youngster.id - Penggunaan uang elektronik di Indonesia terus meningkat. Namun, minat masyarakat yang tinggi belum berbanding lurus dengan literasi keuangan masyarakat di Indonesia. Untuk itu, semua pihak dituntut perannya, termasuk platform pembayaran seperti OVO.
Merujuk catatan Bank Indonesia (BI) pada Januari 2021 nilai transaksi penggunaan uang elektronik mencapai Rp 20,7 triliun, dimana jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 30,7%. Tetapi, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, baru 38% masyarakat Indonesia yang paham mengenai lembaga dan produk keuangan. Padahal, literasi keuangan merupakan hal penting dalam kemajuan ekonomi Negara.
Karaniya Dharmasaputra, Presiden Direktur OVO mengatakan, menyadari tantangan dalam hal literasi dan inklusi keuangan yang ada di Indonesia, pihaknya berkomitmen untuk menjadi peranan sentral dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan melalui akselerasi transformasi digital di Indonesia.
“OVO terus mengembangkan bisnis tidak hanya sebagai platform pembayaran digital saja, tetapi kini juga memperluas proposisi untuk menyediakan rangkaian layanan keuangan terlengkap, seperti investasi, proteksi dan pinjaman. Hal ini merupakan wujud nyata upaya kami untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang,” jelas Karaniya dalam acara diskusi dengan media bertajuk,”OVO Bagi Akselerasi Tranformasi Digital”, yang disiarkan secara virtual Selasa (30/11/2021).
Diklaim Karaniya, selama 4 tahun perjalanannya, OVO telah memperoleh penerimaan positif di tengah masyarakat Indonesia. Hadirnya transformasi pembayaran digital OVO menjadi penghubung layanan keuangan lainnya baik secara online maupun offline lewat kolaborasi dengan berbagai pihak.
Hal ini yang menjadikan OVO sebagai platform pembayaran digital yang paling populer, dimana OVO berhasil ‘memikat hati’ 9 dari 10 masyarakat Indonesia, dimana 71% adalah pengguna aktif yang sudah tersebar di lebih dari 430 kota dan kabupaten di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, OVO memiliki lebih dari 1,2 juta merchant QRIS, yang didominasi oleh sektor UMKM mulai dari warung, kedai, pedagang kaki lima, hingga usaha-usaha yang sudah ternama.
Pencapaian yang diraih OVO sejalan dengan dampak/efek ganda positif yang dihadirkan oleh OVO tidak hanya bagi para pengguna, tetapi juga bagi merchant yang bergabung. Berbagai proses dan upaya OVO dalam mengakselerasi transformasi digital di segala lapisan, baik masyarakat, UMKM dan mitra, menciptakan siklus pertumbuhan yang positif. Misalnya, sebanyak 70% pelaku UMKM mengalami peningkatan transaksi harian dengan rata-rata peningkatan transaksi sebesar 30%. Rata-rata pendapatan per bulan pun meningkat 27% bagi 68% responden yang mengalami peningkatan pendapatan bulanan setelah bergabung dengan OVO.
“Kami percaya semua dampak positif yang dihasilkan oleh OVO melalui akselerasi transformasi pembayaran digital di Indonesia ini dapat membantu peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia serta mendukung pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional. Melalui semangat kolaborasi OVO dengan merchant, mitra, dan pemangku kepentingan, OVO menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia untuk setiap kemudahan, keamanan dan kenyamanan bertransaksi digital, tidak perlu lagi untuk berpindah-pindah aplikasi,” lanjut Karaniya.
Saat ini layanan dan ekosistem OVO terus berkembang lebih luas dengan menggandeng berbagai mitra yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat hingga ke pelosok nusantara. Terbaru OVO menjalin kerjasama dengan PT Pos Indonesia, Lotte Mart, dan Mitra Bukalapak agar bisa melakukan isi ulang saldo (top up) secara offline di berbagai gerai yang tersebar di seluruh Indonesia.
Annisa Steviani, Certified Financial Planner mengungkapkan selain perusahaan tekfin, masyarakat tentu sangat berperan dalam meningkatkan literasi keuangan dan transformasi digital untuk dapat mendorong dan memulihkan perekonomian negara. Menurutnya, masyarakat perlu diberikan edukasi mengenai literasi keuangan sehingga transformasi digital bisa dilakukan secara maksimal.
Untuk itu, Annisa memberikan beberapa tips yang bisa dilakukan oleh masyarakat agar lebih memahami mengenai literasi keuangan: masyarakat perlu mengetahui keamanan transaksi yang akan dilakukan. Selain itu, masyarakat juga perlu mengetahui kemudahan serta manfaat dari pengelolaan uang di era digital. Mereka juga perlu tahu informasi tentang produk apa yang akan diambil, seperti kehalalan produk tersebut. Terakhir, masyarakat perlu open minded untuk menerima budaya atau pemahaman baru yang mencakup keamanannya, kemudahan dalam transaksi digital, serta pengetahuan mengenai layanan keuangan yang ditawarkan seperti kehalalan produk investasi dan asuransi. “Tentunya ini perlu dilakukan secara terus menerus melalui kolaborasi berbagai pihak dan pemangku kepentingan,” tutup Annisa.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post