youngster.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) susun rancangan Peraturan OJK terkait layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi atau equity crowdfunding. Layanan ini fokus untuk pembiayaan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan startup.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot menyampaikan, equity crowdfunding merupakan salah satu inovasi pemanfaatan teknologi guna meningkatkan inklusi keuangan. “Layanan urun dana ini bisa menjadi alternatif sumber dana bagi pelaku UKM dan perusahaan rintisan,” katanya, dalam keterangan Senin (9/7/2018) di Jakarta.
Equity Crowdfunding merupakan penawaran untuk menjual saham dari penerbit kepada pemodal atau investor secara digital. Nantinya, aturan ini akan mengatur penyelenggara, penerbit efek, dan investor.
Dalam draf peraturan tersebut, penyelenggara equity crowdfunding harus berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) ataupun koperasi, dengan modal disetor minimal Rp 2,5 miliar. Penyelenggara harus mengajukan izin terlebih dahulu ke OJK. Lalu, OJK akan menelaah paling lama 20 hari untuk memutuskan persetujuan atau penolakan.
Selain itu, penyelenggara dilarang melakukan kegiatan usaha lain ataupun terafiliasi dengan penerbit. “Penyelenggara wajib melaporkan secara berkala, bulanan dan tahunan,” demikian dikutip dari rancangan Peraturan OJK (POJK) terkait layanan urun dana. Salah satu contoh penyelenggara jenis usaha ini adalah Akseleran.
Sementara untuk bisa jadi penerbit, perusahaan tersebut boleh merupakan perusahaan publik (emiten) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Asalkan, jumlah pemegang sahamnya tidak lebih dari 300 pihak. Selain itu, modal disetor penerbit tidak lebih dari Rp 18 miliar.
Penawaran yang dilakukan oleh penerbit maksimal Rp 6 miliar selama setahun. Penawaran ini juga bisa dibagi menjadi beberapa kali, sepanjang tidak lebih dari setahun.
“Satu platform bisa digunakan oleh banyak perusahaan untuk menawarkan sahamnya. Tapi satu perusahaan hanya bisa menggunakan satu platform,” ujar Sekar.
Nantinya, rancangan POJK ini akan disesuaikan dengan tanggapan stakeholder. Salah satu yang akan diatur nantinya adalah investor, seperti kriteria pemodal yang bisa membeli saham melalui platform milik penyelenggara.
Sementara, secondary market tidak akan spesifik diatur. Hanya, penyelenggara bisa menyediakan sistem untuk akomodasi hal tersebut. Adapun kebijakan atas jenis usaha ini sudah diterapkan di beberapa negara, seperti Arab Saudi dan Kanada.
STEVY WIDIA