youngster.id - Bisnis startup jaringan hotel asal India, OYO terpukul pandemi corona. Meski begitu, perusahaan masih memiliki dana US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,1 triliun yang digunakan untuk bertahan dan persiapan menawarkan saham perdana alias initial public offering (IPO).
Pendiri OYO Ritesh Agarwal mengatakan, perusahaan sangat disiplin dalam memastikan langkah agar dapat bertahan di tengah pandemi virus corona. “Kami mempertahankan hampir US$ 1 miliar (Rp 14,1 triliun) uang tunai,” katanya yang dilansir Tech In Asia, baru-baru ini.
Dana tersebut juga disiapkan untuk melantai di bursa saham atau IPO. “Dari sisi manajemen, kami memastikan perusahaan siap go public,” kata Ritesh lagi.
Namun, belum mengunkap kapan IPO akan dilakukan. Saat ini, perusahaan ini tengah berupaya agar dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19. OYO pun hanya berfokus pada lima pasar inti yakni India, Asia Tenggara, Eropa Utara, Tiongkok, dan Amerika Serikat (AS).
Ritesh mengatakan, perusahaan tidak merambah pasar baru setelah pandemi. Ia mengklaim, OYO memimpin pasar di India, Asia Tenggara, dan Eropa Utara. Sedangkan Tiongkok dan AS dinilai pasar potensial. Saat ini, OYO mengoperasikan sekitar delapan ribu hotel secara waralaba dan 800 dengan model bisnis mandiri. Startup ini juga sudah hadir di lebih dari 80 negara, termasuk Indonesia.
Ritesh juga berharap industri perjalanan dan perhotelan akan bangkit kembali dengan kuat.
Secara global, keuntungan atau margin kotor perusahaan mencapai 85% dari tingkat sebelum ada pandemi corona.
Perusahaan juga mencatatkan pertumbuhan bulanan 30% sejak Agustus lalu. “Kami melihat pesanan kamar kami terisi sekitar 40-45% di India,” kata CEO OYO di India and Asia Selatan, Rohit Kapoor.
Startup yang didanai oleh SoftBank itu telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 7.000 lebih karyawan secara global pada awal tahun. Gelombang PHK OYO berlanjut dengan merumahkan sekitar 5.000 pegawai, ketika pandemi meluas pada Maret.
STEVY WIDIA
Discussion about this post