Bagaimana Tren Pendanaan Startup di Tahun 2017?

Diskusi Venture Capital di Asia Tenggara di panggung utama Tech In Asia Jakarta 2016. (Foto: Stevy Widia/Youngsters.id)

youngster.id - Di tahun 2016 ini, dunia startup tanah air mendapat banyak pendanaan. Mulai dari investasi untuk startup tahap awal (early stage), hingga dana segar sebesar US$550 juta (sekitar Rp7,3 triliun). Akankan tren positif ini akan terus berlanjut di tahun 2017?

Sejumlah stakeholder ventura capital Dalam diskusi VC in SEA: What to expect in 2017 pada konferensi Tech in Asia Jakarta 2016, mengungkapkan potensi pendanaan bagi startup di Indonesia masih besar.

CEO dari Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, dana segar akan tetap mengalir ke tanah air pada tahun 2017 mendatang. “Indonesia masih mempunyai potensi yang besar bila melihat jumlah populasi yang besar, serta Gross Domestic Product (GDP) dan daya beli masyarakat yang terus bertumbuh,” jelas Eddi.

Menurut dia, pendanaan untuk startup yang didominasi oleh VC, merupakan sebuah hal yang baru di Indonesia. Dan, menurut Andi, banyak VC di tanah air yang membutuhkan edukasi terkait bisnis ini, seperti cara melakukan exit yang baik, serta bagaimana model yang baik dalam menganalisis sebuah startup.

Sementara Managing Partner dari Ideosource Andi Boediman mengatakan, tren pendanaan akan lebih mengarah ke startup di tahap akhir (late stage). “Oleh karena itu, saya menyarankan para founder startup untuk tidak lagi menghadirkan solusi yang telah ada saat ini. Terlebih lagi apabila sudah ada pemain besar yang menguasai pasar tersebut,” tutur Andi.

Sedang Plern Tee Suraphongchai, Partner di Venturra Capital, mengatakan bahwa venture capital (VC) bakal lebih selektif dalam menyuntikkan dananya. Menurut Tee, ada beberapa VC yang telah melakukan koreksi dari valuasi startup portofolio mereka di awal tahun 2016 yang lalu. “Para VC kini lebih memilih startup dengan bisnis yang baik, bukan startup yang hanya bisa membakar uang,” jelas Tee.

Menurut dia, baik VC maupun Limited Partner (LP) yang berinvestasi pada VC tersebut harus benar-benar memahami bagaimana sebenarnya model bisnis yang baik ketika mendanai startup. “Kita harus mengerti bagaimana bisa tetap mendapat keuntungan, namun tidak terlalu serakah hingga berpotensi mengganggu kelangsungan bisnis startup tersebut,” pungkas Tee.

Disisi lain, Eddi menjelaskan kalau tahun 2017 akan ada lebih banyak aturan terkait dunia startup di tanah air. “Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga Kementerian Perdagangan, sudah mulai mengejar ketertinggalan mereka dengan membuat beberapa aturan,” tutur Eddi.

Aturan tersebut, menurut dia, nantinya akan mengatur berbagai aspek mulai dari izin hingga pendanaan, serta menjangkau semua bidang seperti e-commerce dan fintech.

Sedang menurut Tee beberapa negara di Asia Tenggara memang masih “tertinggal” dalam hal aturan. Singapura mungkin bisa menjadi contoh yang baik karena menurutnya di sana sudah ada aturan yang jelas terkait bisnis startup. Namun Tee menyatakan kalau dirinya selalu mendorong para founder startup untuk mematuhi aturan tempat mereka beroperasi.

“Pemerintah berbagai negara, termasuk di Indonesia, saat ini sudah mulai membuka dialog dengan para pemain startup. Namun saya mengerti kalau mereka juga tetap harus berhati-hati agar stabilitas yang selama ini terjaga tidak terganggu dengan kehadiran berbagai startup,” ujar Tee.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version