youngster.id - Indonesia menjadi salah satu negara di dunia dengan tingkat polusi yang mengkhawatirkan. Peduli atas hal itu, tim mahasiswa Fakultas Teknik Lingkungan, Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi 10 November membuat alat pengukur polusi udara sederhana tapi akurat.
Tim perancang dan pengembang mengklaim alat ini memiliki tingkat akurasi alat ini mencapai hingga 90 persen. Alat ini juga mampu membedakan polutan berdasarkan dua jenis gas, yaitu karbon monoksida dan natrium oksida. Kedua gas tersebut akan ditampilkan pada alat pengukur kualitas udara tersebut, yang juga dapat diakses melalui situs via perangkat masyarakat.
“Sistem dari sistem prototipe alat pengukur yang kami buat ini berbeda dari sistem stasiun pemantau standar,” kata Arie Dipareza Syafei Kepala Lab Pengendalian Udara dalam keterangan resmi, Kamis (15/12/2016).
Sistem ini sensor, terang Arie, yang menangkap kualitas udara ini dengan prinsip kondukstansi. Jadi ketika sensor menangkap konsentrasi udara atau polutan, itu akan memiliki beda tegangan yang unitnya adalah mili volt. Perbedaan tegangan tersebut menjadi faktor yang diukur alat, untuk dibandingkan dengan alat ukur lain. Proses perbandingan tersebut, jelas Arie, disebutnya dan tim sebagai proses kalibrasi. Alat ini bertugas untuk mengubah tegangan dengan satuan mili volt menjadi part per million (ppm).
Saat ini tim dari Institut Teknologi 10 November tersebut telah menciptakan tiga prototipe, dan berencana untuk terus mengembangkan produk tersebut. Selain itu, Arie juga mengungkap rencana timnya untuk menawarkan produk karya mereka kepada pihak pemerintahan, baik daerah maupun kota, serta kepada industri.
Produk ini juga dihadirkan sebagai bentuk kontribusi tim mahasiswa kepada masyarakat untuk membantu mengurangi polusi. Setelah dipatenkan, Arie dan tim berencana untuk memasarkan alat ini dengan kisaran harga Rp80 juta hingga Rp100 juta.
Sebagai pembanding, alat pengukur kualitas udara yang saat ini telah terpasang di sejumlah kota besar dapat mencapai harga sebesar Rp600 juta. Sementara itu, untuk mendirikan satu stasiun pemantau udara dibutuhkan biaya dari Rp10 miliar hingga Rp20 miliar. Kehadiran produk ini akan membantu pemerintah dalam mendapatkan alat dengan kualitas serupa namun berharga lebih terjangkau.
STEVY WIDIA
Discussion about this post