youngster.id - Indonesia harus memiliki rasio entrepreneur, pengusaha, maupun wirausaha minimal sebesar 4% dari populasi penduduk untuk menjadi negara maju pada 2045.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan rasio kewirausahaan menjadi prasyarat Indonesia menuju negara maju.
“Salah satu prasyarat menjadi negara maju adalah entrepreneur-nya. Jadi bukan sekadar infrastruktur, pembangunan SDM tapi juga kita harus menyiapkan pengusaha-pengusaha yang unggul yang inovatif,” ucap Teten dalam keterangannya, dikutip Senin (13/3/2023).
Menurut Teten, saat ini Indonesia baru mencapai rasio kewirausahaan sebesar 3,47%. Jika dibandingkan dengan Singapura yang jumlah penduduknya 5 jutaan, pengusahanya sudah mencapai 8,6% dari total penduduknya. Sedangkan Malaysia maupun Thailand sudah di atas 4%, bahkan di negara maju rata-rata sudah 10-12%.
“Pada 2045 di usia 100 tahun, Indonesia akan menjadi empat kekuatan ekonomi besar dunia setelah Amerika, China, dan India. Di mana saat ini, seluruh proses pembangunan yang sekarang dijalankan oleh Pemerintahan disiapkan sebagai road to Indonesia Maju di 2045,” tambahnya.
Disebutkan Teten, dalam menyiapkan wirausaha mencapai 4%, tahun ini Pemerintah menargetkan bisa mencetak 1 juta entrepreneur baru.
”Upaya ini terus kami kerjakan. Saya bersama dengan Mendagri Tito Karnavian, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menparekraf Sandiaga Uno memiliki program Kewirausahaan Nasional mencetak 1 juta entrepreneur mapan baru supaya statistik kewirausahaan kita naik dari 3,47% ke 3,95% atau kalau bisa mencapai 4% pada tahun 2024,” ucapnya.
Di sisi lain, menjadi alasan penting bagi perguruan tinggi dalam menyiapkan anak-anak muda, sarjana-sarjana Indonesia adalah untuk menjadi entrepreneur. Seluruh kampus harus menjalin kerja sama untuk mencetak anak-anak muda Indonesia menjadi entrepreneur.
Kurikulum Merdeka Belajar yang diinisasi Kemendikbud Ristek, dinilainya tepat, karena mahasiswa lebih banyak melakukan magang daripada sekadar teori. Bahkan sejak pertama masuk, mahasiswa sudah bisa membuat business plan, sehingga ketika lulus bukan hanya punya ijazah tetapi bisnisnya pun sudah jalan.
Menurut Menteri Teten, beberapa universitas di Indonesia di fakultas binisnya sudah melakukan hal tersebut. Ditambah, ada survei di kalangan anak muda di dalam negeri dan Asia Pasifik bahwa 70% lebih anak muda sekarang tidak ingin menjadi pegawai baik pegawai pemerintah atau swasta, tapi mereka ingin jadi pebisnis.
Tak hanya itu, Menteri Teten menghimbau agar para calon wirausaha ini menciptakan apa yang menjadi keunggulan domestik. Untuk itu penting di perguruan tinggi, bagaimana menyinergikan riset di universitas dengan inkubator bisnisnya.
Apalagi risetnya di perguruan tinggi saat ini sudah bisa di-support dengan adanya matching fund dari Kemendikbud, yang bisa digunakan untuk riset-riset pengembangan produk bisnis, sehingga dari hasil riset itu produknya bisa komersial dan unggul.
Sejatinya, saat ini untuk menjadi pengusaha relatif lebih mudah. Pasalnya, segala ekosistem untuk pengembangan UMKM sudah disediakan Pemerintah. Melalui Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker), kemudahan usaha sudah dilakukan sehingga diharapkan usaha informal bisa masuk ke kategori usaha formal.
Badan hukum untuk berusaha itu dipermudah. Kalau mau buat PT perorangan itu mudah tidak perlu setor modal yang besar, mau bikin koperasi dipermudah, termasuk pengurusan Nomor Induk Berusaha (NIB) juga dipermudah.
Begitu juga dengan akses pada pembiayaan. Presiden Jokowi sudah mengintruksikan 30% kredit perbankan diperuntukkan bagi UMKM.
Selanjutnya, ekosistem yang perlu disiapkan yaitu kebijakan afirmasi Pemerintah untuk membeli produk koperasi dan UMKM. Sebesar 40% anggaran pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dialokasikan untuk belanja barang KUMKM. Masyarakat pun terus diimbau melalui gerakan nasional bangga buatan Indonesia (Gernas BBI) untuk memakai produk buatan sendiri.
“Dengan data tersebut, kita bisa membangun kekuatan ekonomi lebih tangguh daripada negara-negara lain. Apalagi sekarang Indonesia sudah dihitung dari 20 negara di G20, hanya Indonesia yang pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,72% pada kuartal III tahun 2022” pungkas Teten.
STEVY WIDIA
Discussion about this post