youngster.id - Proporsi biaya logistik di Indonesia mencapai 25 % dari GDP Indonesia. Angka tersebut, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju. Untuk itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mendorong pengembangan aplikasi untuk logistik guna meningkatkan efisiensi dan mengurangi ekonomi biaya tinggi.
Rudiantara mengatakan, saat ini logistik menjadi salah satu isu ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Apalagi proporsi biaya logistik di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju. Bahkan negara tetangga Malaysia kini berada di angka belasan persen. Hal ini menunjukkan logistik masih belum efisien.
Ia mengasumsikan misalnya GDP di Indonesia sekitar 900 miliar dolar AS, maka biaya logistik sendiri bisa mencapai 200 miliar dolar. Jumlah yang besar dalam GDP.
“Kalau negara-negara yang baik itu, tidak lebih dari 15 % , antara 11 -15 %,” kata Menkominfo
dalam acara peresmian platform aplikasi untuk logistik, cargo centrals, Rabu (26/10/2016) di Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta.
Menurut dia kinerja logistik Indonesia saat ini juga tercermin dari Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Index/LPI) yang mengalami penurunan. Bila pada 2014, secara kumulatif, Indonesia berada di skor angka 3,08, maka pada 2016 turun menjadi 2,98. Hal ini juga menurunkan peringkat dari 53 menjadi 63.
Memang, kata Rudiantara, pemerintah terus berpacu melaksanakan pembangunan infrastruktur transportasi, baik jalan raya, pelabuhan, bandara, tol laut serta sarana infrastruktur lainnya. Begitu pula dengan upaya pemberantasan pungli di berbagai instansi.
Hal inilah yang, menurut menteri, dapat menjadi perhatian bagi para pengembang aplikasi. Melalui aplikasi yang tepat, maka biaya logistik dapat diturunkan, berbagai biaya yang tidak perlu dapat dihilangkan baik pungli maupun calo karena transparan.
Untuk itu, ia pun mengapresiasi adanya aplikasi cargo centrals yang memfokuskan pada masalah logistik. Ia berharap muncul banyak aplikasi terkait hal ini, sehingga logistik menjadi lebih efisien.
“Ini luar biasa, jangan hanya satu cargo centrals, tapi bikin aplikasi-aplikasi yang sejenis, untuk mengaddress (mengurai) miliaran dolar potensi bisnis di situ,” katanya.
Sementara itu, salah satu Pendiri yang juga Chief Operating Officer Cargo Centrals Ferry Noorsuardi mengatakan, aplikasi platform cargo centrals saat ini diharapkan dapat memenuhi layanan logistik bagi semua kalangan di masyarakat. Melalui layanan tersebut, menurut dia, maka masayarakat dapat melihat secara langsung harga airline dan memilih sendiri airline pengiriman barang.
“Kami targetkan ada di 34 provinsi pada kuartal I 2017,” katanya. saat memberikan pemaparan di Kementerian Kominfo.
Saat ini, sudah ada ada sepuluh bandara yang telah digunakan untuk pengiriman barang yaitu di Bandara Soekarno Hatta (Cengkareng), Husein Sastranegara (Bandung), Kuala Namu (Medan), Sultan Aji Muhammad (Balikpapan), Sultan Hasanuddin (Makassar), Sam Ratulangi (Manado), Ngurah Rai (Bali), Sentani (Papua), Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru).
STEVY WIDIA