youngster.id - Platform intelligence ancaman siber AwanPintar.id dalam laporannya bertajuk Indonesia Waspada: Ancaman Digital di Indonesia Semester 1 Tahun 2025, antara lain menyebutkan bahwa botnet Mirai merajalela pada Common Vulnerabilities & Exposures (CVE) dan Open Source Vulnerabilities (OSV).
Laporan dengan eksplisit mengungkapkan pergerakan lateral botnet Mirai dimana penyerang siber bergerak secara progresif dan tidak terdeteksi dalam jaringan, sehingga tanpa terduga memicu peningkatan aktivitas ancaman seiring peningkatan penggunaan perangkat IoT di Indonesia.
Yudhi Kukuh, founder AwanPintar.id mengatakan, CVE dan OSV adalah seperti pintu yang terbuka tanpa disadari di dalam sistem digital. Jika tidak segera ditutup, pintu itu bisa menjadi jalan bagi penyerang untuk masuk dan mengambil alih. Salah satu contoh paling nyata adalah botnet Mirai yang merupakan bagian dari serangan yang mengeksploitasi CVE.
“Secara keseluruhan, lanskap eksploitasi CVE & OSV menunjukkan bahwa penyerang sangat adaptif, terus mencari dan memanfaatkan setiap celah keamanan siber yang ada, baik yang lama maupun yang baru, untuk mendapatkan akses dan kontrol atas sistem. Organisasi harus tetap waspada dan proaktif dalam strategi manajemen kerentanan mereka.”
Pada Semester 1 2025, AwanPintar.id mendeteksi peningkatan signifikan aktivitas Mirai, yang menunjukkan bahwa perangkat IoT di Indonesia masih menjadi target empuk bagi pelaku kejahatan siber. Fenomena ini semakin relevan di tengah meningkatnya adopsi perangkat pintar oleh masyarakat Indonesia. Dengan jumlah pengguna internet yang terus bertambah, pertumbuhan IoT yang cepat, dan tren smart living yang makin populer, kerentanan terhadap serangan Mirai menjadi ancaman siber yang nyata bagi rumah tangga, bisnis, hingga infrastruktur publik.
Selain serangan terhadap celah keamanan CVE, OSV dan bangkitnya botnet Mirai, laporan AwanPintar.id® juga menemukan:
- Terjadi 133.439.209 serangan siber sepanjang Semester 1 tahun 2025, atau rata-rata 9 serangan per detik, 512 serangan per menit, 30.718 serangan per jam, atau 737.233 serangan per hari. Ekskalasi serangan ini turun 94,66 persen dari 2.499.486.085 serangan yang terjadi pada Semester 1 2024. Penurunan drastis ini sudah dimulai sejak November dan Desember 2024. Sebagai catatan, di tahun 2024 terdapat peristiwa besar di Indonesia, yaitu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
- Jenis serangan siber di paruh pertama 2025 didominasi oleh Generic Protocol Command Decode (68,37% naik dari 27,10% pada Semester 1 2024), yaitu serangan siber yang menggunakan teknik manipulasi atau mencampuradukan protokol jaringan. Salah satu teknik serangan seperti ini adalah DDoS yang memanfaatkan kelemahan untuk melumpuhkan atau mendapatkan hak akses.
- Pelaku kejahatan siber memanfaatkan berbagai teknik, mulai dari brute force hingga rekayasa sosial, untuk mendapatkan akses penuh secara tidak sah ke akun pengguna. Serangan terhadap port komputer juga menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Pelaku kejahatan siber secara aktif memindai dan mengeksploitasi port yang terbuka, membuka pintu bagi penyusupan dan eksfiltrasi data.
- Tiongkok menjadi negara penyumbang serangan siber terbesar ke Indonesia (12,87%) disusul Indonesia (9,19%), Amerika Serikat (9,07%), Turki (7,53%), dan India (7,4%). Menurunnya dominasi Amerika Serikat mengindikasikan adanya pergeseran geografis dalam sumber malware Hal ini mungkin terkait dengan pengembangan infrastruktur baru atau pergeseran fokus kelompok penjahat siber.
- Kontribusi serangan dari dalam Indonesia meningkat. Serangan dari dalam negeri menunjukkan peningkatan sebesar 2,35%, yang menegaskan adanya infrastruktur domestik yang terkompromi, seperti botnet atau server yang disalahgunakan di dalam negeri, yang kini juga menjadi sumber penting penyebaran malware. Tren ini menunjukkan bahwa isu keamanan siber bukan hanya soal serangan lintas negara, tetapi juga terkait lemahnya kesadaran digital di tingkat lokal.
- Kerinci muncul sebagai daerah penyerang teratas (16,69%) di Indonesia, lalu Jakarta (11,62%), Klaten (1,74%), Bandung (0,99%), dan Semarang (0,44%). Hal ini menunjukkan diversifikasi sumber serangan siber dari dalam negeri. Ancaman siber tidak lagi terkonsentrasi di pusat-pusat metropolitan dan ini menekankan pentingnya keamanan siber merata di seluruh wilayah, tidak hanya terpusat pada kota-kota besar.
- Spam dan malware, melonjak di awal, turun di akhir semester. Persentase email spam tinggi di awal 2025 (23,04%) namun turun di akhir semester 1 2025 (11,7%). Begitu pun malware yang berada di angka 43% di awal tahun, turun menjadi 22,82% pada Juni 2025. Tren ini bisa disebabkan oleh peluncuran kampanye spam atau malware skala besar di awal tahun, peningkatan jumlah botnet yang aktif, atau adaptasi penyerang terhadap celah keamanan baru.
Dengan jutaan data ancaman siber yang diproses setiap harinya melalui detektor yang tersebar di jaringan internet nasional, AwanPintar.id berperan sebagai garda depan dalam mendeteksi, menganalisis, dan menyebarkan intelligence siber di Indonesia. Laporan ini diharapkan tidak hanya menjadi referensi teknis bagi profesional IT, tetapi juga edukasi publik agar masyarakat lebih sadar akan pentingnya keamanan dan perlindungan digital.
“Temuan pada Semester 1 2025 mengingatkan kita bahwa ancaman siber di Indonesia semakin berlapis dan kompleks. Eksploitasi CVE & OSV ditambah dengan evolusi botnet Mirai yang menyasar perangkat IoT, menunjukkan bahwa kelemahan di dunia digital bisa datang dari mana saja, dari rumah tangga yang menggunakan perangkat pintar hingga perusahaan besar dengan sistem kritikal,” tutup Yudhi. (*AMBS)