Populix dan KitaLulus: 80% Pekerja Nilai Proses PHK Masih Tidak Manusiawi

pemutusan hubungan kerja (PHK)

Populix dan KitaLulus: 80% Pekerja Nilai Proses PHK Masih Tidak Manusiawi (Foto: Ilustrasi)

youngster.id - Populix bersama platform pencarian kerja KitaLulus merilis laporan Studi Persepsi dan Tantangan Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja yang mengungkap rendahnya rasa aman pekerja terhadap proses pemutusan hubungan kerja (PHK). Studi tersebut menunjukkan 80% pekerja masih menilai proses PHK di Indonesia dilakukan secara tidak manusiawi dan belum memberikan ruang empati bagi pekerja yang terdampak.

Co-Founder KitaLulus, Stevien Jimmy, menekankan pentingnya aspek kemanusiaan dalam proses PHK.

“PHK mungkin tidak terelakkan dalam situasi tertentu, tetapi dampaknya pada manusia jauh lebih besar dari sekadar administrasi. Cara kita menyampaikan kabar buruk tetap dapat memberi ruang aman bagi mereka yang terdampak,” ujar Stevien, Kamis (27/11/2025).

Survei dilakukan secara daring melalui situs KitaLulus pada 15 Oktober–7 November 2025, melibatkan 945 pekerja dan pencari kerja serta 74 praktisi HR. Dari responden pekerja, 62,2% pernah mengalami PHK dan 20,6% memiliki keluarga atau kolega yang terdampak PHK. Hasil studi memperlihatkan persepsi bahwa proses PHK masih dipandang tidak transparan, tidak adil, dan tidak mempertimbangkan kondisi serta kontribusi pekerja.

Vivi Zabkie, Policy & Society Research Director Populix, menilai kecemasan pekerja terhadap PHK semakin meningkat.

“Tak hanya itu, 82% pekerja juga merasa rentan terhadap risiko PHK. Mereka merasa dukungan manajemen dalam menjaga kelangsungan pekerjaan dan menjamin kesejahteraan karyawan masih lemah,” kata Vivi.

Studi tersebut juga mencatat adanya perbedaan persepsi antara pekerja dan praktisi HR terkait alasan PHK, kepatuhan terhadap regulasi, komunikasi selama proses PHK, hingga dukungan pasca-PHK. Kementerian Ketenagakerjaan turut menyoroti angka perselisihan hubungan industrial yang masih tinggi.

Plt. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Kemnaker, Imelda Savitri, menyebutkan bahwa hingga 31 Oktober 2025 terdapat 2.684 kasus perselisihan hubungan industrial, di mana 1.921 kasus atau 71,57% di antaranya merupakan perselisihan PHK.

“Dalam proses PHK sering terjadi perbedaan pandangan antara perusahaan dan pekerja. Karena itu, kami mendorong dialog serta kepatuhan pada ketentuan ketenagakerjaan agar proses PHK lebih adil dan humanis,” ujar Imelda.

Laporan tersebut menemukan bahwa selain pesangon, dukungan mencari pekerjaan baru menjadi bantuan yang paling diharapkan oleh pekerja terdampak. Koordinator Pengembangan Kemitraan dan Jejaring Pasar Kerja Kemnaker, Sigit Ary Prasetyo, menjelaskan upaya pemerintah melalui Pusat Pasar Kerja.

Menurut Sigit, Pusat Pasar Kerja menjadi layanan terpadu untuk mempertemukan pencari kerja dan pemberi kerja. Selain itu, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan layanan informasi pasar kerja bagi pekerja terdampak PHK.

 

Temuan Populix dan KitaLulus ini menyoroti perlunya perusahaan memperkuat empati, transparansi, dan dukungan pasca-PHK di tengah meningkatnya kekhawatiran pekerja terhadap keamanan kerja. (*AMBS)

Exit mobile version