Teguh Riyanto : Bangun Bisnis Transportasi Untuk Para Nebenger

Teguh Riyanto, Cofounder & Chief Marketing Officer Tebengan (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Macet adalah permasalahan utama kaum urban. Hal ini akan susah dihindari, terutama buat kamu yang memang tinggal di kawasan perkotaan. Bahkan, sepertnya macet ini sudah menjadi konsumsi sehari-hari.

Inrix, perusahaan yang menganalisis kepadatan lalu lintas serta infrastruktur jalan menempatkan Indonesia dalam daftar 10 negara dengan skor tertinggi kemacetan lalu lintas terparah di dunia (tahun 2017). Indonesia menduduki posisi kedua, berada di bawah Thailand yang bertengger di posisi pertama.

Perhitungan ini didasarkan dari seberapa lama pengemudi menghabiskan waktu rata-rata di jalan raya selama jam sibuk. Pengemudi di Thailand menghabiskan waktu rata-rata 56 jam, sedangkan Indonesia 51 jam. Inrix juga mengungkap, pengemudi di Jakarta menghabiskan waktu rata-rata 63 jam di jam sibuk atau menempatkannya di posisi ke-17 kota terpadat di dunia.

Tak heran jika ada jargon, “tua di jalan”. Pasalnya, kemacetan tidak hanya menghabiskan waktu, tetapi juga menimbulkan bosan. Dari kebosanan inilah kadar stres masyarakat bisa meningkat. Untuk memberi solusi akan hal itu lahirlah platform Tebengan. Ya, aplikasi ini menghadirkan kembali konsep nebeng.

“Konsep nebeng sudah tidak asing lagi di Indonesia, terlebih di daerah yang sulit mendapatkan akses transportasi karena tidak ada angkot atau angkutan umum. Masyarakat terbiasa memberikan atau ikut nebeng bersama teman, tetangga bahkan orang yang tidak kenal sekalipun. Dari sinilah kami yakin Tebengan dapat diterima masyarakat dan menjadi solusi antar kota maupun dalam kota yang dapat diandalkan karena menawarkan konsep yang mengedepankan kebersamaan dan kekeluargaan,” terang Teguh Riyanto, Co-Founder & Chief Marketing Officer Tebengan, kepada youngster.id.

Menurut Teguh, platform Tebengan ini terinspirasi dari sikap gotong royong masyarakat Indonesia, termasuk dalam hal transportasi. Di sisi lain, mereka juga melihat banyak mobil dan motor yang lalu lalang dalam keadaan kosong alias hanya diisi satu orang penumpang. Padahal, ketika mobil ini bisa diisi oleh 4-5 orang penumpang otomatis juga bisa mengurangi kemacetan .

“Berangkat dari situ kami bikin aplikasi supaya mobil-mobil tersebut bisa penuh dan berpenghasilan. Nah, para pemilik mobil ini bisa mendaftar melalui marketplace kami,” ujar Teguh.

Konsep Tebengan adalah marketplace yang menjual kursi kosong dalam perjalanan. Mereka yang bergabung sebagai driver akan menuju suatu tempat atau akan menempuh sebuah rute perjalanan bisa menawarkan kursi kosong di kendaraan mereka. Sedangkan calon penumpang bisa mencari, memilih, dan melakukan pemesanan kursi kosong yang tersedia.

Teguh menjelaskan, sistem kemitraan Tebengan dengan driver berbeda dengan aplikasi ojek online. Di sini driver lebih bersifat independen karena bisa menentukan tarif perjalanannya sendiri. Sebagian besar driver yang ada di Tebengan memang sudah memiliki rute tetap yang biasanya pulang pergi kantor atau pulang ke kota asal di hari libur.

Driver tidak berorientasi untuk mencari untung ketika menentukan harga tarif yang ditawarkan kepada penumpang atau penebeng. Tarif yang ditawarkan biasanya lebih murah dan hanya digunakan untuk mengurangi ongkos perjalanan,” ungkap Teguh.

 

Komunitas dan Kultur

Tebengan ini dibangun oleh Teguh bersama rekannya William Widjaja (CEO) pada tahun 2017, dan kemudian diluncurkan pada Agustus 2018.

Teguh mengakui bahwa aplikasi ini terinspirasi dari komunitas nebengers yang sudah pernah ada di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, mereka juga berkaca pada pada Blablakar, platform yang terkenal di Jerman, tempat rekannya William berkuliah.

“Kebetulan secara kultur Indoensia masih kental semangat gotong royong, termasuk dalam hal memberi tumpangan jalan kepada orang yang searah. Makanya di sini kami buat aplikasi menemukan orang yang ingin berpergian searah antara driver dengan penumpangnya,” ungkap Teguh.

Alumni Universitas Indonesia ini yakin melalui konsep nebeng, aplikasi ini bisa terus dikembangkan dan diterima masyarakat karena dapat dinikmati dan dirasakan manfaatnya.

“Kami hadir terlebih untuk bisa menjangkau daerah yang sulit mendapatkan akses transportasi karena tidak ada angkutan umum. Kami yakin Tebengan dapat diterima masyarakat dan menjadi solusi antarkota maupun dalam kota yang dapat diandalkan karena menawarkan konsep yang mengedepankan kebersamaan dan kekeluargaan dengan harga yang lebih terjangkau,” ucapnya.

Saat ini, Tebengan punya rute perjalanan antarkota di daerah Jabodetabek. Tersedia juga rute perjalanan jauh seperti Jakarta-Yogyakarta, Jakarta-Semarang, Jakarta-Bandung dan rute-rute lainnya yang diaktiviasi sendiri oleh driver Tebengan.

“Awlanya rute perjalanan hanya menjangkau wilayah di Jabodetabek. Tetapi seiring berjalannya waktu, kami terus memperluas wilayah rute tersebut mulai dari Jakarta ke Yogyakarta, Jakarta-Bandung, Jakarta- Semarang dan beberapa rute yang sudah diaktivasi oleh driver yang tergabung di Tebengan,” ungkap Teguh.

Diklaim Teguh, sejak merilis aplikasi pada Agustus 2018 pihaknya sudah mendapatkan ribuan pengguna terdaftar dengan puluhan rute perjalanan yang tersedia. ”Saat ini Tebengan tengah fokus untuk menyempurnakan aplikasi sembari mendengarkan masukan dari pengguna dan komunitas Tebengan,” tegasnya.

 

Isu Keamanan

Isu terbesar yang dihadapi dalam konsep nebeng adalah keamanan. Teguh menegaskan, pihaknya sangat peduli akan hal itu dan terus melakukan antisipasi akan hal-hal yang tidak diinginkan dalam perjalanan, baik bagi penebeng atau pemberi tumpangan.

Untuk itu, lanjut Teguh, Tebengan menyiapkan mekanisme verifikasi email, nomor telepon, dan SIM/KTP, termasuk juga memperhatikan rating dan riwayat perjalanan. Fitur Tebengan lainnya adalah fitur chat dan integrasi dengan media sosial, sehingga driver bisa dengan cepat menyebarkan informasi perjalanan mereka.

“Segi keamanan tentunya menjadi konsen utama kami di sini. Dan, syaratnya sangat mudah, cukup upload KTP atau SIM asli, karena kami terintegrasi dengan sistemnya Disdukcapil. Jadi ketika user mau daftar di Tebengan, selain upload KTP, kami juga ngecek nomor induk kependudukanya terdaftar tidak di Disdukcapi. Kalau user tidak terdaftar, kami tidak dapat menerima orang tersebut. Misalkan mereka tidak terverifikasi, mereka tidak bisa mengikuti perjalanan orang lain,” ungkapnya.

Selain itu, Teguh juga mengatakan pihaknya berkaca dari pengalaman brand-brand besar, bahwa masih ada celah orang untuk berbuat jahat di situ dan tidak menutup kemungkinan bisa terjadi di Tebengan. “Tetapi kami di sini mencoba membuat langkah-langkah preventif. Jadi, ketika data mereka tidak dapat terverifikasi, otomatis mereka tidak dapat melakukan perjalanan. Secara tidak langsung cara itu akan memotong niat jahatnya. Jadi kami selalu menyarankan kepada pengemudi atau orderan itu, harus dilihat dulu ratingnya karena di aplikasi kami ada rating, yaitu rating perjalanan atau profil. Jadi bisa dilihat story atau perjalanan driver atau user, apakah secara performance bagus. Di situ bisa dilihat,” katanya lagi.

Teguh mengakui jika layanan Tebengan tidaklah sepopuler riding-share yang sudah ada selama ini. Bahkan, model bisnis yang diterapkan Tebengan untuk saat ini memang belum dapat di-monetize. Tetapi, keuntungan yang didapat dari aplikasi Tebengan adalah pemasukan dari beberapa iklan yang terpasang di platform ini. Komisi dari driver juga menjadi pemasukan tambahan.

“Benefit dan keuntungan yang kami terapkan di sini adalah dari iklan, dan komisi yang kami dapat dari driver. Tetapi kalau model bisnisnya secara baku memang belum ada yang dapat kami monetize untuk saat ini, kami masih terus mencari respon pasar. Tetapi model bisnisnya pasti tidak jauh dengan ojek online yang selama ini ada,” ungkap Teguh.

Namun, Teguh menolak jika mereka disebut sebagai penyedia layanan transportasi online. “Kami ini tidak mau disebut sebagai ojek online. Karena tentunya secara sistem kami berbeda. Pengemudi yang bermitra dengan kami tidak terikat kontrak kerja, pengemudi independen, masyarakat umum yang mau memberikan tebengan. Itu aja,” ungkap lelaki kelahiran Jakarta ini.

Teguh mengungkapkan, Tebengan menetapkan tarif perkilo meternya Rp 1200 untuk mobil dan Rp 700 sampai Rp 1000 untuk motor. “Untuk sekarang pembayaran itu jatuh ke driver dengan sistem pembayarannya cash. Kami memang belum bikin payment gateway atau digital wallet, tetapi ke depan kami akan bikin seperti itu juga,” ujarnya.

 

Teguh mengklaim user yang bergabugn dengan Tebengan sudah sekitar 4000 users, dengan pengguna aktif sekitar 1500 sampai 2000 users dan puluhan rute perjalanan yang tersedia. (Foto: Fahrtul Anwar/youngster.id)

 

Edukasi dan Monetize

Untuk membangun Tebengan ini para founder mengeluarkan modal awal sekitar Rp 1,5 milyar. Untuk itu, dengan memanfaatkan dana dari angel investor, Tebengan terus berupaya mengembangkan sistem yang berkualitas sambil mencari putaran pendanaan baru untuk membawa Tebengan ke tahap selanjutnya.

“Dalam sebulan dana yang kami keluarkan untuk keperluan bisnis ini bisa mencapai angka Rp 100 juta sampai Rp 200 juta untuk man power, produksi dan segala macamnya,” ujarnya.

Modal terutama ditujukan untuk mengembangkan aplikasi. Di sisi lain, sebagai perusahaan rintisan, Teguh mengakui memang tak mudah bagi platform Tebengan untuk merekrut talenta di bidang programmer dan IT. Hal itu terkait dengan dana, apalagi nilai dari para pemilik talenta di bidang IT yang profesional cukup besar.

“Untuk membangun tim developer, kami agak sulit. Bisnis ini memang konsep yang baru, dan kebetulan kami ini startup. Jadi kami mempekerjakan fresh graduate yang memang secara pengalaman dan ilmu masih baru, dan kami harus mengajarkan mereka terlebih dahulu,” paparnya.

Meski demikian, selama 2 tahun bisnis berjalan baik, dan belum ada komplain yang mereka dapatkan. Bagi Teguh, orang belum terbiasa dengan sistem tebengan dan mereka terbiasa dengan sistem ojek online. Jadi mereka harus pesan dari jauh-jauh hari, sebenarnya maksimal 2 jam sebelum keberangkatan harus pesan. “Karena orang yang memberikan tebengan itu kan terencana. Jadi sebagai penebeng harus disesuaikan dengan jadwalnya itu. Jadi kami masih mengedukasi mengenai tebengan itu, dan beda dengan ojek online,” ceritanya.

Selain itu, untuk menghadapi persaingan Teguh mengatakan, pihaknya terus menambahkan fitur-fitur baru yang mendukung layanan ini. “Kami terus mengembangkan fitur-fitur baru. Dulu, Gojek juga hanya transporasi saja, sekarang delivery dan lain-lain. Kami juga bisa seperti itu,” imbuhnya.

Sejak merilis aplikasi pada Februari  2018, Teguh mengklaim user yang bergabugn dengan Tebengan sudah sekitar 4000 users, dengan pengguna aktif sekitar 1500 sampai 2000 users dan puluhan rute perjalanan yang tersedia.

“Saat ini Tebengan tengah fokus untuk menyempurnakan aplikasi sembari mendengarkan masukan dari pengguna dan komunitas Tebengan. Kamu juga sedang fokus berdiskusi dengan beberapa investor yang dapat membantu mewujudkan mimpi kami untuk menjadi solusi transportasi antarkota dengan biaya yang hemat dan konsep yang lebih bersahabat,” pungkas Teguh.

 

======================================

Teguh Riyanto

========================================

 

FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia

Exit mobile version