youngster.id - Tak bisa dipungkiri, di masa sekarang masyarakat jadi semakin peduli akan gaya hidup sehat. Hal ini didukung dengan perangkat teknologi berupa wearable device yang semakin menunjang personal health care. Apalagi perangkat ini menjadi bagian ekosistem perangkat pintar berbasis internet (internet of things).
Teguh Prasetya, Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia mengatakan, pasar produk smart wearable device di tahun 2021 akan bertumbuh pesat. Bahkan dia memperediksi perangkat cerdas ini tumbuh 30% setiap tahun.
“Tahun depan diperkirakan akan ada 30 juta smartphone baru diluncurkan, kemudian di setiap peluncuranya juga didampingi wearable sebagai perangkat IoT yang terbubung ke ponsel pintar, dan jumlah dari wearable itu pasti lebih banyak dari ponselnya. Hal ini juga memperkuat keyakinan kita jika penetrasi wearable di tanah air, dan perangakat IoT pada umumnya akan tumbuh positif kedepan,” papar Teguh dalam forum Digital Telco Outlook 2021: ‘Menakar Prospek Bisnis Wearable Device dan IoT Di Indonesia’, baru-baru ini.
Menurut dia, perkembangan wearable device ini juga didorong oleh adanya pandemi Covid-19. Masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan personal health care. Misalnya untuk mengukur tekanan darah, detak jantung, kadar oksigen dalam tubuh terasa kian menjawab kebutuhan. “Karena produk ini terhubung ke smartphone, perangkat ini akhirnya menjadi lifestyle terutama di kalangan anak muda,” ujar Teguh.
Menariknya, berdasarkan surveri Statista (2019) bahwa kebanyakan warebales, khususnya smartwatch dikenakan oleh mereka yang berada di umur 25-44 (69%), diatasnya yaitu umur 55 tahun memakai tracker band. Dari data ini terlihat sejumlah tantangan bagi produk ini.
“Berdasarkan survei ini mereka yang berada di umur 45 tahun keatas itu merupakan konsumen yang belum teredukasi, jadi mereka masih mengenakan jam tangan tradisional ketimbang smartwatch, ini mungkin karena mereka belum mengetahui teknoloigi dari jam tangan pintar. Padahal mereka itu memiliki buying power yang kuat,” kata Teguh.
Selain itu, personal health care di tanah air juga belum optimal memanfaatkan data dari wareables ini. Dari segi data karena ini sifatnya personal health care, mustinya dapat termanfaatkan dengan baik sekaligus terhubung ke fasilitas public healthcare yang lebih luas. Kemudian karena ini alat pintar healthcare izinnya dari pemerintah pun susah tentunya.
Lalu ada juga persoalan keamanan data karena data kesehatan merupakan data pribadi, jadi butuh proteksi dan ini tentu masih menunggu regulasi dari UU perlindungan data pribadi (PDP) yang sedang dikebut oleh pemerintah.
Kajian Asosiasi IoT Indonesia juga menunjukkan potensi IoT di tanah air sebesar 400 juta perangkat dengan nilai bisnis sebesar Rp 444 triliun pada 2022. Nilai tersebut disumbang dari konten dan aplikasi sebesar Rp 192,1 triliun, disusul platform Rp 156,8 triliun, perangkat IoT Rp 56 triliun, serta network dan gateway Rp 39,1 triliun.
Sementara itu Lo Khing Seng, Deputy Country Director Huawei Device Indonesia mengakui, edukasi dari produk wearable device di Indonesia masih belum kuat. Untuk itu Huawei menerapkan strategi dengan menghadirkan rangkaian produk dalam satu ekosistem.
“Jadi tantangan terbaru bagi kami menghadirkan produk ekosistem channel yang efektif dan efesien untuk menargetkan konsumen kita. Untuk itu kita akan terus menambah brand shop Huawei agar konsumen lebih mudah mendapatkan produk wearable dan juga produk IoT,” kata Lo Khing Seng.
STEVY WIDIA
Discussion about this post