Strategi Jitu Agar Perusahaan Game Bisa Bersaing dengan Kompetitor Asing

Gamers sedang memainkan game online (Foto: Ilustrasi)

youngster.id - Perkembangan industri game di Asia Tenggara merupakan yang tercepat di dunia. Faktanya, meningkatnya penggunaan internet serta pendapatan rata-rata masyarakat merupakan dua faktor utama meningkatnya pertumbuhan industri game di kawasan ini.

Namun, hampir seluruh industri game di Asia Tenggara didominasi oleh perusahaan internasional. Hal ini disebabkan sebagian besar perusahaan game internasional memiliki pengalaman ekspansi yang lebih matang dan cadangan modal yang kuat.

Kerasnya persaingan di lingkungan ini membuat perusahaan game di Asia Tenggara sulit bertahan. Oleh karena itu, tim Tagtoo telah melakukan analisa mendalam dan menemukan tiga poin penting yang harus dilakukan perusahaan game lokal agar dapat bersaing dengan perusahaan asing.

Memenuhi Keinginan Gamers

Tren game dapat sewaktu-waktu berubah. Inilah mengapa developer game terus berlomba-lomba untuk menyajikan game yang dapat memenuhi dan menarik perhatian para gamers. Mulai dari membuat konsep yang unik sampai memilih judul yang catchy, namun semua ini tidak dapat menjamin kesuksesan sebuah game.

Sesungguhnya, tidak ada konten game yang bisa memenuhi keinginan para gamers di seluruh dunia. Bahkan, game yang sedang booming sekalipun juga dapat ditinggalkan para pemainnya secara perlahan. Alasan mengapa hal ini terjadi adalah karena developer game menargetkan kontennya kepada semua orang.

Perilaku pengguna dari setiap pangsa pasar pastinya memiliki ketertarikan dan perilaku yang berbeda terhadap suatu game. Jika pengembang game tidak membuat konten yang sesuai dengan minat di setiap pasar, maka gamers akan cepat bosan dan beralih kepada game lain dengan fitur yang lebih menarik.

Sebagai contoh, pengembang game dapat membuat game eksklusif terhadap setiap segmen yang berbeda daripada menargetkan sebuah game kepada pangsa pasar yang sangat luas.

Salah satu metrik yang tidak kalah penting tetapi juga sering diabaikan oleh developer game adalah tingkat retensi. Banyak gamers mengunduh sebuah game secara tidak sengaja dan bukan karena mereka menyukai game tersebut.

Inilah alasan mengapa developer game sebaiknya mengembangkan konten yang sesuai dengan pangsa pasar yang lebih spesifik. Penargetan pasar yang akurat tidak hanya meningkatkan daya saing game di pasar, namun juga dapat mendorong peningkatan pendapatan game melalui pembelian konten-konten eksklusif (in-app purchase) oleh para gamers.

Menambahkan Elemen E-sport

E-sport gaming (pertandingan game online) kini semakin menunjukkan potensinya di dunia. Dengan popularitas e-sportyang tumbuh pesat, banyak perusahaan game mengalami perkembangan yang cukup signifikan.

Contohnya Free Fire, sebuah game seluler yang dikembangkan oleh Garena pada tahun 2017. Free Fire diyakini dapat melanjutkan momentum pertumbuhannya di Asia Tenggara dengan menggelar kompetisi e-sport di Free Fire World Cup 2019 di Thailand, sebuah acara yang berhasil menarik hampir 300 ribu peserta.

Kualitas sebuah game adalah kunci penting dari mengembangkan e-sport yang sukses.Pengembang game juga harus dapat menjamin desain antarmuka yang user-friendly, desain game yang netral dan bebas bug. Selain itu, misi game yang mudah dipelajari tetapi sulit untuk dikuasai tentunya akan lebih menarik perhatian para gamer.

Selain memasang iklan digital, menyelenggarakan acara e-sport adalah salah satu pendekatan pemasaran yang efektif. Investasi seperti ini dapat meningkatkan kinerja penjualan dan jumlah pengguna.

Mengembangkan Model Berlangganan

Banyak pengembang game yang ingin mengambil bagian dari pasar game yang sedang bertumbuh dengan pesat. Namun, memonetisasi game tidaklah mudah.

Meskipun populasi gamer terus meningkat secara pesat di Asia Tenggara (terkecuali Singapura), namun pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU/average revenue per user) secara keseluruhan tidak memuaskan.

Sebagai contoh, menurut laporan perusahaan analisa pasar Newzoo, Indonesia berada di posisi kedua terendah dengan nilai ARPU hanya US$ 8,28 atau setara dengan Rp 117,572 (asumsi Rp 14.199 per USD). Sedangkan Singapura memiliki ARPU yang relatif tinggi yakni US$ 78,15. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia harus berusaha keras untuk dapat mencapai tingkat kematangan yang sama dengan pasar game di Singapura.

Dengan rendahnya nilai ARPU ini, maka konten dengan basis berlangganan akan semakin mudah ditemukan di Asia Tenggara.

Layaknya Netflix dan Spotify yang berhasil mempertahankan posisinya di kawasan Asia Tenggara, jenis konten berbasis langganan akan semakin diminati oleh masyarakat. Pengguna akan bersedia membayar sejumlah uang untuk mendapatkan konten yang lebih berkualitas. Hal ini tak terkecuali dapat diterapkan juga di bidang industri game

Pendapatan yang berasal dari model langganan ini dapat membantu perusahaan game untuk memperoleh aliran pendapatan yang lebih mudah diprediksi. Secara signifikan, cara ini tidak hanya menurunkan resiko peluncuran dan penerbitan game, tetapi juga memungkinkan perusahaan game untuk lebih fokus pada pengembangan produk tanpa mengorbankan kualitas game.

Edison Chen & Cindy Irawan dari Tagtoo.com

Exit mobile version