youngster.id - Amazon Web Service (AWS), bekerjasama dengan World Wildlife Fund for Nature (WWF) Indonesia untuk menyelamatkan orang utang di Indonesia dari kepunahan. Dengan teknologi machine learning upaya konservasi biodiversitas di Indonesia dapat lebih mudah.
Populasi primata tingkat tinggi di Indonesia dan Malaysia saat ini terancam oleh aktivitas manusia yang telah menerobos ke habitat kehidupan mereka, seperti perburuan liar, perusakan habitat, serta perdagangan satwa liar yang dilindungi.
“Mendukung pemberdayaan organisasi-organisasi nirlaba, melalui pemanfaatan teknologi Cloud dalam membangun dunia yang lebih baik merupakan salah satu prioritas yang menjadi misi AWS,” kata Peter Moore, Regional Managing Director for Asia Pacific and Japan dalam keterangannya, Sabtu (7/6/2020).
Berkat teknologi yang dimiliki anak perusahaan dari Amazon.com ini, WWF Indonesia bisa mengumpulkan foto secara otomatis dari tiap-tiap ponsel pintar maupun kamera-kamera yang diaktifkan oleh gerakan yang dipasang di setiap basecamp. Foto-foto tersebut kemudian bisa diunggah ke Amazon Simple Storage Service (Amazon S3) untuk keperluan analisis.
Dengan teknologi AWS, WWF-Indonesia bisa memangkas waktu begitu signifikan untuk tiap-tiap proses analisis, dari yang sebelumnya memakan waktu hingga tiga hari, kini untuk menuntaskan proses tersebut hanya dibutuhkan waktu kurang dari sepuluh menit saja.
“Teknologi ini sangat membantu, terlebih dengan jumlah ahli konservasi yang terbatas seperti situasi saat ini. Dengan demikian, kami dapat mengalokasikan sumber daya yang ada secara lebih optimal untuk meningkatkan upaya pemantauan dan berinvestasi lebih untuk upaya-upaya konservasi,” kata Aria Nagasastra, Finance and Technology Director WWF Indonesia.
Penggunaan teknologi lainnya, seperti Amazon SageMaker, membuat layanan machine learning yang terkelola sepenuhnya, dapat mendukung saintis data untuk dilakukan pengembangan, pengujian, dan penggelaran beragam model machine learning secara cepat dan mudah dalam skala besar.
Selanjutnya, tambah Aria, WWF Indonesia juga berencana untuk eksplorasi lebih lanjut pemanfaatan layanan machine learning lainnya. Salah satunya Amazon Rekognition, sebuah layanan imaji dan gambar untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi pada proses identifikasi, serta pelacakan populasi-populasi orang utan yang ada.
“Dari informasi WWF internasional, teknologi serupa belum ada di negara lain. Saat ini (teknologi di negara lain) baru ada pemantauan spesies, belum sampai individu,” papar Aria.
Populasi orang utan di Indonesia dan Malaysia saat ini terancam oleh aktivitas manusia yang telah menerobos ke kehidupan mereka. Seperti perburuan liar, perusakan habitat, serta perdagangan satwa liar yang dilindungi. Bahkan populasi orang utan di Kalimantan saat ini berkurang hingga lebih dari 50% dalam kurun waktu 60 tahun terakhir. Habitat mereka juga mengalami penurunan jumlahnya hingga 55% dalam kurun waktu 20 tahun belakangan.
Sejak 2005, WWF Indonesia telah melakukan assessment terhadap kesehatan populasi orang utan. Organisasi juga telah membangun konservasi habitat orang utan seluas 568.700 hektar di Taman Nasional Sebangau, di Kalimantan Tengah.
STEVY WIDIA