youngster.id - Pentingn bagi brand lokal melakukan pendekatan strategis untuk bertahan dan berkembang di tengah perang harga yang semakin agresif pada lanskap e-commerce Indonesia yang sangat kompetitif.
Fenomena perang harga ini merambah hampir semua kategori, mulai dari fashion hingga produk kecantikan dan perawatan kulit, membuat brand lokal menghadapi tantangan besar dari kompetitor domestik maupun internasional, terutama dari China dan Korea yang memperburuk persaingan harga di sektor ini.
Perang harga yang kian sengit tidak hanya menuntut brand untuk bersaing dalam hal harga, tetapi juga strategi yang inovatif dan efisien.
Melisa Andriani, General Manager Luxcrime, mengungkapkan bahwa perang harga pasti akan terjadi di semua sektor, terutama sektor fast moving atau FMCG, salah satunya di industri kecantikan.
“Banyak brand masuk dengan menawarkan harga yang murah dengan klaim yang tidak kalah hebat. Namun bukan berarti kita sebagai brand harus terbawa arus dengan melakukan strategi yang sama,” kata Melisa, dikutip Rabu (3/7/2024).
Luxcrime, salah satu brand dalam portofoli Hypefast, percaya bahwa dalam menjual kosmetik, brand harus tahu siapa target konsumennya dan apa yang konsumen inginkan.
“Luxcrime menargetkan konsumen dewasa muda yang kritis dan aktif di media sosial. Maka, kami membuat inovasi produk lewat bentuk packaging yang unik dan mudah dikenali,” tambah Melisa.
Pendekatan ini terbukti efektif. Luxcrime dikenal sebagai brand yang selalu berinovasi dan mendengarkan kebutuhan konsumennya. Meskipun produk Luxcrime bukan yang termurah, brand ini tetap tumbuh pesat dengan tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi.
Data dari Shopee menunjukkan bahwa 37% pelanggan Luxcrime yang membeli di platform tersebut adalah pelanggan loyal.
“Pada akhirnya, pelanggan loyal adalah aset pemasaran terbaik dari brand itu sendiri,” ungkap Melisa.
Denny Gunawan, Co-Founder Nyonya Piyama, salah satu brand portfolio Hypefast, juga memberikan wawasan berharga tentang pentingnya strategi inovatif dan berfokus pada nilai dalam menghadapi perang harga. “Product market fit sangatlah penting; tidak ada istilah brand dapat menjual produknya ke semua orang dari seluruh kalangan. Brand lokal harus mampu terus berinovasi dan memastikan produk yang ditawarkan tak hanya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh konsumen, namun juga terus memiliki peningkatan juga nilai produk yang kuat,” jelasnya.
Di tengah pertempuran perang harga yang semakin intens di ranah retail Tanah Air, strategi bisnis Nyonya Piyama yang berfokus pada nilai pun mendapatkan respon positif dari para konsumennya. Hal ini dibuktikan dari peningkatan penjualan produk-produk Nyonya Piyama yang melonjak hampir 50% dibandingkan tahun lalu.
“Sebagai pemilik brand lokal, saya sangat menghindari perang harga yang tidak akan ada habisnya, dan justru mementingkan perang nilai yang berfokus untuk memberikan penawaran dan pelayanan terbaik bagi konsumen. Dalam value war, harga hanya salah satu senjata; masih banyak senjata lainnya. Sebagai contoh, brand dapat memberikan penawaran unik yang sulit untuk ditandingi kompetitor. Konsumen yang dimenangkan lewat perang harga cenderung tidak setia, tetapi konsumen yang dimenangkan dari perang nilai punya loyalitas yang jauh lebih tinggi karena mereka tak sekadar mempertimbangkan harga murah.”
Melihat begitu dinamisnya tren pasar dan kompetisi untuk memenangkan hati pelanggan di antara pemain retail Tanah Air, CEO dan pendiri Hypefast, Achmad Alkatiri, turut memberikan komentarnya,
“Dalam menghadapi perang harga yang kian sengit, kami di Hypefast percaya bahwa inovasi dan efisiensi dalam setiap aspek operasional menjadi kata kunci. Brand lokal harus mampu menciptakan nilai unik yang sulit ditandingi oleh kompetitor, baik sesama produk lokal maupun komoditi impor. Nilai ini dapat tercermin dari kualitas dan penawaran produk, hingga bagaimana brand berinteraksi dengan para pelanggannya. Inilah yang akan membuat brand lokal tidak hanya bertahan tetapi juga mampu berkembang pesat di tengah persaingan yang semakin ketat,” tutup Achmad.
HENNI S.