Tren Kapitalisasi Generatif AI Meningkat, Perlu Strategi Nasional Agar Indonesia Tidak Tertinggal

Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya Kominfo RI, Wijaya Kusumawardhana pada Diskusi Selular Business Forum. (Foto: stevywidia/youngster.id)

youngster.id - Tren kapitalisasi pasar global Generatif Artificial Intelligence (GenAI) ini menarik tingkat modal yang signifikan di semua segmen dari US$ 44 pada tahun 2020 menjadi US$ 16.300 pada tahun 2023. Sayangnya, penerapan GenAI di Indonesia masih tertinggal bahkan jika dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara atau ASEAN.

Indonesia berada di posisi keempat dengan overall index 61,03, di bawah Singapura (81,97), Malaysia (68,71) dan Thailand (63,03). Untuk mengejar ketertinggalan itu harus ada strategi nasional untuk penerapan GenAI di Indonesia.

Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya Kominfo RI, Wijaya Kusumawardhana yang mengatakan, GenAI akan menjadi alat bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain. Hal ini mengacu pada demografi Indonesia yang didominasi generasi muda.

“Apalagi negara kita ini memiliki generasi muda yang luar biasa banyak yakni 105 juta warga muda,” kata Wijaya dalam diskusi Selular Business Forum (SBF) Senin (9/9/2024) di Jakarta.

Wijaya memaparkan, diprediksi kontribusi AI pada pendapatan domestik bruto pada tahun 2030 nanti secara global US$13 triliun, sedang di ASEAN sebesar US$1 triliun. Sementara untuk Indonesia kontribusi AI akan mencapai US$366 miliar.

“Hal tersebut yang wajib dimanfaatkan para pelaku usaha tidak hanya di bidang teknologi tetapi juga industri lainnya,” katanya.

Sementara itu Deputy EVP Digital Technology and Platform Business, Telkom Indonesia, Ari Kurniawan mengatakan, harus ada aturan atau regulasi yang mengatur penggunaan AI di Indonesia.

“Jadi harus ada aturan terkait investasi, kompetisi hingga keberlangsungan bisnis AI. Aturan ini juga untuk mengukur dampak positif dan menghindari dampak negatif dari pemanfaatan AI,” ujarnya.

Menurut dia, strategi ini harus ada sasarannya. Seperti berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan. Selain itu, menumbuhkan ekosistem digital untuk kecerdasan buatan, menciptakan lingkungan kebijakan yang memungkinkan kecerdasan buatan, membangun kapasitas sumber daya manusia dan mempersiapkan diri menghadapi pasar tenaga kerja. “Perlu ada transformasi hingga kerjasama internasional untuk kecerdasan buatan yang dapat dipercaya,” ujar Ari.

Terkait aturan untuk pemanfaatan AI ini, Wijaya menjelaskan Kementerian Kominfo telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Kominfo. “Sudah ada Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial sebagai panduan pengembangan AI yang merupakan turunan dari UU ITE dan UU PDP,” katanya.

Di sisi lain, CEO Glair, William Lim mengatakan penerapan AI ini sudah banyak digunakan di berbagai bidang, seperti customer support, recruitment, training, hingga debt collector. “Paling populer tentu customer support karena 90% menggunakan AI. Bahkan untuk sekarang debt collector juga bisa digantikan AI karena  bisa menghubungi pelanggan atau nasabah secara langsung,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan Pimpinan Divisi IT Digital Platform & E-Channel Development M Surandra Pohan. Dia mengatakan banyak manfaat dari AI di dunia perbankan, seperti menentukan credit skoring nasabah atau calon nasabah, bisa juga untuk fraud detection atau mendeteksi kejahatan siber, hingga membantu percakapan dengan para nasabah.

“Strategi Bank DKI sendiri dalam AI yakni Business Planing, lalu melatih SDM, proses penerapan hingga akhirnya penerapan teknologinya,” tandasnya.

 

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version