youngster.id - Seiring percepatan transformasi digital, Indonesia kini berhadapan dengan ancaman siber yang semakin nyata dan kompleks. Serangan siber tidak lagi terbatas pada isu teknis, melainkan sudah menimbulkan dampak langsung pada skala nasional. Kondisi ini menjadi fokus pembahasan dalam Cyberwolves Con 2025.
Ajang tahunan yang digelar Spentera ini mempertemukan praktisi keamanan siber, akademisi, regulator, serta komunitas teknologi.
Direktur Spentera, Royke L. Tobing mengatakan, seminar ini menyoroti strategi perlindungan infrastruktur vital seperti energi, ICS dan SCADA yang menjadi penopang layanan publik dan perekonomian nasional, risiko AI, dan tantangan digital di masa mendatang serta kesiapannya.
“Ketahanan siber hanya bisa dicapai melalui kolaborasi lintas sektor. Untuk itu, Cyberwolves Con 2025 menegaskan pentingnya langkah cepat dan kolaborasi dalam menghadapi ancaman digital yang terus berkembang,” ucapnya dikutip Senin (22/9/2025).
Menurut Royke, isu serangan siber tidak dapat dipandang hanya dari sisi teknologi. Untuk itu ada empat isu strategis yang dinilai mendesak untuk segera diantisipasi. Pertama upaya memperkuat ketahanan siber di sektor kelistrikan. Jaringan listrik Jawa–Bali yang menyuplai lebih dari 60% energi nasional menyimpan sejumlah kerentanan, seperti masih digunakannya perangkat lama yang belum mendapat pembaruan, protokol komunikasi SCADA yang minim enkripsi, hingga antarmuka sistem yang terhubung ke internet dengan kredensial bawaan.
Kedua, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan berupa Artificial Intelligence/Machine Learning di Indonesia terus meluas, mulai dari sektor finansial, e-commerce, telekomunikasi, layanan publik, hingga pertahanan. Namun, ketergantungan pada teknologi impor tanpa pengujian ketat berpotensi meningkatkan risiko keamanan dan keandalan sistem.
Ketiga, kesiapan organisasi dalam menangani serangan siber di Indonesia masih menghadapi tantangan. Peristiwa ransomware pada Pusat Data Nasional tahun 2024 menjadi pengingat penting akan dampak luas jika respons terhadap serangan tidak cepat dan terkoordinasi. I
“Ancaman siber bersifat multidimensi. Dampaknya bukan hanya pada infrastruktur saja, tetapi juga pada kepercayaan publik, ekonomi, hingga stabilitas nasional. Yang dibutuhkan adalah tata kelola yang kuat, kolaborasi lintas sektor, dan peningkatan kapasitas SDM agar Indonesia lebih siap menghadapi dinamika ini,” pungkas Royke.
Spentera adalah perusahaan konsultasi keamanan siber yang berfokus pada layanan pengujian penetrasi, penemuan kerentanan, penanganan insiden dan forensik digital. Perusahaan ini tersertifikasi Offensive Security Exploitation Expert (OSEE).
STEVY WIDIA