youngster.id - Hingga saat ini perempuan Indonesia masih mengalami diskriminasi di dunia kerja. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan data gender gap dalam dunia kerja masih timpang, kemungkinan perempuan untuk bekerja lebih rendah 30% dari laki-laki.
Hal ini dibuktikan dengan tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan hanya 53,13% dibandingkan laki-laki yang mencapai 82,41%. Padahal, jumlah populasi perempuan dan laki-laki tidak jauh berbeda. Bahkan jumlah perempuan dengan gelar sarjana lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu 58 persen berbanding 42%.
Menurut Zelda Lupsita, Technical Lead IBCWE, ketimpangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari sisi institusinya maupun budaya sosial. Di antaranya, penerapan budaya patriarki, adanya tuntutan untuk merawat keluarga bagi perempuan, eksklusivitas dunia kerja di mana bidang-bidang tertentu dominan diisi oleh pekerja laki-laki, hingga kurangnya pengalaman kerja dan pendidikan.
Untuk mendorong partisipasi perempuan di tempat kerja, diperlukan dukungan penuh dari perusahaan. “Ada perempuan yang sudah siap untuk menaiki tangga karier, tapi perusahaannya tidak memberikan kesempatan. Ada perempuan yang diberi kesempatan oleh perusahaan, tapi keluarga tidak mendukung. Isu kesetaraan gender ini merupakan isu bersama baik perusahaan dan masyarakat, karena kehidupan personal dan professional kita saling berkaitan,” kata Zelda.
Berbagai penelitian dan praktik di lapangan telah membuktikan bahwa penerapan kesetaraan gender di lingkungan kerja memiliki dampak positif yang dapat mendukung produktivitas kerja. Sebagai individu atau pekerja perusahaan, terdapat beberapa hal yang bisa membantu penerapan kesetaraan gender di lingkungan kerja.
“Sebagai karyawan, kita bisa menjadi pengamat isu gender yang aktif. Segera laporkan pada pihak manajemen perusahaan apabila mendapati kasus bias gender di lingkungan kerja, misalnya diskriminasi berbasis gender. Untuk itu, penting bagi setiap individu mewaspadai isu-isu gender yang mungkin terjadi di tempat kerja. Kita juga berhak untuk merayakan pencapaian kerja tanpa memandang jenis kelamin, karena setiap individu punya kesempatan yang sama untuk berkembang”, tutur Zelda.
Sebagai penyedia lapangan kerja atau perusahaan, penerapan kebijakan kesetaraan gender harus dimulai dari komitmen para pengambil keputusan. Mengadopsi kebijakan kerja fleksibel, menjalankan manajemen talenta yang inklusif, mengembangkan kebijakan anti pelecehan seksual, serta memfasilitasi pelatihan bias gender, akan memberi pengaruh besar dalam menciptakan lingkungan kerja yang ramah gender.
Amartha merupakan salah satu perusahaan yang mengutamakan kesetaraan gender dalam praktik bisnisnya. Bersama IBCWE, Amartha telah melakukan pengukuran kesetaraan gender di lingkungan kerja dengan alat GEARS (Gender Equality, Assessment, Results and Strategies). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, Amartha menetapkan kebijakan pro kesetaraan gender di lingkungan kerja untuk mendukung produktivitas perusahaan.
Penerapan kesetaraan gender di Amartha terbukti membawa dampak positif di lingkungan kerja karyawan. Amartha melakukan survei internal mengenai employee engagement, dan mendapatkan hasil skor 132 dari 160 untuk tingkat engagement karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Sejalan dengan hasil survei tersebut, Amartha juga mencatatkan angka kesejahteraan (wellbeing) karyawan meningkat dari 66% menjadi 86% per September 2022.
“Amartha berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman serta memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk mengembangkan karirnya, tidak terbatas pada gender tertentu. Perusahaan senantiasa berupaya untuk menyediakan infrastruktur pendukung guna meningkatkan work-life balance bagi karyawan, yang pada akhirnya turut memberi dampak pada produktivitas kerja,” ujar Katrina Inandia, Head of Impact & Sustainability Amartha.
HENNI SOELAEMAN