youngster.id - Otoritas Jasa Keuangan Indonesia mengungkapkan modus penipuan digital selama tiga bulan terakhir, yang menyebabkan kerugian bagi korban sebesar Rp700 miliar. Hal ini terungkap dari lebih dari 42.000 pengaduan melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC). Salah satu penipuan yang terjadi adalah Love Scam, di mana para penipu menggunakan identitas palsu atau teknologi deepfake.
Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan dari tren ini adalah bagaimana AI dapat mengaburkan batas antara interaksi manusia dan digital. Dengan chatbot yang didorong oleh AI menjadi lebih canggih dan mampu meniru koneksi emosional, penipu menemukan cara baru untuk mengeksploitasi teknologi ini. Dari persona yang dihasilkan oleh deepfake hingga percakapan yang dibantu AI yang membangun kepercayaan seiring waktu, modus yang terus berkembang ini membuat semakin sulit bagi korban untuk membedakan antara cinta yang tulus dan penipuan.
“Dengan AI yang semakin maju, semakin sulit untuk membedakan apakah video atau foto itu asli, yang telah terbukti bermasalah ketika pria berusaha mendekati seorang wanita ataupun sebaliknya,” kata Wafa Taftazani, General Manager Indonesia di Tools for Humanity.
Dalam riset global baru yang dilakukan oleh World menunjukkan bahwa lebih dari satu dari empat responden mengakui telah menggoda chatbot yang didorong oleh AI. Survei ini menunjukkan pengaruh AI yang semakin meningkat dalam hubungan sosial dan evolusi global, termasuk di Indonesia, dari pendampingan digital.
Hasil survey menyebutkan, lebih dari seperempat responden (26%) mengaku menggoda chatbot atau AI, baik untuk bersenang-senang atau tanpa disadari. Sebagian besar 90% responden menunjukkan bahwa mereka lebih suka aplikasi kencan menyertakan sistem verifikasi untuk memastikan bahwa pengguna adalah manusia nyata.
Sebanyak 60% partisipan telah mencurigai atau menemukan bahwa seseorang yang mereka cocokkan adalah bot atau AI. Sedangkan 61% responden mengatakan mereka khawatir akan menemui bot atau profil palsu di aplikasi kencan.
Laporan itu juga menyebutkan dua pertiga responden (66%) percaya bahwa aplikasi kencan tidak mengambil langkah-langkah yang memadai untuk memverifikasi manusia yang nyata. Sementara 21% responden mengatakan mereka telah mengalami upaya phishing, 10% mengatakan mereka telah berinteraksi dengan bot, dan 15% mengatakan mereka telah menemui baik phishing maupun bot.
Menurut temuan tersebut, orang-orang semakin nyaman dan bergantung pada teknologi komunikasi berbasis AI, melampaui layanan pelanggan konvensional dan pertukaran fungsional untuk terlibat pada tingkat yang lebih dalam. Orang Indonesia juga mengadopsi koneksi digital ini seiring dengan perkembangan teknologi AI, dengan chatbot yang semakin emosional dan interaktif.
Aplikasi dan situs kencan online digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun, penipuan kencan online semakin umum selain kisah-kisah sukses dalam dunia percintaan online.
Hingga saat ini, lebih dari 10 juta orang di dunia telah memverifikasi kemanusiaan mereka dengan World ID, ‘Proof of human’ digital dari World untuk internet, dan lebih dari 20 juta telah mengunduh aplikasi World di seluruh dunia. Aplikasi dari teknologi tersebut tidak terbatas, memungkinkan segala hal mulai dari jejaring sosial dan aplikasi kencan tanpa bot hingga sistem pemungutan suara dan pemilihan online yang lebih transparan, di mana manusia nyata adalah norma.
“Kami percaya bahwa Proof of Human sangat penting: memastikan bahwa ada orang asli di ujung sana sangat penting untuk mencegah penipuan dan melindungi kesejahteraan mental kita,” tutup Wafa.
HENNI S.
Discussion about this post