youngster.id - Go-Jek menyatakan siap mendukung program pemerintah untuk meningkatkan program inklusi keuangan Indonesia dan cashless society, melalui layanan Go-Pay. Layanan keuangan berbasis non-tunai itu pun menargetkan sektor pekerjaan informal dan usaha kecil menengah (UKM).
CEO GO-JEK Indonesia Nadiem Makarim mengatakan, Go-Pay membuka akses para pekerja di sektor informal terhadap layanan jasa keuangan, termasuk bank dan lembaga pembiayaan mikro.
“GO-JEK menjadi akses penghubung antara para financial players dengan masyarakat yang selama ini tidak tersentuh oleh layanan keuangan,” kata Nadiem dalam siaran pers, Selasa (30/8/2016) di acara Indonesia Fintech Festival & Conference 2016 yang bertempat di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten.
Nadiem mengatakan, keberadaan Go-Pay bertujuan untuk mempermudah transaksi masyarakat karena merupakan sistem yang transparan, mudah dan murah. Melalui layanan, Nadiem berharap tingkat literasi keuangan di Indonesia akan meningkat karena akan menarik para pekerja sektor informal dan UKM untuk lebih berhubungan dengan lembaga keuangan formal. Hal itu juga sekaligus menambah peluang kemajuan usaha dari para pekerja tersebut.
“Misi Go-Pay adalah untuk memberdayakan sektor informal. Kami membantu para pelaku di sektor informal untuk masuk ke dunia professional, sehingga mereka bisa berhubungan langsung dengan konsumen yang lebih besar. Jadi peluang mereka untuk berkembang jadi semakin terbuka luas,” kata Nadiem.
Sejak diluncurkan empat bulan lalu, Nadiem mengatakan pertumbuhan Go-Pay sangat tinggi.Saat ini layanan keuangan berupa dompet digital itu sudah menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. “Bahkan, pertumbuhannya tiap pekan lebih tinggi dari pertumbuhan Go-Jek sendiri,” ujar lulusan Harvard University tersebut.
Saat ini, Go-Jek sudah bekerja sama dengan enam bank di Indonesia khusus untuk top-up Go-Pay dan masih akan berlanjut dan terbuka bagi bank lainnya. Kerja sama itu juga bisa dimanfaatkan oleh para driver untuk membuka akun rekening sehingga bisa mengakses berbagai layanan perbankan, termasuk program cicilan yang selama ini sulit untuk dijangkau.
“Hal itu sejalan dengan program pemerintah yang ingin meningkatkan program inklusi keuangan dan literasi keuangan di Indonesia,” kata Nadiem.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo berpendapat, inklusi keuangan merupakan salah satu cara ampuh untuk mengurangi kesenjangan pendapat di Indonesia. Sebab, makin banyak akses finansial yang ada di masyarakat, maka makin rendah tingkat kesenjangan karena seimbangnya akses yang dimiliki.
“Karena inklusi keuangan itu juga memanfaatkan teknologi sehingga bisa menjangkau lebih banyak orang,” kata Presiden.
Saat ini, kata Joko Widodo, tingkat pemahaman masyarakat terhadap literasi keuangan di Indonesia masih sangat rendah. Saat ini, hanya 21% penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori melek literasi keuangan. Kondisi itu masih sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Presiden mengatakan, persentase tingkat kepahaman literasi keuangan di Singapura mencapai 96%, Malaysia 88%, dan Thailand 76%.
“Karena itu, pemerintah terus mendorong agar masyarakat, terutama anak muda untuk berpartisipasi dalam peningkatan inklusi keuangan,” kata Joko Widodo.
STEVY WIDIA
Discussion about this post