AI Dongkrak Permintaan, Biaya Operasional Data Center Indonesia Naik 2–3 Kali Lipat

data center

AI Dongkrak Permintaan, Biaya Operasional Data Center Indonesia Naik 2–3 Kali Lipat (Foto: Ilustrasi)

youngster.id - Indonesia tetap diakui sebagai pasar strategis di Asia-Pasifik untuk industri data center, didorong oleh lonjakan permintaan fasilitas yang siap mendukung teknologi Kecerdasan Buatan (AI). Namun, laporan terbaru dari Turner & Townsend menyoroti tantangan signifikan berupa kenaikan biaya operasional dan kendala infrastruktur yang kini mengiringi pertumbuhan ini.

Laporan Data Centre Construction Cost Index 2025 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-20 biaya konstruksi data center secara global, dengan biaya sebesar Rp187.207 per watt. Angka ini membuat Jakarta tetap menarik dibandingkan dengan hub regional lain seperti Singapura (Rp257.681) dan Tokyo (Rp253.005).

Namun, pergeseran sektor menuju sistem berdensitas tinggi untuk AI telah mendorong biaya operasional dan desain di Indonesia menjadi 2–3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan data center tradisional. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan energi dan pendinginan yang jauh lebih besar, termasuk adopsi teknologi liquid cooling.

Sumit Mukherjee, Managing Director for Real Estate in Asia di Turner & Townsend, menegaskan posisi kunci Indonesia. Menurutnya, Indonesia, dengan karakteristik pertumbuhan tinggi, berlimpah sumber daya, dan semakin siap untuk AI, tetap menjadi pasar kunci di Asia Tenggara untuk pembangunan data centre.

“Meskipun peringkat biaya konstruksinya telah menurun, permintaan yang terus meningkat akan infrastruktur yang siap untuk AI memberikan tekanan signifikan pada struktur biaya dan kapasitas jaringan listrik yang ada,” ujar Mukherjee, dikutip Jum’at (7/11/2025).

Laporan tersebut mengidentifikasi ketersediaan daya dan kesiapan rantai pasok sebagai hambatan kritis: Hampir 48% responden global menyebut ketersediaan daya sebagai hambatan utama. Di Indonesia, meskipun pasokan listrik dinilai memadai, keterbatasan dalam transmisi tegangan tinggi menjadi tantangan signifikan.

Selain itu, sebanyak 83% ahli industri meyakini rantai pasok lokal belum siap sepenuhnya mendukung teknologi pendinginan canggih (liquid cooling) yang dibutuhkan data center AI berdensitas tinggi. Proyek besar yang memerlukan komponen khusus masih sangat bergantung pada pasokan internasional.

Paul Barry, Data Centres Sector Lead, North America di Turner & Townsend, menekankan bahwa developer harus beradaptasi cepat terhadap lanskap pasar yang berubah.

Developer dan operator harus beradaptasi dengan cepat terhadap lanskap pasar yang terus berubah. Data centre AI lebih canggih, lebih besar, dan oleh karena itu, lebih mahal. Mereka membutuhkan pasokan listrik yang lebih besar dan solusi pendinginan modern,” kata Barry.

Untuk mengatasi tantangan pasokan listrik, Barry menyarankan klien untuk lebih terbuka terhadap solusi desain off-grid. Sementara itu, Mukherjee menyarankan agar Indonesia terus berinvestasi dalam peningkatan infrastruktur agar tetap kompetitif dan memenuhi permintaan industri AI yang masif. (*AMBS)

Exit mobile version