youngster.id - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memperketat pengawasan terhadap e-commerce. Hal ini untuk mengantisipasi masuknya narkotika dan obat berbahaya dan ilegal ke Indonesia melalui jasa pengiriman atau pos.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Harry Mulya mengatakan, ada fenomena pengiriman narkotika dan obat-obat berbahaya serta ilegal melalui jasa pengiriman barang secara online atau e-commerce. Dia mencontohkan untuk narkoba, tidak jarang para terpidana atau tersangka yang berada di penjara melakukan pemesanan barang haram tersebut secara online dan dikirim melalui kantor pos.“Setelah barang datang, ada orang yang mengambil barang itu dan mengantarkan ke tahanan,” ujarnya dilansir Antara baru-baru ini.
Sementara untuk obat-obat dan kosmetik ilegal yang jumlahnya sedikit dan dikirim melalui jasa pos, pihaknya mengalami kesulitan untuk melakukan penyitaan seketika karena Badan Pengawas Obat dan Makanan (BP POM) tidak menempatkan petugas di Kantor Pos untuk memastikan apakah obat atau kosmetik yang dibeli secara online dan dikirim melalui jasa pos itu berbahaya atau tidak.
“Kalau ada keterangan bahwa barang itu berbahaya maka kami akan menahan barang itu. Jadi ada kendalanya di situ,” tambahnya.
Sejauh ini pihaknya telah bekerja sama dengan PT Pos Indonesia untuk melakukan pengecekan barang-barang pos menggunakan teknologi x-ray. Ke depan, pihaknya bakal lebih aktif lagi melakukan kerja sama pertukaran informasi dengan negara asal barang untuk sebagai bentuk antisipasi secara dini.
Adapun negara-negara yang bakal digandeng tersebut seperti Korea Selatan, Singapura dan beberapa negara Eropa seperti Belandan dan Inggris. Pasalnya frekeunsi pengiriman barang dari negara-negara tersebut tergolong tinggi.
Akhir pekan lalu, DJBC turut memusnahkan barang-barang ilegal hasil penindakan Bea Cukai dan Kantor Pos Pasar Baru Jakarta periode 2015 hingga 2016. Diantaranya berupa produk kosmetik, berbagai macam suplemen dan obat-obatan, alat bantu seks dan barang-barang mengandung unsur pornografi. Selain itu juga ada, telepon selular, minuman keras, pakaian, serta rokok ilegal. Semua berjumlah 6.033 jenis barang senilai Rp 138 juta.
STEVY WIDIA
Discussion about this post