RELEX: AI dan ML Belum Jadi Prioritas Investasi oleh Perusahaan

Artificial Intelligence

5 Tren Teknologi RELEX: AI dan ML Belum Jadi Prioritas Investasi oleh Perusahaan (Foto: ilustrasi)

youngster.id - Ternyata artificial intelligence (AI) dan machine learning (ML) belum menjadi prioritas perusahaan dalam investasi teknologi secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mungkin meremehkan peran AI dalam mengatasi volatilitas permintaan konsumen.

Hal itu terungkap dari studi RELEX Solutions bertajuk RELEX State of Supply Chain 2024: Retail and CPG Dynamics. Laporan itu mengungkapkan bahwa meskipun 57% peritel dan perusahaan CPG berencana untuk berinvestasi dalam artificial intelligence (AI) prediktif dan generatif dalam kurun waktu 3–5 tahun ke depan, AI dan machine learning (ML) hanya menempati peringkat ke-lima dalam hal prioritas pengeluaran teknologi secara keseluruhan.

Investasi untuk Ai dan ML akan dilakukan setelah (1) peningkatan kemampuan e-commerce, (2) peningkatan manajemen inventaris, (3) peramalan permintaan, dan (4) peningkatan analisis data.

Secara keseluruhan, responden menilai volatilitas permintaan konsumen yang berubah dengan cepat (55%), fenomena dan disrupsi global (50%), dan ketidakakuratan dalam memahami kebutuhan spesifik pelanggan (43%), sebagai ancaman terbesar dalam meningkatkan efisiensi dan akurasi rantai pasokan hingga tiga tahun mendatang.

Tercatat 94% responden juga menyatakan bahwa mereka telah terdampak oleh konten media sosial yang bersifat mempengaruhi maupun konten yang mendorong orang untuk tidak membeli atau menggunakan sesuatu produk selama 12–24 bulan terakhir—yang menandakan bahwa mengantisipasi dan mengamati lonjakan permintaan di seluruh saluran akan menjadi hal yang krusial untuk meraih kesuksesan.

Laurence Brenig-Jones, VP of Strategy & Marketing, RELEX Solutions, mengatakan bahwa industri ritel dan CPG terus menghadapi tantangan global yang kompleks yang membutuhkan solusi yang dapat ditindaklanjuti untuk memprediksi, mengantisipasi, dan mengelola permintaan konsumen secara akurat.

Menurutnya, agar dapat bertahan dalam situasi saat ini, perusahaan perlu mengubah pendekatan mereka terhadap manajemen rantai pasokan dari yang semula terpisah-pisah menjadi lebih terintegrasi, menggunakan teknologi baru seperti AI dan ML, serta mengembangkan budaya kolaborasi dan kesigapan.

“Perusahaan yang mampu bertahan dan fleksibel, memahami dan merespons tantangan dan peluang secara real time, serta terus menyesuaikan strategi mereka dalam menghadapi perubahan dapat memaksimalkan keuntungan mereka. Dengan pola pikir, sarana, dan mitra yang tepat, para peritel dan CPG dapat membangun sebuah rantai pasokan berjangka panjang serta membuka tingkat pertumbuhan dan profitabilitas yang lebih tinggi,” kata Laurence, Rabu (24/4/2024).

Laporan itu menyebutkan Tiga hal teratas yang paling penting bagi para peritel untuk mengelola permintaan konsumen dan tingkat inventaris adalah visibilitas inventaris secara real-time (45%), kepekaan terhadap permintaan konsumen (45%), dan alat pengoptimalan persediaan (43%).

Sebanyak 59% responden tengah mengembangkan opsi omnichannel pada beberapa lokasi untuk beradaptasi dan mengakomodasi pergeseran preferensi layanan pengiriman barang ke konsumen.  Dan, lebih dari separuh (53%) responden menyatakan rencana mereka untuk memperluas opsi pemasok/sumber pasokan untuk menambah sourcing redundancy guna mendiversifikasi dan memitigasi risiko yang berkaitan dengan hambatan. (*AMBS)

 

Exit mobile version