youngster.id - Banjir kerap menjadi masalah yang harus dihadapi setiap kali musim hujan tiba. Berangkat dari kegelisahan terhadap masalah banjir tersebut, tim mahasiswa Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan Geopore, inovasi teknologi yang dapat membantu meminimalisir terjadinya banjir.
Nama Geopore sendiri merupakan akronim dari Geopolimer Porous atau Jalan Berpori. Karya ini diciptakan sebagai alternatif dari paving block ataupun beton yang pada umumnya digunakan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Perbedaan sekaligus keunggulan yang dimiliki oleh Geopore dibandingkan beton pada umumnya terletak pada porinya.
“Pori yang terdapat pada GeoPore memungkinkan air untuk terserap ke dalam tanah sehingga air yang dilewatkan akan semakin sedikit. Dengan begitu, kita dapat meminimalisasi potensi terjadinya banjir”, ujar M Rizqi Abdullah, mahasiswa magister Teknik Fisika ITB yang menjadi salah satu peneliti Geopore yang dilansir Humas ITB baru-baru ini. Tim ini dikepalai oleh Prof. Bambang Sunendar Purwasasmita.
Rizqi menjelaskan, perbedaan lain antara GeoPore dan paving block komersial adalah bahan pembuatannya. Geopore dibuat dengan memanfaatkan fly-ash yang merupakan limbah batubara sebagai substituen bahan semen pada pembuatan paving block komersial. Selain itu, air dan pasir yang biasa dicampurkan dengan semen pada pembuatan paving block komersial diganti dengan aktivator dan batu kerikil berukuran kecil yang akan menciptakan pori pada GeoPore. “Aktivator tersebut merupakan campuran antara sodium silika dan sodium hidroksida,” terangnya.
GeoPore yang telah diciptakan ini berbasis Geopolimer. Keunggulannya antara lain berbahan lokal, membuat drainase lebih baik, biopori di sepanjang konstruksi, menyerap air dengan cepat. Kemampuan daya serap airnya yang tinggi yakni 1000 liter/m2 per menit, dan dapat dijadikan solusi mengatasi banjir. Saat ini GeoPore dapat diaplikasikan pada pembangunan trotoar, konstruksi jalan, halaman parkir, dan juga carport. Di ITB sendiri, GeoPore telah dipakai pada pembangunan Jalan G, di dalam kampus Ganesa ITB.
Tantangan yang saat ini dihadapi oleh tim peneliti GeoPore menurut Rizqi saat adalah mencari komposisi aktivator yang tepat agar kekuatan GeoPore bisa sama atau lebih baik daripada paving block komersial. Paving block komersial umumnya memiliki kekuatan 200 kg/cm2 (k200), sedangkan saat ini kekuatan GeoPore masih terbatas pada kisaran 150 kg/cm2 (k150).
“Awalnya pada tahun 2009, pembuatan GeoPore ini bekerja sama dengan BP2D Jawa Barat, terutama dalam hal pendanaan. Nah, pada tahun 2018 ini, kita mulai bekerja sama dengan Kemenristekdikti untuk penyempurnaan produk sebelum dikomersialkan,” ungkap Rizqi.
Lebih lanjut dia menerangkan, perkiraan harga jual GeoPore yang lebih tinggi daripada paving block komersial juga masih menjadi tantangan tersendiri untuk bisa disambut baik oleh masyarakat. Saat ini ia memperkirakan bahwa harga jual GeoPore sekitar 3500 rupiah perbuah. Harga tersebut lebih mahal 500 rupiah dibandingkan dengan paving block komersial pada umumnya.
GeoPore ini telah ditampilkan pada Pameran Karya ITB 2018 dalam rangka Peringatan Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia yang berlokasi di Aula Timur ITB, pada tanggal 4-5 Juli 2018. Ia berharap apabila proses penyempurnaan GeoPore berhasil dan dapat diproduksi secara massal, maka harga jual GeoPore dapat sama atau bahkan lebih murah daripada harga paving block komersial. “Dengan begitu, pasti akan lebih mudah diterima oleh masyarakat,” ujarnya.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post