youngster.id - Ekonomi kreatif mulai dari film, kuliner, hiburan, kecantikan, kesehatan hingga e-sport terus berkembang di Indonesia. Hal ini mendorong startup teknologi finansial (fintech) PT Likuid Dana Bersama (Likuid) untuk fokus pada bisnis ini.
Likuid Dana mengklaim mereka menyediakan pendanaan untuk bisnis ekonomi kreatif dengan skema pembiayaan lewat urun dana. “Kami ingin membuka alternatif akses permodalan ini bersama investor pemula alias masyarakat umum,” kata Kenneth Tali CEO dan Founder Likuid dalam keterangannya, Jumat (7/2/2020) di Jakarta.
Alasan Likuid menyasar segmen ekonomi kreatif, karena industri ini menghadapi tiga persoalan yaitu pendanaan, pemasaran, dan menggaet pengguna (engagement). Berdasarkan data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pada 2017, sekitar 92,37% pelaku industri di Indonesia mengandalkan modal pribadi. Para pelaku ekonomi kreatif masih kesulitan mendapatkan permodalan dari perbankan. Alternatifnya masih didominasi investor high net-worth yang memiliki aset lebih dari US$ 1 juta atau Rp 13,7 miliar.
Menurut Kenneth, Likuid merupakan perusahaan penyedia online platform pendaan bisnis dan crowdfunding (urung dana). Selain itu, startup ini juga menggaet investor individu alias angel investor.
Masyarakat bisa berinvestasi mulai 17 Februari mendatang dengan nilai mulai dari Rp 100 ribu.
Pengumpulan pendanaan untuk satu proyek dilakukan selama dua bulan. Namun, Kenneth berharap target pembiayaan rerata terkumpul dalam sepekan. Likuid akan menyerahkan dana tersebut ke pelaku usaha (fundraiser) 14 hari setelah terkumpul. Investor akan mendapat imbal hasil 12-20% per proyek.
Saat ini, ada empat proyek bersiap untuk didanai mulai 17 Februari nanti. Di antaranya film Dealova 2 oleh PT Capo dei Capi (Capo dei Capi), marketplace media iklan dan promosi PT ADX Asia Indonesia (ADX Asia), PT Berjaya Sally Ceria (Sour Sally Group), serta penyedia saja konsultasi dan promotor acara PT Stellar Indonesia (Stellar Indonesia).
Mereka berharap dapat menyalurkan pendana hingga Rp 40 miliar. Likuid juga menargetkan 2.500 pengguna dalam kurun waktu empat bulan setelah resmi berstatus terdaftar dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini, startup tersebut tercatat di regulatory sandbox OJK sejak Juli 2019.
Setiap proyek rerata mendapat pendanaan sekitar Rp 800 juta. Perusahaan yang berdiri 2018 itu bekerja sama dengan beberapa kementerian dan lembaga (K/L) seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Riset dan Teknologi. Saat ini Project Finding yang dalam peraturan Otoritas Jasa Keungan (OJK) dikategorikan sebagai Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) di kluster Project Financing. Saat ini Likuid masih dalam proses mendapatkan izin sebagai platform penyelenggara Equity Crowdfunding (ECF).
STEVY WIDIA
Discussion about this post