youngster.id - Listrik merupakan kebutuhan dasar masyarakat dalam beraktivitas. Namun pasokan listrik belum merata di Indonesia. Kondisi ini menggugah mahasiswa Universitas Padjadjaran mengembangkan sistem pasokan listrik mandiri bernama Solahen.
Pengembang ide Solahen adalah mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yakni Andika Lipo Sumatara, Ronaldo Hadyanto Manik, Fadhulloh Nugraha Setiawan, dan Rhesa Setyo Santoso. Alat ini sederhana dengan menggunakan solar panel sebagai sumber energinya.
Menurut Lipo, sang penggagas ide, produk Solahen dibuat sesederhana mungkin agar dapat diaplikasikan langsung ke masyarakat, terutama di wilayah terpencil.
Ia menjelaskan, ide Solahen berawal dari pengalamannya saat mengikuti KKNM Unpad di Desa Mekarjaya, Kecamatan Mande, Cianjur, 2014 silam. Di desa tersebut, ada satu dusun dengan 66 kepala keluarga belum mendapatkan aliran listrik.
Sepulangnya dari KKN, Lipo kemudian berpikir solusi apa yang bisa dikembangkan agar masyarakat di daerah terpencil dapat mendapatkan listrik. Setelah beberapa kali pengembangan, Lipo kemudian menggunakan solar panel dan aki sebagai sumber energi untuk menghasilkan listrik di rumah.
Secara teknis, Solahen memanfaatkan energi matahari untuk dikonversi ke dalam solar panel. Energi kemudian disimpan dalam aki dan dialirkan ke dalam lampu-lampu rumah. Sistem dibuat sederhana agar masyarakat dapat melakukan instalasi dengan mudah, bahkan dapat dilakukan oleh kelompok usia apa saja.
Menurut Lipo, pengembangan Solahen diambil dari komponen yang banyak di pasaran. Meski minim inovasi produk, ia lebih mengutamakan komponen banyak di pasaran agar lebih mudah diinstalasi.
Untuk harga satu set Solahen cukup menghabiskan biaya 2 juta rupiah. Khusus, untuk program penjangkauan ke masyarakat terpencil, Lipo dan rekannya menggratiskan seluruh biaya pengadaan alat dan pemasangan instalasi.
“Kita memang targetkan masyarakat mendapat produk ini dengan gratis,” ucap Lipo yang dilansir laman Unpad belum lama ini.
Indonesia Terang
Produk ini kemudian dikembangkan lebih luas dengan nama Indonesia Terang sejak 2015. Berbeda dengan program Indonesia Terang milik pemerintah, program milik Lipo dan kawan-kawan sudah jauh diaplikasikan di masyarakat sejak 2014. Sampai saat ini sudah banyak wilayah yang dibantu oleh Lipo. Mulai dari pelosok Sumatera Barat, Riau, Maluku, Papua Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, hingga Kalimantan Timur.
Saat ini, Lipo tengah menjalankan pemasangan Solahen di lima desa di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Sebanyak 218 unit rumah di 5 Desa tersebut dipasangkan Solahen. Lipo menjelaskan, biaya instalasi Solahen di 5 desa tersebut murni mengandalkan anggaran dana desa (ADD).
Di lima desa tersebut, Solahen dipasangkan terdiri atas tiga unit, berkekuatan 20 watt pico (wp), 50 wp, dan 100 wp. Untuk solar panel berkekuatan 50 wp dan 100 wp, daya listrik yang dihasilkan bisa untuk konsumsi televisi.
Rupanya apa yang dilakukan Lipo dan rekan merupakan upaya yang diwujudkan dalam memberikan solusi ketersediaan listrik di wilayah terpencil. Dibandingkan aksi kritik ke pemerintah melalui demo-demo jalanan, Lipo lebih memilih melakukan kerja nyata dengan cara memberikan Solahen gratis kepada masyarakat terpencil.
Target Solahen sederhana, dapat menjangkau wilayah-wilayah yang belum teraliri listrik. Untuk itu, Lipo dan tim berusaha untuk mendapatkan hibah atau dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk melanjutkan program Solahen ke wilayah-wilayah selanjutnya. Pasalnya, selama ini mereka hanya mengandalkan dana-dana anggaran desa.
Lebih lanjut mahasiswa tingkat akhir tersebut menjelaskan, dana yang didapat oleh tim bukan hanya sekadar dikeluarkan untuk program instalasi saja. Tetapi, ada sebagian dana yang dimasukkan ke dalam kas sebagai modal untuk pemasangan di wilayah selanjutnya.
Mereka pun berharap, program Solahen ini dapat terus dijalankan dan diregenerasikan kepada adik kelas mereka. Program ini setidaknya berkontribusi dalam mewujudkan pemerataan listrik di Indonesia.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post