Senin, 27 Oktober 2025
No Result
View All Result
youngster.id
Pratesis Ads
  • News
  • Technopreneur
  • Creativepreneur
  • Sociopreneur
  • Innovation
  • Youth Development
No Result
View All Result
youngster.id
  • News
  • Technopreneur
  • Creativepreneur
  • Sociopreneur
  • Innovation
  • Youth Development
No Result
View All Result
youngster.id
No Result
View All Result
Home News Features

Bukan Pasar, Tapi Ego Pribadi Para Founder Penyebab Runtuhnya Startup Gravel

27 Oktober 2025
in Features, Headline
Reading Time: 6 mins read
Gravel-Co-founders

Kiri ke kanan: Georgi Ferdwindra Putra (Co-Founder dan Co-Chief Executive Officer), Fredy Yanto (Co-Founder dan Co-Chief Executive Officer Gravel) (Foto: Istimewa/youngster.id)

0
SHARES
0
VIEWS

youngster.id - Startup proptech bidang konstruksi Gravel didirikan pada tahun 2019 di Jakarta oleh tiga sahabat—Georgi Ferdwindra Putra, Fredy Yanto, dan Nicholas Sutardja. Platform digital ini bertujuan untuk mengintegrasikan dan menyederhanakan rantai pasok dan tenaga kerja di industri konstruksi.

Georgi, yang baru saja lulus dari U.C. Berkeley dengan gelar teknik sipil, menyaksikan sendiri betapa kacaunya proses perekrutan tenaga kerja konstruksi. Ia pernah berada di lokasi proyek di mana ratusan pekerja duduk diam dan tetap digaji saat proyek sedang jeda, namun tiba-tiba proyek tersebut membutuhkan tambahan tenaga kerja dalam jumlah besar yang memakan waktu hingga berminggu-minggu untuk direkrut. Georgi dan rekan-pendirinya merasakan masalah ini dan berpikir, “Pasti ada cara yang lebih baik!”… dan lahirlah Gravel.

Dalam ekosistem konstruksi Indonesia, pencarian tenaga kerja sangat lambat, informal, dan tidak efisien. Banyak proyek bergantung pada jaringan pribadi, informasi dari mulut ke mulut, dan merekrut kelompok besar dari desa-desa. Akibatnya, saat proyek berhenti, pekerja bisa saja menganggur (namun tetap dibayar), dan pada saat lain, proyek sangat membutuhkan tenaga kerja tambahan, tetapi butuh waktu berminggu-minggu untuk membentuk tim.

Bagi pengembang (developer), hal ini berarti keterlambatan dalam perekrutan yang berujung pada penundaan proyek dan pembengkakan biaya. Sementara bagi pekerja konstruksi, mereka kekurangan akses pekerjaan yang stabil dan konsisten, pembayaran yang adil, serta kesempatan pengembangan profesional.

Solusi dari Gravel adalah mencocokkan proyek dengan pekerja secara digital melalui algoritma cerdas yang disebut “Personalised Job Feed”, sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mencari dan menugaskan tenaga kerja yang sesuai. Pertama, platform ini memverifikasi pekerja (keterampilan, penilaian, pelatihan) untuk memastikan keandalan. Kedua, Gravel menjanjikan pembayaran cepat—membayar pekerja dalam waktu 24 jam setelah tugas selesai, membantu menjaga ketahanan arus kas mereka. Selain itu, Gravel menggabungkan tenaga kerja, kontrak, pemeliharaan, dan material dalam satu atap, mengurangi fragmentasi dan menyederhanakan proses yang tadinya membutuhkan banyak vendor.

Singkatnya, Gravel diibaratkan sebagai “Uber untuk pekerja konstruksi”—sebuah platform teknologi untuk mencocokkan proyek konstruksi dengan pekerja dalam hitungan menit alih-alih berminggu-minggu. Sebagai contoh, Personalised Job Feed mereka dapat mencocokkan proyek dengan pekerja secepat 1,5 menit, berbeda jauh dengan waktu 5–14 hari yang biasa dibutuhkan melalui telepon dan mulut ke mulut. Pendekatan one-stop ini—dari tenaga kerja hingga material—termasuk inovatif, bahkan timnya membangun fitur obrolan dalam aplikasi yang disebut SalamChat agar pelanggan, pekerja, arsitek, dan pemasok dapat berkomunikasi dengan lancar dalam proyek.

Baca juga :   Cermati.com Peroleh Pendanaan Seri A

Kesuksesan Besar

Pada tahun 2023, kerja keras Gravel mulai membuahkan hasil besar:

  • Mencapai pertumbuhan pendapatan 45 kali lipat antara tahun 2020 dan 2022.
  • Telah merekrut 1,7 juta pekerja.
  • Menyelesaikan lebih dari 6.000 proyek konstruksi di 20 provinsi di Indonesia, termasuk proyek besar seperti LRT Jakarta, Jakarta International Stadium, Rumah Sakit Pelni, dan teater Keong Mas IMAX.
  • Pada Desember 2023 Gravel mengumumkan telah memperoleh pendanaan sebesar US$14 juta atau sekitar Rp216 miliar dari sejumlah investor ternama, seperti New Enterprise Associates (NEA), Weili Dai, Co-Founder Marvell Technology Group, Lip-Bu Tan, Executive Chairman Cadence Design System dan Chairman Walden International, SMDV, East Ventures; serta beberapa investor lainnya.

Pada titik ini, seolah-olah tidak ada yang bisa menghentikan mereka. Gravel masuk dalam daftar startup yang sedang naik daun, dipuji sebagai perusahaan yang “merevolusi” layanan konstruksi, dan disebut sebagai perwujudan masa depan digital konstruksi Indonesia.

Kejatuhan Gravel

Sebagian besar startup mati karena bunuh diri, bukan pembunuhan, dan itulah yang terjadi pada Gravel.

Pada akhir tahun 2023—secara ironis di sekitar waktu pendanaan besar itu—para pendiri mulai berselisih mengenai arah dan manajemen perusahaan. Di balik layar, konflik pendiri, kekacauan arus kas, dan hilangnya kepercayaan investor mulai mengikis fondasi perusahaan. Apa yang dimulai sebagai kisah sukses tech-construction Indonesia dengan cepat berubah menjadi krisis internal di ruang rapat.

Kronologi Keruntuhan

2017 – Georgi Putra dan Fredy Yanto mulai mengembangkan konsep Gravel setelah menyaksikan ketidak-efisienan dalam perekrutan tenaga kerja konstruksi. Mereka membiayai proyek awal ini dengan dana pribadi (bootstrapped).

2019 – Gravel secara resmi didirikan di Jakarta oleh Georgi, Fredy, dan Nicholas Sutardja, meluncurkan aplikasi mobile mereka.

2020–2022 – Mengalami pertumbuhan pesat, mencapai pertumbuhan pendapatan 45×, memperluas penawaran end-to-end, dan membangun komunitas 1,7 juta mitra pekerja.

Desember 2023 – Mengumumkan putaran pendanaan US$14 juta yang dipimpin oleh NEA. Berita ini disambut meriah dan para pendiri mengumumkan rencana ekspansi global.

Baca juga :   XL dan Yonder Gelar JamXation Music Fest

Akhir 2023 – Awal 2024 – Perselisihan internal di antara para pendiri, terutama antara co-CEO Georgi Putra dan Fredy Yanto, semakin intensif. Perbedaan visi dan gaya manajemen menciptakan keretakan. Papan direksi dan investor campur tangan yang mengakibatkan peran Georgi mulai berkurang.

Agustus 2024 – Georgi Putra mengundurkan diri sebagai CEO di bawah tekanan investor di tengah konflik internal yang berkelanjutan dan kesulitan keuangan. Fredy Yanto tetap memimpin, sementara Nicholas Sutardja dan pemangku kepentingan lainnya berusaha menstabilkan perusahaan.

Oktober 2024 – Kondisi keuangan memburuk, Gravel melakukan PHK besar-besaran, memangkas sekitar 35–40% staf untuk mengurangi biaya operasional, sebuah langkah yang disebut sebagai upaya efisiensi.

Desember 2024 – Gravel menghentikan operasi sepenuhnya. Karena tidak dapat mengamankan pendanaan lebih lanjut atau mencetak laba, perusahaan memberhentikan semua karyawan yang tersisa dan tutup. Situs web dan aplikasi Gravel dinonaktifkan pada minggu pertama Desember. Mantan staf melaporkan adanya keterlambatan atau tidak dibayarkannya gaji dan pesangon terakhir karena cadangan kas startup yang telah habis. Perjalanan ambisius Gravel berakhir tiba-tiba, hanya satu tahun setelah kemenangan besarnya.

Apa yang Sebenarnya Membunuh Gravel?

Bukan kondisi pasar atau kurangnya permintaan—industri konstruksi Indonesia masih booming. Bahkan bukan pula musim dingin teknologi (tech winter) yang melanda banyak startup. Pembunuh yang sebenarnya adalah ketidakselarasan pendiri (founder misalignment) dan konflik internal yang toksik.

Pelajaran dari Kegagalan Gravel

1. Kesalahan Pertama: Keretakan Pendiri dan Krisis Kepemimpinan

Inti keruntuhan Gravel bukanlah masalah teknologi atau pasar—melainkan masalah manusia. Para pendiri—Georgi, Fredy, dan Nicholas—tidak dapat menyelaraskan diri ketika mereka memasuki fase pertumbuhan tinggi.

Memiliki dua co-CEO (Georgi dan Fredy) memperkenalkan komando ganda. Batasan pengambilan keputusan menjadi kabur—siapa yang bertanggung jawab atas perekrutan, produk, operasi, keuangan, hubungan investor? Ambiguitas semacam itu adalah sarang gesekan internal, terutama saat perusahaan mulai scale up.

Ketika konflik menjadi terlihat, investor mulai:

  • Menuntut perubahan (seperti meminta Georgi untuk mengundurkan diri).
  • Menarik diri atau menunda pendanaan lanjutan (follow-on funding).
  • Menekan kepemimpinan untuk memilih pihak atau melakukan restrukturisasi.

Begitu kepercayaan manajemen retak di mata investor, akses ke modal menipis. Startup seperti Gravel, yang menghabiskan uang tunai untuk memperluas operasi, tidak dapat bertahan lama tanpa bahan bakar segar.

Baca juga :   Tiktok Pilih Pemenang #BerbagiIlmu Yang Sebarkan Konten Inspiratif

2. Kesalahan Kedua: Mendapat Pendanaan Besar, tetapi Menghabiskan Lebih Besar

Ketika Gravel mendapatkan pendanaan US$14 juta yang dipimpin oleh NEA, mereka mencapai momen yang disebut oleh banyak pendiri sebagai “kami berhasil”. Bisnis tech-construction adalah model bisnis ber-margin rendah dan ber-operasional tinggi. Pertumbuhan Gravel berarti peningkatan tingkat pembakaran kas (burn rate)—untuk pelatihan, logistik, pembayaran pekerja, dan pengadaan material.

Ada dua skenario:

  • Skenario 1: US$14 Juta Diberikan Sekaligus (Lump Sum). Tim mungkin beralih dari mode bertahan hidup ke mode ekspansi terlalu cepat. Ketika perselisihan investor meletus dan pendanaan lanjutan dibekukan, perusahaan tidak memiliki bantalan. Keterlambatan gaji, PHK, dan penutupan penuh terjadi dalam waktu satu tahun.
  • Skenario 2: US$14 Juta Diberikan Bertahap (Milestones). Gravel mungkin mengandalkan tahapan pendanaan di masa depan yang tidak pernah tiba. Mereka merencanakan perekrutan dan ekspansi dengan asumsi US$14 juta akan masuk sepenuhnya. Namun, ketika kepercayaan investor turun—karena konflik internal atau target yang terlewat—tahapan pendanaan berikutnya tertunda atau dibatalkan. Perusahaan telah merekrut untuk pertumbuhan di masa depan yang tidak terwujud. Biaya tetap terkunci, tetapi pendapatan dan pendanaan tidak menyusul.

Terlepas dari skenario mana pun, kesalahan utama Gravel adalah sama: salah mengira modal sebagai bantalan (cushion), padahal seharusnya adalah bahan bakar.

3 Pelajaran yang Bisa Dipetik

  1. Pelajaran 1: Keselarasan Pendiri Adalah Segalanya

Kejatuhan Gravel membuktikan bahwa ketidakselarasan pendiri dapat membunuh lebih cepat daripada ekonomi yang buruk. Memiliki dua co-CEO menciptakan komando ganda yang membuat keputusan macet dalam ketidakpastian.

  1. Pelajaran 2: Perlakukan Modal seperti Amunisi (Bukan Oksigen)

Modal harus memperkuat apa yang sudah berhasil—bukan mensubsidi apa yang tidak. Pendanaan US$14 juta Gravel seharusnya menjadi bahan bakar untuk ekspansi terkontrol—bukan korek api yang menyulut api burn rate.

  1. Pelajaran 3: Bangun Bisnis yang Dapat Bernapas Tanpa Pendanaan

Gravel menunggangi hype investor seperti gelombang—sampai arus berhenti. Ketika kepercayaan investor menguap setelah keretakan pendiri, Gravel tercekik. Itulah yang terjadi ketika tangki oksigen perusahaan Anda adalah uang investor, bukan pendapatan pelanggan. (*AMBS/Diolah dari berbagai sumber informasi)

 

 

Tags: ego pribadi para founderketidakselarasan pendiri (founder misalignment)konflik internal yang toksikruntuhnya GravelStartup GravelStartup proptech bidang konstruksi
Previous Post

Sistem Data AI Google Bisa Pantau Lahan dan Prediksi Panen Pertanian

Next Post

Dorong Literasi Finansial Generasi Muda, Bank Raya Luncurkan Fitur “Uang Saku” di Aplikasi Raya

Related Posts

startup Gravel
News

Startup Gravel Siap Menyediakan Kebutuhan Konstruksi untuk Pembangunan IKN 

25 Januari 2024
0
tukang ahli
News

Startup Gravel Hadirkan Layanan “Gravel Maintenance” di Surabaya dan Sekitarnya

6 Juni 2023
0
Gravel Maintenance
News

Startup Gravel Luncurkan Layanan Gravel Maintenance untuk Perbaikan & Perawatan Hunian

12 Mei 2023
0
Load More
Next Post
Bank Raya

Dorong Literasi Finansial Generasi Muda, Bank Raya Luncurkan Fitur "Uang Saku" di Aplikasi Raya

venture capital

Startup Wars 2025: Mempersiapkan Generasi Venture Capitalists Baru di Asia Tenggara

industri kripto

Jadi Motor Baru Penerimaan Negara, Industri Kripto Sumbang Pajak Rp1,71 Triliun

Discussion about this post

Recent Updates

industri kripto

Jadi Motor Baru Penerimaan Negara, Industri Kripto Sumbang Pajak Rp1,71 Triliun

27 Oktober 2025
venture capital

Startup Wars 2025: Mempersiapkan Generasi Venture Capitalists Baru di Asia Tenggara

27 Oktober 2025
Bank Raya

Dorong Literasi Finansial Generasi Muda, Bank Raya Luncurkan Fitur “Uang Saku” di Aplikasi Raya

27 Oktober 2025
Gravel-Co-founders

Bukan Pasar, Tapi Ego Pribadi Para Founder Penyebab Runtuhnya Startup Gravel

27 Oktober 2025
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Dera Perdana Shopian : Ajak Milenial Berdonasi Digital

Dera Perdana Shopian : Ajak Milenial Berdonasi Digital

27 Juni 2019
Startup Hayokerja

Startup HayoKerja Hadirkan Solusi PHL bagi Perusahaan Pencari Tenaga Kerja

25 September 2023
pendanaan Fintech

Inilah 5 Fintech dengan Pendanaan Terbesar di Indonesia Tahun 2025

15 Mei 2025
Fastwork Raih Pendanaan Seri A US$4,8 Juta

Fastwork Luncurkan Fitur Baru Untuk Pengguna Jasa Freelancer

11 Agustus 2020
Junaidi : Bikin Bimbel Karena Cinta Jadi Guru

Junaidi : Bikin Bimbel Karena Cinta Jadi Guru

0
Brother Indonesia Rilis Aplikasi Mobile Brother iShop

Brother Indonesia Rilis Aplikasi Mobile Brother iShop

0
Bangun Bagian Dapur, IKEA Dukung Pembuatan Film “Ini Kisah Tiga Dara”

Bangun Bagian Dapur, IKEA Dukung Pembuatan Film “Ini Kisah Tiga Dara”

0
Ferdian Yosa : Menangkap Tren di Bisnis Kuliner

Ferdian Yosa : Menangkap Tren di Bisnis Kuliner

0
industri kripto

Jadi Motor Baru Penerimaan Negara, Industri Kripto Sumbang Pajak Rp1,71 Triliun

27 Oktober 2025
venture capital

Startup Wars 2025: Mempersiapkan Generasi Venture Capitalists Baru di Asia Tenggara

27 Oktober 2025
Bank Raya

Dorong Literasi Finansial Generasi Muda, Bank Raya Luncurkan Fitur “Uang Saku” di Aplikasi Raya

27 Oktober 2025
Gravel-Co-founders

Bukan Pasar, Tapi Ego Pribadi Para Founder Penyebab Runtuhnya Startup Gravel

27 Oktober 2025
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Layanan Bisnis
Copyright © 2016 - PT Inovasi Muda Mandiri. All rights reserved
No Result
View All Result
  • News
  • Technopreneur
  • Creativepreneur
  • Sociopreneur
  • Innovation
  • Youth Development

Copyright © 2016 - PT Inovasi Muda Mandiri. All rights reserved

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.
Go to mobile version