Aplikasi Pembaca Cuaca dan Tanah Berkonsep Smart Farming

smart farming

Aplikasi smart farming 4.0 diterapkan di lahan pertanian. (Foto: istimewa)

youngster.id - Peneliti Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta mengembangkan aplikasi berkonsep smart farming 4.0. Ini adalah aplikasi berbasis teknologi sensor untuk membantu petani membaca kondisi cuaca dan tanah. Aplikasi dari peneliti UGM Yogyakarta bernama Automatic Weather Sensor (AWS) ini telah diterapkan di puluhan kabupaten Indonesia.

“Saat ini aplikasi itu sudah diterapkan di 22 kabupaten di seluruh Indonesia bekerja sama dengan kementerian dan lembaga, antara lain Bappenas, Kemenko Perekonomian, Kementan, Kominfo, Kemendesa, Bank Indonesia, BNI, BRI dan beberapa industri swasta,” kata Bayu Apri Nugroho penemu aplikasi itu yang juga Dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM dalam keterangan yang dilansir dari Humas UGM, Jumat (23/4/2021).

Dia mengatakan, aplikasi berkonsep smart farming 4.0 itu 2020 lalu berhasil menyabet juara pertama dari ajang yang digelar komunitas peneliti di Jerman, Hermes Award untuk kategori Startup. Selain itu, aplikasi ini juga telah menjadi aplikasi percontohan Asian Development Bank (ADB) melalui Bappenas untuk digitalisasi pertanian dengan pilot project di Pasaman Barat (Sumatera Barat) dan Sukabumi (Jawa Barat), dan tahun 2021 akan direplikasi ke 76 kabupaten.

Meski aplikasi itu telah diterapkan, Bayu mengatakan pengembangan-pengembangan masih terus dilakukan pihaknya bersama tim. Misalnya penambahan beberapa fitur, seperti chatbot (konsultasi pertanian dengan robot), voice command seperti Siri milik Apple, sehingga petani bisa bertanya langsung dengan suara tanpa melakukan pengetikan.

“Kami juga melakukan penyempurnaan identifikasi hama dan penyakit tanaman dengan Artificial Intelligence (AI) untuk berbagai komoditas,” katanya.

Saat ini dari aplikasi itu masih terbatas untuk lima komoditas pertanian, yakni padi, jagung, kedelai, cabai dan bawang merah. Penyempurnaan fitur KUT (Kredit Usaha Tani) dalam aplikasi itu juga bekerja sama dengan perbankan.

“Jadi harapannya nanti, petani apabila mengajukan kredit, langsung dari aplikasi dan terkoneksi dengan sistem di perbankan, sehingga bisa langsung dinilai dari sistem apakah disetujui atau tidak dan hasilnya bisa dicek di aplikasi,” katanya.

Pengembangan aplikasi juga membidik integrasinya dengan e-commerce pertanian. Dari aplikasi tersebut juga sudah disiapkan fitur e-commerce hasil pertanian, sehingga petani juga bisa menjual hasil panennya langsung dari aplikasi.

Aplikasi ini telah memenangkan penghargaan di Hannover Messe Jerman tahun 2020 lalu.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version