youngster.id - Sebanyak 95 % pemimpin data global mengakui tidak memiliki visibilitas penuh terhadap proses pengambilan keputusan kecerdasan buatan (AI). Temuan tersebut terungkap dalam laporan “Global AI Confessions Report: Data Leaders Edition” yang dirilis oleh Dataiku, platform AI universal.
Laporan tersebut disusun berdasarkan survei yang dilakukan oleh The Harris Poll terhadap lebih dari 800 eksekutif senior bidang data, termasuk CIO dan CDO, di Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Uni Emirat Arab, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan.
Co-founder dan CEO Dataiku Florian Douetteau mengatakan bahwa tantangan utama implementasi AI saat ini terletak pada kepercayaan dan tata kelola.
“Temuan paling mengkhawatirkan dari laporan ini adalah perusahaan mempertaruhkan masa depan mereka pada sistem AI yang belum sepenuhnya dipercaya. Namun sebagian besar kegagalan AI disebabkan oleh hambatan yang dapat diatasi melalui peningkatan keterjelasan, keterlacakan, dan tata kelola yang kuat,” ujar Florian, Senin (15/12/2025).
Meski 86% responden menyatakan AI telah menjadi bagian dari operasional harian perusahaan, laporan ini mencatat masih adanya kekhawatiran signifikan terkait tata kelola, keterjelasan (explainability), dan kepercayaan terhadap sistem AI. Hanya 19% pemimpin data yang selalu meminta agen AI untuk menunjukkan proses pengambilan keputusan sebelum disetujui, sementara 52% mengaku menunda atau membatalkan implementasi agen AI tertentu karena keterbatasan penjelasan.
Laporan tersebut juga menyoroti tekanan besar yang dihadapi para pemimpin data. Sebanyak 46% responden menyebut CIO dan CDO paling sering menerima apresiasi atas keberhasilan inisiatif AI, namun 56% mengatakan mereka juga menjadi pihak yang paling mungkin disalahkan jika AI menyebabkan kerugian bisnis. Bahkan, 60% pemimpin data mengaku khawatir akan kehilangan pekerjaan jika AI gagal menunjukkan hasil nyata dalam dua tahun ke depan.
Dari sisi keandalan, kepercayaan terhadap hasil AI dinilai masih rapuh. Sebanyak 59% responden melaporkan bahwa halusinasi atau ketidakakuratan AI telah menimbulkan masalah bisnis dalam 12 bulan terakhir. Meski 82% percaya AI mampu melampaui kemampuan atasan mereka dalam analisis bisnis, 74% menyatakan akan kembali ke proses manual apabila tingkat kesalahan AI melebihi 6%. Selain itu, 89% responden menyebutkan setidaknya ada satu fungsi bisnis yang tidak akan pernah sepenuhnya mereka serahkan kepada AI.
Laporan ini juga menyoroti adanya kesenjangan pandangan antara pemimpin data dan jajaran CEO. Merujuk pada “Global AI Confessions Report: CEO Edition”, para CEO dinilai jauh lebih optimistis terhadap adopsi AI. Namun, hanya 39% pemimpin data yang menilai jajaran C-suite benar-benar memahami AI. Sebanyak 68% percaya eksekutif melebih-lebihkan tingkat akurasi AI, dan 73% menilai mereka meremehkan kompleksitas untuk mencapai reliabilitas AI sebelum masuk ke tahap produksi.
Kesenjangan tersebut dinilai menjadi salah satu faktor yang membuat banyak proyek AI terhenti di tahap proof-of-concept (POC) atau uji coba. Bahkan, 56% pemimpin data memperkirakan akan ada CEO yang kehilangan jabatannya pada 2026 akibat strategi AI yang gagal. (*AMBS)
