youngster.id - Layanan financial technologi (fintech) dihimbau unguk mengedepankan basis Anti Money Laundering (AML). Hal itu untuk mengantisipasi kemungkinan gerakan teroris yang memanfaatkan layanan tersebut.
Sebelumnya, ”ŽPusat Pelaporan dan Analisis Transaks”Ži Keuangan (PPATK) akan memperketat pengawasan terhadap layanan Fintech sejalan dengan temuan aliran dana teroris melalui fintech. Kiagus Ahmad Badaruddin, Kepala PPATK mengemukakan layanan yang mulai terkenal pada awal 2016 tersebut kini menjadi salah satu fokus pengawasan PPATK. Pasalnya sejumlah layanan transaksi elektronik termasuk fintech tersebut kini mulai digunakan teroris untuk memanipulasi aparat penegak hukum.
“Fintech ini memang kemajuan teknologi, tapi sering dimanfaatkan oleh teroris. Tidak hanya pada fintech, tapi beberapa sistem transaksi keuangan juga ada jejak pendanaan mereka (teroris) seperti bitcoin dan paypal,” tukas Kiagus baru-baru ini.
Sementara itu, Rio Quiserto, Deputy CEO Risk and Operation fintech UangTeman mengatakan dewasa ini fintech harus ”Žmengedepankan AML untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat dan investor fintech. Menurutnya, hal tersebut dapat meminimalisir pencucian uang yang dilakukan oleh teroris pada layanan fintech baik fintech 2.0 maupun fintech 3.0.
“Fintech juga harus memberikan laporan yang dipersyaratkan oleh Peraturan Fintech Lending OJK dan diaudit sesuai dengan Peraturan dimaksud guna berperan serta dalam meningkatkan target financial inclusion OJK sebesar 75% pada tahun 2019,” kata Rio yang dilansir Bisnis, Rabu (11/1) di Jakarta.
Dia menjelaskan sejak pertama kali UangTeman dibentuk, UangTeman sudah mengimplementasikan AML. Menurutnya, AML akan membuat fintech UangTeman semakin kuat dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia.
”Ž”K”Žami dalam hal menjalankan bisnis yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan prinsip akuntabilitas serta transparansi tanpa hanya mengedepankan profitabilitas semata,” ujarnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post