Spinther, Aplikasi Untuk Mengurangi Trauma Perundungan Pada Anak

Perudungan

Etika berinternet (Foto: ilustrasi/istimewa)

youngster.id - Berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka perudungan. Pasalnya, selain memberikan dampak negatif secara fisik dan psikis bagi korban, perundungan juga dapat “menular”.

Sebuah badan amal anti penindasan, Ditch the Label, pada tahun 2016 melakukan survey kepada 8.850 responden berusia 12 hingga 20 tahun. Dari hasil penelitian tersebut terungkap bahwa sebanyak 14% pelaku perundungan sebelumnya adalah korban.

Untuk mengurangi efek dan memutus mata rantai perudungan, tim siswa SMAN 63 Jakarta melalui kegiatan FUN Research menggagas pembuatan aplikasi SPINTHER (Spin Therapy), yakni sebuah aplikasi  untuk mengurangi trauma perundungan pada anak.

Aplikasi ini  berisi sejumlah fitur yang terdiri dari permainan terapi, catatan harian untuk mengungkapkan perasaan atau emosi korban, informasi kontak konselor, kuis untuk mengetahui tingkatan trauma yang dialami korban. Juga disediakan informasi seputar perundungan seperti  dampak dan  gejalanya.

Syifa Nur Sabila, ketua tim, menyampaikan tujuan pembuatan aplikasi SPINTHER. “Melalui aplikasi ini kami berharap korban perundungan bisa menghilangkan traumanya dan memulai self-healing,” ucapnya dalam keterangan pers baru-baru ini.

Aplikasi besutan tim SMAN 63 Jakarta ini meraih juara pertama dalam ajang penelitian FUN Research yang digagas Universitas Pertamina. Kegiatan ini bertujuan memupuk dan menanamkan budaya creative problem solving sejak dini. Kompetisi ini terbuka bagi seluruh siswa/siswi SMA/sederajat di Jabodetabek. Selain mendapatkan pembinaan selama pelaksanaan proyek, pemenang dari kompetisi akan memperoleh pendanaan sampai dengan 15 juta rupiah untuk mengembangkan dan mengaplikasikan purwarupa penelitian mereka.

Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan dan Kerjasama Universitas Pertamina, Budi W. Soetjipto, Ph.D. mengungkap, kegiatan ini dilaksanakan untuk membangun budaya inovasi sejak dini.

“Di Universitas Pertamina, setiap mahasiswa wajib menyelesaikan mata kuliah Critical Thinking dan Creative Problem Solving sebagai upaya membentuk budaya inovasi. Ini yang ingin kita tularkan ke level lebih dini, di kalangan siswa SMA melalui FUN Research,” ungkapnya.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version