youngster.id - AC Ventures (ACV) dan Boston Consulting Group (BCG), memperkirakan nilai potensi pertumbuhan ekonomi hijau Indonesia mencapai US$400 juta, yang menggabungkan pendapatan industri dan potensi penggantian kerugian karbon.
Dalam laporan bertajuk “Catalyzing Indonesia’s Green Growth Potential”, disebutkan bahwa Indonesia, sebagai ekonomi tunggal terbesar di Asia Tenggara dan salah satu yang diproyeksikan menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2050, memiliki potensi besar untuk beralih ke ekonomi hijau.
Head of ESG AC Ventures Lauren Blasco mengatakan, potensi ekonomi hijau tersebut terdapat pada tiga area utama. Pertama, strategi dan layanan profesional yang potensi pasarnya mencapai US$46 miliar pada 2030. Kedua, solusi untuk mengoptimalkan intensitas gas rumah kaca, yang potensi pasarnya senilai US$350 miliar pada 2030. Ketiga, kompensasi emisi di mana potensi pasarnya mencapai US$3,5 miliar pada 2030.
“Namun Indonesia juga memiliki potensi besar untuk beralih ke ekonomi hijau. Perubahan ini merupakan peluang bagi startup, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan investor untuk memainkan peran utama dalam mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan dan mengatasi perubahan iklim,” kata Blasco, dikutip dari laman ACV.vc.
Selain itu, lanjut Blasco, Indonesia juga punya potensi luar biasa besar di dekarbonisasi. Misalnya, permintaan internasional untuk kredit karbon sukarela akan meroket, meningkat sekitar 27% per tahun hingga tahun 2030. Saat ini, sekitar 30% dari total cadangan karbon dunia berada di lahan gambut Indonesia saja.
“Ketika bisa mengenalkan sistem perdagangan (bursa karbon) yang melibatkan pelestarian lahan gambut tersebut, Indonesia berpotensi menjadi pelaku utama di pasar yang sedang berkembang ini. Kami memperkirakan pasar kredit karbon Indonesia akan bertumbuh menjadi 140 juta ton pada tahun 2030, melompat jauh dari 40 juta ton yang diterbitkan dalam dekade terakhir,” kata Blasco.
Menurutnya, dengan harga proyeksi sekitar US$25 per ton, pasar ini sendiri berpotensi menghasilkan pendapatan sekitar US$3,5 miliar setiap tahun.
Blasco menyarankan, untuk memanfaatkan peluang-peluang tersebut secara maksimal, Indonesia dapat meningkatkan pendanaan untuk proyek-proyek berkelanjutan, mengembangkan kerangka regulasi yang mendukung, dan mengembangkan tenaga kerja yang terampil di bidang lingkungan.
“Langkah-langkah ini akan sangat penting bagi Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi yang ambisius pada 2030, sambil tetap mendukung pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.
Sementara itu, Managing Director dan Partner BCG Singapura Marc Schmidt mengatakan, pembangunan ekonomi rendah karbon dan dekarbonisasi terkait akan memberikan peluang bagi para pemangku kepentingan di semua sektor, termasuk sektor UMKM yang besar dan penting di Indonesia.
“Partisipasi luas dari para inovator akan menjadi sangat penting untuk melaksanakan dan menjaga perubahan yang diperlukan dalam ekonomi Indonesia,” kata Schmidt.
Laporan itu juga menyoroti potensi bagi usaha skala kecil seperti startup dan UMKM, serta investor dan pemberi pembiayaan untuk mendorong transisi Indonesia.
Misalnya, Unravel Carbon, sebuah startup terkemuka yang menyediakan platform dekarbonisasi berbasis SaaS, dan MAKA Motors yang mempercepat adopsi sepeda motor listrik di Indonesia, menjadi contoh nyata dari sektor pertumbuhan ekonomi hijau yang sedang berkembang di negara ini. Sementara itu, usaha seperti Fairatmos membantu pengembang proyek mitigasi karbon dan membangun ekosistem kredit karbon domestik.
Untuk mengatasi kekurangan talenta yang signifikan, terutama di ruang startup hijau, Indonesia telah membentuk Badan Manajemen Talenta Nasional untuk mengembangkan dan mempertahankan talenta. Secara bersamaan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia sedang mendorong praktik keuangan berkelanjutan, dan bank sentral negara ini telah menjadi anggota Network for Greening the Financial System (NGFS).
Menurut Schmidt, jalan Indonesia menuju pertumbuhan hijau sudah jelas, namun perjalanan ini akan membutuhkan upaya bersama dari semua sektor.
“Kami mengajak perusahaan, masyarakat, pemberi pembiayaan, dan investor untuk bergabung bersama kami dalam membangun masa depan yang berkelanjutan dan adil bagi semua orang,” tutup Schmidt. (*AMBS)
Discussion about this post