youngster.id - Belakangan ini bisnis pusat data dan teknologi komputasi awan (cloud computing) di Indonesia mengalami pertumbuhan. Itu karena adanya regulasi yang mengharuskan perusahaan yang beroperasi di Indonesia untuk menyimpan data di dalam negeri. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai tempat pengembangan bisnis pusat data dan teknologi kumputasi awan.
Sebelum maraknya bisnis pusat data dan komputasi awan, keduanya kerap dianggap sebagai bagian perusahaan telekomunikasi. Namun, belakangan dua unit usaha ini dapat berdiri sendiri karena memiliki fokus operasional dan cashflow yang jelas.
“Perusahaan telekomunikasi sebaiknya mendivestasikan usaha pusat data miliknya, sebab (jika tidak dipisahkan) berpotensi menurunkan nilai usaha pusat data tersebut hingga 16 kali,” ujar Sachin Mittal, Tsz Wang Tam, Toh Woo Kim, dan Chris Ko Cfa dalam DBS Group Research yang bertajuk Data Centre & Cloud: Divestments and M&As to Accelerate in 2018.
Di sektor keuangan, misalnya, ada Peraturan Pemerintah No. 82/2012 yang mewajibkan sistem pembayaran elektronik untuk menyimpan datanya di Indonesia. Di sektor minyak dan gas, SKK Migas sejak 2013 mewajibkan seluruh perusahaan migas memiliki pusat data yang ditempatkan di Indonesia.
Di sisi investor, tingkat pengembalian modal investasi (ROIC) dari bisnis pusat data dan cloud di Indonesia yang mencapai 11,6%, atau tertinggi di Asia Pasifik. Di Singapura, tingkat ROIC hanya 9,5%, sedang di Australia, karena mahalnya fasilitas di perkotaan, angka ROIC hanya 3,8% atau terendah.
Pusat data atau data center adalah fasilitas untuk menempatkan sistem komputer, cadangan informasi, server website atau database, dan komponen terkaitnya. Sedangkan komputasi awan merupakan layanan teknologi penyimpanan informasi melalui jaringan berbasis internet yang bisa diakses nirkabel melalui perangkat elektronik.
Menurut survey Bain and Company, lembaga konsultan bisnis, terjadi peningkatan penggunaan teknologi awan global dari satu persen pada 2010 menjadi 16 persen pada 2015 dengan nilai melebihi USD 17 miliar. Selain itu, berdasarkan laporan McAfee, sebuah perusahaan layanan keamanan siber global, penggunaan komputasi awan hybrid juga melonjak dari 19 persen di 2015 menjadi 57 persen di 2016.
Laporan Synergy Research Group menyebut Amazon Web Services sebagai pemain terbesar public cloud, dengan penguasaan 34 persen pasar global. Selanjutnya adalah Microsoft yang menguasai 11 persen dan Google sebesar 5 persen. Sedangkan di Indonesia, pemain terbesar saat ini adalah Telkomsigma yang merupakan anak perusahaan Telkom. Telkomsigma memiliki 100 klien komputansi awan, mulai dari UMKM hingga perusahaan besar nasional.
Pada 2014 nilai transaksi pasar pusat datar dan komputasi awan Indonesia sebesar Rp 4,4 triliun. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, pasar pusat data Indonesia diprediksi tumbuh sekitar 20 persen pertahun dalam periode 2015 hingga 2107 seiring dengan berkembangnya teknologi digital dan online.
Tentu saja, pertumbuhan fasilitas pusat data di Indonesia akan dipengaruhi oleh pembangunan infrastruktur nasional, terutama di luar Pulau Jawa. Saat ini, industri pusat data di Indonesia dapat disebut masih dalam fase awal, dengan 60% aktivitasnya terpusat di Jakarta.
STEVY WIDIA
Discussion about this post