hotel, Jakarta.
“Kita perlu berbangga karena saat ini startup-startup lokal menaruh perhatian terhadap pertanian kita, termasuk TaniHub. Kami saat ini berhasil menghubungkan antara petani dengan konsumen langsung sehingga mempersingkat jalur distribusi dan petani semakin diuntungkan. Tapi kesadaran para petani terhadap pemanfaatan teknologi yang masih tergolong rendah saat ini,” kata Ivan Arie Sustiawan CEO TaniHub dan TaniFund.
Bahkan menurut Ivan, 99% petani lokal masih bergerak secara konvensional. “Saat ini yang dibangun masih kesadaran petani terhadap pemanfaatan teknologi terutama internet,” ujar Ivan.
Selain itu para petani tidak memiliki opsi banyak untuk mencari mitra yang dapat mengembangkan inovasi sistem bercocok tanam untuk hasil panen yang lebih baik, pendanaan dengan skema ideal, dan cakupan penjualan yang luas. Adanya keterbatasan opsi tersebut kemudian berdampak pada kesejahteraan dan perekonomian mereka.
Hal senada juga diungkapkan CEO Tanijoy Muhammad Nanda. Menurut dia, untuk meningkatkan kesadaran itu, para pelaku bisnis agrotech harus membuat para petani menggunakan aplikasi yang telah mereka ciptakan. Strategi yang ditawarkan oleh startup Tanijoy, yakni memberikan pendampingan penggunaan aplikasi, menyediakan tampilan UI/UX yang sesuai dengan para petani, dan mengenali perilaku mereka.
“Pertama dibimbing lebih dulu supaya mereka sadar ada value lebih tinggi untuk produk mereka jika dijual lewat aplikasi. Kalau sudah seperti itu mereka akan sadar akan manfaatnya. Dan itu butuh pendampingan,” ucapnya.
Sementara itu menurut peneliti pertanian dari UI, Bob Hardian PhD teknologi pertanian sudah menyongsong era agriculture 4.0. Hal itu karena pada 2050 dunia harus produksi 70% lebih banyak. Sementara pada saat itu masalah yang bakal terjadi adalah lahan berkurang, pencemaran dan polusi, efek rumah kaca dan perubahan iklim.
“Kemajuan teknologi berdampak positif terhadap produktivitas industri pertanian. Apalagi jika para petani mengadopsi dengan lebih cepat teknologi-teknologi tersebut seperti internet of things (IoT),” katanya.
Menurut CEO Bizcom Sendra Wong, munculnya startup-startup yang bergerak di industri pertanian dewasa ini merupakan sinyal positif bahwa sektor ini sudah memasuki era industri 4.0 yang selama ini menjadi perhatian pemerintah.
“Satu dekade yang lalu, lebih banyak startup yang bergerak di bidang e-Dagang atau marketplace. Sekarang ini, seiring dengan mudahnya warga pedesaan mengakses internet, serta tumbuhnya kepedulian anak-anak muda terhadap nasib petani, membuat banyak perusahaan berbasis teknologi agro mulai hadir di Indonesia,” tuturnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post