youngster.id - Kesulitan para penyandang tunanetra untuk belajar menggugah tiga mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya untuk membuat Edu Braile. Ini merupakan hardware yang dikhususkan untuk memudahkan proses pembelajaran dasar bagi penyandang tunanetra.
Adalah Nida Amalia (Teknik Informatika), Rahmat Wahyu Bambang Ari (Teknik Mesin), dan Edi Hamid Saifullah (Teknik Elektro) yang tergabung dalam tim MOCO Warior. Nida menjelaskan, Edu Braille merupakan suatu hardware yang dikhususkan untuk memudahkan proses pembelajaran dasar bagi penyandang tunanetra.
“Alasan kami membuat alat ini karena braille yang selama ini ada sangat tebal sehingga sangat menyulitkan penderita tuna netra terutama anak-anak SD,” kata Nida Amalia dilansir laman its.ac.id Jumat (21/10/2016) di Surabaya.
Dengan desain yang sedemikian rupa, Nida mengungkapkan bahwa alat ini sangat ramah bagi tunanetra. Bahkan ia menilai Edu Braile lebih mudah dioperasikan dibandingkan dengan buku bacaan braille pada umumnya. “Bila buku braille yang manual, mereka harus mengenal dan dibacakan huruf alfabet. Baru mereka bisa memulai membaca dan harus membolak-balik bukunya. Namun dengan Edu Braille, mereka hanya meraba kemudian mengganti halamannya dengan menekan tombol next,” jelas Nida.
Selain itu Edu Braille memiliki dua fitur, yakni membaca dan berhitung. Pada fitur membaca, para penyandang akan diajarkan mengenal huruf alfabet dan mengeja. Tak hanya huruf alfabet, di sini mereka juga diajak belajar membaca huruf diftong dan huruf mati.
“Dalam alat ini ada fitur membaca atau berhitung kelas satu SD, termasuk penjumlahan dan pengurangan. Selain itu juga ada fitur untuk membaca Al Quran,” jelas Nida.
Rahmat menerangkan ada tujuh halaman dalam Edu Braille yang memakai konsep elekromagnetik tersebut. Dalam setiap blok ada enam huruf dan 72 relay per blok.
“Dalam alat ini juga ada suara yang akan membantu para penderita membaca. Selain itu pada toombol kiri dan kanan ada halaman, in, pindah mode, untuk mengganti ke suara,” katanya.
Rahmad mengungkapkan butuh waktu setahun untuk membuat alat ini, mulai dari pengembangan hingga proses akhir. Selain memudahkan bagi para pengguna, alat yang memerlukan proses pembuatan dan riset selama satu tahun ini juga memiliki harga yang terjangkau. “Sebelumnya telah ada alat serupa, akan tetapi harganya sangat mahal yakni 54 juta. Sedangkan alat kami hanya membutuhkan dua juta untuk menyelesaikannya,” ungkap mahasiswa Teknik Mesin ini.
Braille hardware karya mahasisa ITS tersebut nantinya akan berlaga dalam final dalam final Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (GemasTIK) ke-9 yang akan dilangsungkan pada tanggal 27-29 Oktober 2016 di Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, Depok.
ITS Surabaya berhasil meloloskan 14 tim dan jumlah tersebut memasukkan ITS pada peringkat dua perguruan tinggi terbanyak yang berhasil meloloskan peserta dalam final tersebut. Peringkat pertama diduduki oleh Universitas Indonesia sebagai tuan rumah dengan meloloskan sebanyak 19 tim. Perringkat ketiga dan empat diduduki oleh ITB (13 tim) dan UGM (12 tim).
Ketua Lembaga Pengembangan Pendidikan, Kemahasiswaan dan Hubungan Alumni (LP2KHA) ITS Dr Darmaji mengatakan, tahun ini sebanyak 119 tim dari 37 perguruan tinggi negeri dan swasta dinyatakan ke final oleh panitia pusat.
“Kami berharap ITS bisa memboyong beberapa penghargaan tertinggi. Dari 10 kategori lomba GemasTIK, ITS hanya tidak meloloskan pada dua kategori, yaitu animasi, dan keamanan jaringan dan sistem informasi,” jelasnya.
Darmaji menambahkan, dari 14 tim yang lolos ke final, sedikitnya ada lima sampai tujuh tim yang bisa diunggulkan, antara lain tim Quasy dan MOCO Warrior untuk kategori piranti cerdas dan embedded system; tim TRIOS untuk kategori desain UX; juga ada tim Fragment untuk kategori pengembangan aplikasi permainan.
“Target kami memang cukup tinggi, karena itu kami berharap mahasiswa bisa mempersiapkan diri lebih maksimal,” pungkasnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post