15% Startup Berpotensi Gulung Tikar, Untuk Bertahan Butuh Model Bisnis Yang Tepat

keterampilan digital

Startup menjadi bisnis yang banyak disukai anak muda. (Foto: ilustrasi/istimewa)

youngster.id - Perusahaan rintisan (startup) masih menghadapi potensi gulung tikar hingga akhir 2021. Menurut data Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia sepanjang semester I/2021 terdapat 10%-15% startup yang menutup layanannya dikarenakan tidak dapat bertahan terhadap pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Startupranking jumlah startup di Indonesia hingga April 2021 mencapai 2.229 perusahaan. Dengan jumlah tersebut, maka Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai negara dengan jumlah perusahaan rintisan terbanyak di dunia.

Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Atsindo) Handito Joewono mengatakan, jumlah startup tidak menggambarkan maju atau tidaknya ekosistem terkait melainkan menggambarkan bahwa masih ada optimisme masyarakat untuk membangun perusahaan rintisan.

“Saya rasa melihat pengalaman tahun ini hingga semester I/2021, terdapat lebih dari 15% persen yang gulung tikar di Indonesia. Sehingga, mau tidak mau setiap pemain harus kembali ke model bisnis yang benar,” kata Handito dalam diskusi virtual Jumat (4/6/2021).

Dia mengartikan model bisnis yang tepat dan benar sebagai model bisnis yang tidak berpangku tangan pada investor atau modal ventura, tetapi harus memahami bagaimana bisnis dapat dijalankan dengan baik yaitu bagaimana proyeksi keuangan, pendapatan, dan biaya dapat menghadirkan profit.

“Ke depan tidak bisa lagi seperti ini, karena tidak hanya startup yang terancam banyak gulung tikar, tetapi investor pun banyak yang kewalahan untuk menyuntikan dana karena banyak pemain yang hanya mengandalkan dana dari pemodal,” sambung Handito.

Sebelumnya pada 2020, satu per satu startup mulai berguguran dan menutup layanan mereka secara permanen di Indonesia. Di antaranya adalah Airy, Sorabel, Stoqo, Eatsy, dan Hooq. Menurut Handito, pada kuartal III/2021, sektor dagang elektronik (e-commerce), teknologi kesehatan (healthtech), dan pariwisata dinilai memiliki tantangan besar untuk bisa terhindar dari fenomena gulung tikar.

“Meskipun sektor kesehatan tengah tumbuh, tetapi mulai mengarah ke konsolidasi kembali sehingga mereka akan menghadapi ancaman berat khususnya yang hanya mengandalkan pandemi Covid-19 sebagai stimulus bisnisnya. Kecuali, mereka yang bisa berinovasi untuk kebutuhan pascapandemi sehingga tidak hanya tergantung potensi musiman,” paparnya.

Dia melanjutkan jika ada momentum atau stimulus ekonomi yang membuat kondisi ekonomi Indonesia membaik, maka angka penurunan startup bisa ditambal dan bahkan tumbuh meskipun hanya satu digit.

Sementara itu, Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengatakan, konsolidasi, pivot bisnis, pengurangan jumlah karyawan menjadi opsi yang dapat ditempuh, khususnya sektor hospitality dan pariwisata.

“Masa pandemi menjadi momentum yang tepat bagi sektor terdampak untuk konsolidasi dan para karyawan maupun, rekan bisnis bahkan pendana mengerti dan memberikan keleluasaan untuk perusahaan melakukan konsolidasi tersebut,” ungkapnya.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version