youngster.id - Sekitar 3,7 juta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah beralih ke ekosistem digital selama pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia. Meski demikian, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghimbau agar UMKM mewaspadai adanya kemitraan palsu oleh perusahaan yang memanfaatkan bantuan pemerintah.
Komisioner KPPU Guntur Saragih mengungkapkan, pada tahun lalu, KPPU mendalami dugaan kemitraan palsu terkait program Kartu Prakerja yang dilakukan oleh platform dan lembaga pelatihan. Komisi menduga ada lembaga yang terafiliasi atau integrasi vertikal. Ini tidak boleh dilakukan, karena lembaga pelatihan masuk dalam kategori UMKM.
“Oleh karena itu, KPPU mengantisipasi kemitraan palsu di tengah masifnya UMKM yang merambah platform digital. UMKM seringkali tidak membaca model perjanjian kemitraan terlebih dulu. Padahal, model ini sering diubah, maka perlu pendampingan,” ungkap Guntur dalam diskusi ‘Economic Outlook 2021: Peluang Ekonomi Digital Dalam Mendukung Ketangguhan UMKM’, Rabu (27/1/2021)
Guntur mengakui, kemitraan dengan platform digital membantu UMKM untuk menjangkau lebih banyak konsumen. “Tapi jangan sampai platform digital itu malah membuat kemitraan palsu,” ujarnya.
Guntur menegaskan KPPU sudah memberlakukan Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Perkara Kemitraan. Ini memuat berbagai ketentuan terkait proses penanganan perkara dan pengawasan kemitraan. Aturan itu melarang usaha besar memiliki dan/atau menguasai UMKM mitra.
Regulasi itu juga membagi sembilan pola kemitraan yakni inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan atau joint venture, outsourcing, dan lainnya.
STEVY WIDIA