youngster.id - Dunia tengah gencar mendorong pengembangan mobil listrik, termasuk di Indonesia. Di sisi lain, kebutuhan baterai mobil listrik yang saat ini dikomersialkan masih dianggap tidak ramah lingkungan dan mahal. Berangkat dari permasalahan tersebut, Tim Neutrino dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) menggagas inovasi elektrolit padat baterai mobil listrik hasil ekstraksi bambu tali.
“Dengan mengganti ke elektrolit padat, risiko tersebut bisa diminimalkan karena kestabilan thermalnya lebih tinggi,” jelas Andyan Rafi Setopratama, Ketua Tim Neutrino, dikutip dari laman its.ac.id.
Mahasiswa Departemen Fisika ini mengungkapkan, baterai mobil listrik komersial apabila dibuang ke lingkungan akan menjadi limbah B3 (bahan berbahaya beracun). Hal itu dikarenakan masih menggunakan bahan sintetis seperti polietilena dan polipropilen. Bahan-bahan sintetis ini pun mahal harganya, sehingga harga dari baterai mobil listrik komersial juga tinggi. “Bahkan harga baterai mobil listrik Tesla setara dengan harga mobil Avanza,” ujar Rafi.
Tim Neutrino ini juga beranggotakan Phahul Zhemas Zul Nehan dan M Fatahillah Aqsa Laksana dari Departemen Fisika angkatan 2019. Mereka terinspirasi dari penelitian serupa yang dilakukan oleh tim Ndruru pada tahun 2019 yang menggunakan kulit kakao. Berbeda dengan tim Ndruru, elektrolit padat gagasan Tim Neutrino ini menggunakan bambu tali yang banyak dijumpai di Indonesia.
Pembuatan elektrolit padat ini dilakukan dalam lima tahap. Tahap pertama adalah menentukan kadar selulosa dan lignin yang terdapat dalam bambu tali. Dengan menggunakan metode Chesson-Data, ditemukan bahwa bambu tali mengandung 72 persen selulosa dan 5 persen lignin.
Kadar selulosa ini merupakan kadar tertinggi jika dibandingkan dengan penelitian serupa yang menggunakan bahan alam lainnya seperti kulit kakao, serat ampas tebu, dan tongkol jagung manis.
Kemudian dilanjutkan tahap ekstraksi kandungan selulosa dengan menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) yang menghasilkan bubuk selulosa. Selanjutnya adalah sintesis karboksimetil selulosa atau Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dengan penambahan asam monokloroasetat (MCA) dan isopropanol.
Tahap keempat adalah sintesis cairan ion yang akhirnya dicampur dengan bubuk CMC hingga menjadi biopolimer elektrolit padat. Sayangnya, menurut Rafi, penelitian ini masih sampai pada tahap ketiga karena waktu yang terbatas. Selain itu, material penting dalam penelitian seperti garam lithium perklorat juga mahal dan sulit ditemukan di Indonesia sehingga harus impor dari luar negeri.
Meskipun begitu, penelitian yang dikerjakan selama kurang lebih empat bulan ini telah berhasil mengantarkan Tim Neutrino meraih juara III dalam ajang Youth Idea Competition 2021 yang diselenggarakan oleh National Battery Research Institute. Tak hanya itu, artikel penelitian ini juga sedang dalam proses penerbitan di jurnal International Symposium and Physic Application.
Mahasiswa asal Jember ini berharap riset penelitian baterai terus berkembang, sehingga dapat menciptakan dimensi baterai mobil listrik yang kecil dengan kapasitas yang besar dan rendah biaya. “Karena biaya baterai jadi murah, mobil listrik tentunya juga bisa dipasarkan dengan harga terjangkau,” tutupnya optimistis.
STEVY WIDIA
Discussion about this post