youngster.id - Ketika membahas isu inklusi keuangan, seringkali fokus utama tertuju pada fenomena unbanked yaitu golongan masyarakat yang tidak memiliki akun bank. Padahal, selain golongan unbanked, terdapat pula tantangan besar yang datang dari masyarakat underbanked yang potensi pemberdayaannya masih sangat tinggi.
Saat ini, sekitar 26% atau 47 juta jiwa dari total populasi penduduk dewasa di Indonesia telah memiliki rekening bank. Namun mereka masih menghadapi keterbatasan akses ke layanan keuangan konvensional di ranah pembiayaan konsumen seperti kartu kredit dan KTA karena berbagai alasan, salah satunya riwayat kredit yang terbatas. Bahkan, jumlah populasi underbanked di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.
Bagi pelaku perbankan konvensional pun, tidak mudah untuk menggarap potensi tersebut mengingat regulasi perbankan yang ketat. Dalam kondisi tersebut, kemajuan industri keuangan digital (fintech) membawa angin segar bagi golongan underbanked karena mampu memperluas akses ke layanan keuangan yang dapat mendukung peningkatan taraf hidup.
Di sisi lain, guna memaksimalkan dampak industri fintech sebagai solusi bagi masyarakat underbanked Indonesia, perluasan akses tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan literasi masyarakat, terutama dalam memilih layanan yang kredibel serta cara bijak mengelola pinjamannya. Hal ini penting mengingat masyarakat underbanked tergolong awam untuk memahami prosedur dan konsekuensi peminjaman dana.
Lebih lanjut, peranan edukasi menjadi semakin urgen sifatnya mengingat menjamurnya pinjaman online (pinjol) ilegal yang membahayakan bagi masyarakat. Individu-individu yang tidak mendapatkan edukasi yang baik bisa saja salah paham dan memukul rata bahwa seluruh pemain industri sama saja seperti fintech ilegal. Masyarakat harus memahami perbedaan fintech legal dan ilegal yang jelas berbeda dari aspek legalitas operasi, standarisasi keamanan serta kualitas layanan yang ditawarkan.
Sadar akan hal ini, banyak pelaku fintech yang secara intensif melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak termasuk regulator dan juga asosiasi untuk memaksimalkan dampak positifnya bagi masyarakat underbanked Indonesia.
Lebih lanjut, peranan pelaku industri dalam memberikan edukasi serta kinerja regulator dalam mengatur ekosistem fintech, masyarakat underbanked pun harus tetap aktif untuk mengumpulkan informasi dan mempersiapkan diri dalam mengelola pinjamannya. Sebab, pada akhirnya kitalah yang paling memahami kemampuan keuangan diri sendiri dan keluarga.
Selain wajib memastikan Anda meminjam dari aplikasi digital lending yang mendapatkan izin resmi dari OJK, berikut tips bijak dalam mengelola cicilan agar hidup tetap tenang tiap bulannya:
- Pastikan Anda paham tenor, jumlah pinjaman pokok, serta bunga yang harus dikembalikan
Seringkali pengguna hanya fokus dengan jumlah uang yang ingin dipinjam tanpa kritis menganalisis total uang yang harus dikembalikan. Nah, bijaklah dalam melakukan riset awal. Pastikan Anda menghitung besaran bunga yang dikenakan oleh aplikasi digital lending yang Anda gunakan. Jika kemudian Anda ingin menggunakan hutang tersebut untuk kebutuhan produktif, maka Anda bisa tahu apakah hutang tersebut menguntungkan atau tidak jika diambil dalam tenor yang Anda pilih.
- Tetapkan batas persentase hutang maksimal dari total pendapatan bulanan
Idealnya, hutang seseorang tidak lebih dari 30% pendapatan tiap bulannya. Namun jika kamu juga ingin menyiapkan dana lebih untuk pos-pos lain, tidak ada salahnya untuk menentukan standar pribadi yang lebih rendah dari persentase yang dianjurkan tersebut. Ingat, Anda harus disiplin untuk mencapai tujuan keuangan yang diimpikan.
- Ingin punya beberapa cicilan? Boleh tapi….
Sebaiknya selesaikan dulu tanggungan tersebut setidaknya sampai angsurannya berjalan setengah dari masa tenor yang ditentukan. Sehingga jika ada kebutuhan mendadak di kemudian hari, Anda tidak akan berat untuk mengelola seluruh cicilan tersebut.
- Terakhir, jangan impulsif. Pikir matang-matang tujuan pinjaman
Meski proses pengajuannya mudah dan cepat, pinjaman online harus digunakan dengan bijak, sesuai kebutuhan terutama yang sangat mendesak. Kalaupun Anda ingin menggunakan untuk membeli produk konsumtif, pikirkan dulu dengan matang-matang apakah memang dibutuhkan atau hanya keinginan impulsif semata. (AMBS)
Discussion about this post