youngster.id - Pengolahan limbah domestik di Indonesia belum menjadi perhatian utama masyarakat. Padahal ini bakal menjadi masalah besar jika tidak dikelola dengan tepat. Berangkat dari hal tersebut, tim mahasiswa Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merancang sebuah instalasi pengolahan limbah air (IPAL) limbah domestik tanpa emisi (zero emission).
Tim bernama Grisse ini terdiri dari Ahmad Nailul Firdaus, Akhmad Zadhni Nashruddin, Diah Ayu Sentani, Ririn Triyanita dan Mas Den Rum. Ketua Tim yaitu Mas Den Rum menjelaskan bahwa IPAL yang dirancang timnya mampu mengolah limbah domestik sekaligus, baik jenis grey water maupun black water. Grey water adalah air limbah dari kegiatan rumah tangga nonkakus seperti memasak atau mencuci. Sedangkan black water adalah air limbah dari kegiatan kakus.
“Kami tidak hanya merancang pengolahan limbah, tetapi IPAL ini juga difungsikan sebagai media pemberdayaan masyarakat,” ungkap Den yang dilansir Humas ITS, Selasa (27/10/2020)
Dia memaparkan, pengolahan limbah pada IPAL rancangan timnya melibatkan beberapa tahap. Tahap pertama adalah menampung limbah. Dikatakan Deni, tahap ini bertujuan untuk mencampur black water dan grey water serta menstabilkan debit limbah ke tahap selanjutnya. Kemudian pengolahan dilanjutkan ke unit Integrated Anaerobic-Aerobic Sequencing Batch Reactor (IAASBR).
Sesuai namanya, Deni mengungkapkan bahwa pada unit ini terdapat mekanisme aerobik dan anaerobik. Menurut Deni, pengolahan limbah dengan dua mekanisme sekaligus ini lebih efektif. Pasalnya, jika diolah dengan mekanisme anaerobik saja, maka hasil pengolahan belum memenuhi baku mutu untuk dibuang ke badan air. “Sedangkan jika mekanisme aerobik saja kurang efektif di biaya,” tutur mahasiswi angkatan 2017 ini.
Setelah keluar dari unit ini, Deni menjelaskan bahwa air sudah memenuhi baku mutu air limbah untuk dibuang ke badan air. Namun, alih-alih melakukan hal tersebut, Deni bersama tim memutuskan untuk memanfaatkan air limbah yang dihasilkan. “Tidak hanya itu, kami memanfaatkan kembali semua emisi yang dihasilkan unit pengolahan limbah,” imbuhnya.
Deni menjabarkan, emisi tersebut adalah air pengolahan limbah, lumpur, dan gas metan. Tim melakukan disinfektasi pada air hasil pengolahan limbah untuk membunuh bakteri berbahaya. “Kemudian air ini kami tampung untuk menyiram tanaman dan mencuci kendaraan warga,” sebut mahasiswi berkacamata ini.
Emisi selanjutnya adalah lumpur. Deni memaparkan, unit pengolahan biologis seperti yang diusulkan umumnya menghasilkan lumpur sebagai hasil degradasi polutan. Maka, timnya memanfaatkan lumpur tersebut untuk pembuatan kompos. Bersama tim, Deni merancang sendiri drum-drum pengolahan kompos yang mudah dioperasikan. “Kami juga menambahkan daun-daun kering pada pembuatan kompos secara aerobik di drum tersebut,” ujarnya.
Rancangan pengolahan limbah air ini telah diterapkan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat di RT 19/RW 02, Kroman, Gresik. “Selain karena kami berasal dari Gresik, lokasi ini cocok sebab berada di tengah kota, padat penduduk, serta dekat dengan pesisir,” ungkapnya.
Tidak sia-sia, rancangan ini mampu meraih penghargaan Favorite Landscape kategori Limbah Domestik dalam ajang Lomba Desain IPAL 2020 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
STEVY WIDIA
Discussion about this post