youngster.id - Keamanan siber masih menjadi prioritas utama bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Ini terungkap dari laporan terbaru yang dirilis Palo Alto Networks, bertajuk State of Cybersecurity ASEAN 2023.
Laporan tersebut mengungkapkan lebih dari 53% perusahaan di Indonesia menyatakan bahwa keamanan siber menjadi topik yang kerap dibahas di tingkat dewan direksi setiap kuartal, dan menjadi agenda utama bagi sebagian besar dewan direksi. Hal ini menempatkan Indonesia di posisi tertinggi kedua di ASEAN setelah Filipina.
Hal tersebut menjadi alasan bagi 63% organisasi di Indonesia untuk meningkatkan anggaran mereka yang dialokasikan untuk keamanan siber pada tahun 2023. Terlebih lagi, sebanyak 30% organisasi di Indonesia mencatat peningkatan anggaran hingga lebih dari 50% untuk tahun 2023.
Jika dibandingkan dengan tahun 2022, peningkatan ini merupakan suatu tren yang sangat positif karena semakin banyak organisasi yang berupaya mendongkrak kemampuan menghadapi ancaman keamanan siber.
Salah satu faktor utama yang mendorong peningkatan anggaran keamanan siber adalah digitalisasi. Sebanyak 75% perusahaan di Indonesia mengalokasikan anggaran mereka di sektor tersebut, yang memposisikan Indonesia sebagai yang tertinggi di kawasan Asia Pasifik.
Steven Scheurmann, Regional Vice President untuk ASEAN di Palo Alto Networks mengatakan, keyakinan para perusahaan terhadap langkah-langkah pertahanan keamanan siber yang mereka lakukan menunjukkan bahwa perusahaan telah dan akan terus memperkuat ketahanan terhadap berbagai macam ancaman siber yang semakin berkembang. Di sisi lain, keyakinan tersebut perlu disertai dengan kewaspadaan.
“Pendekatan proaktif terhadap keamanan siber sangatlah dibutuhkan saat ini, sehingga membutuhkan peran aktif dari semua pihak di dalam organisasi,” kata Scheurmann, dikutip Kamis (21/9/2023).
Laporan itu menyebutkan, Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan ASEAN dengan jumlah serangan gangguan keamanan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Pasifik (23%).
Selain itu, organisasi di Indonesia juga unggul dalam hal strategi keamanan operational technology (OT) dan internet of things (IoT) di ASEAN (54%). Hal ini sangatlah penting mengingat betapa rentannya kondisi dari berbagai layanan penting/sektor publik/infrastruktur penting di Indonesia.
Tetapi, laporan itu menyebutkan baru-baru ini diidentifikasi tiga jenis tantangan keamanan siber yang paling sering dihadapi oleh perusahaan dan organisasi di Indonesia. Pertama, pPeningkatan aktivitas transaksi digital yang melibatkan pihak ketiga (58%). Kedua, ancaman dari perangkat IoT yang tidak terpantau (49%). Ketiga, ketergantungan pada layanan dan aplikasi yang berbasis cloud (48%),
Selain itu, laporan ini juga menyoroti bagaimana bisnis dengan skala besar di Indonesia mengalami peningkatan risiko keamanan dari perangkat IoT yang tidak aman dan risiko yang timbul akibat meningkatnya penggunaan layanan berbasis cloud.
Adi Rusli, Country Manager, Palo Alto Networks Indonesia menambahkan, pelaku kejahatan siber terus mengembangkan strategi penyerangan mereka, sementara sejumlah besar UKM masih menganggap keamanan siber sebagai suatu tindakan yang bersifat jangka pendek. Hal ini menjadi alasan bagi mayoritas pelaku UKM tidak memperbarui kemampuan keamanan mereka untuk mengimbangi serangan kejahatan siber.
Padahal, lanjut Adi, banyak UKM di ASEAN, termasuk Indonesia, yang berperan penting untuk menopang perekonomian negara.
“Sehingga, sangatlah penting bagi mereka untuk senantiasa memperbarui kemampuan sistem keamanannya, diiringi dengan strategi penanggulangan insiden yang dapat ditindaklanjuti, sebagai langkah awal untuk memperbaiki strategi keamanan,” ujar Adi. (*AMBS)