youngster.id - Untuk memerangi berita hoax atau berita palsu dibutuhkan keterbukaan dan kesatuan informasi dari setiap lembaga. Bahkan setiap tim pengelola informasi dan dokumentasi dengan juru bicara dari setiap lembaga negara lembaga negara wajib sinkron dan juga proaktif mengisi berbagai saluran komunikasi yang digunakan masyarakat.
Demikian disampaikan Komisioner Komisi Informasi Pusat, Yhannu Setyawan. Menurut dia, Hal itu penting, agar semua lembaga menggunakan data yang akurat, benar, aktual, dan satu suara dalam menyampaikan informasi atau menanggapi setiap fenomena yang ada.
“Semua informasi yang dikuasai pemerintah, sepanjang itu tidak dikecualikan, harus disampaikan kepada publik sejelas-jelasnya, sebab itu adalah bagian dari keterbukaan informasi atau lebih dikenal dengan istilah transparansi,” kata Setyawan dilansir Antara Senin (9/1/2017) di Jakarta.
Masalah kesatuan suara dalam penyampaian informasi kepada publik kerap menjadi persoalan tersendiri yang menimbulkan imbas negatif bagi masyarakat. Yang terkini adalah soal pemberlakuan PP Nomor 60/2016.
Setyawan mengatakan, hoax muncul karena lembaga-lembaga negara masih buruk dalam menyediakan dan menyampaikan informasi kepada publik. Tak jarang informasi yang disediakan dan disampaikan itu justru tidak akurat, tidak benar, bahkan cenderung menyesatkan, sehingga pemerintah malah seolah menjadi sumber hoax itu sendiri.
Apalagi, informasi tersebut akan digunakan oleh pimpinan negara untuk mengambil kebijakan yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan dirinya telah menyurati Facebook dan Twitter untuk bertemu membahas penanganan berita palsu atau hoax.
“Sudah disurati, sudah diterima (Facebook dan Twitter), masih diatur, mereka juga waktunya masih diatur. Dalam waktu dekat, diharapkan akhir Januari atau awal Februari bisa bertemu,” kata Semuel Senin (9/1/2016) di Jakarta.
Menurut Semuel Abrijani Pangerapan, hoax juga merupakan masalah bagi dua perusahaan media sosial tersebut. Untuk itu, ia menyakini, upaya untuk menangani masalah hoax akan disambut positif.
“Masalah ini kan buat mereka juga mengganggu kan, mereka perlu juga bantuan, kalau dibantu kan senang juga, kalau di tempatnya dia penuh hoax kan juga nggak ada yang mau kan,” katanya.
Sebelumnya, Semuel mengatakan, kementerian terinspirasi dengan berita terkait upaya Jerman untuk menangani hoax di Facebook. Pemerintah Jerman mengumumkan akan memberikan denda sebesar 500.000 euro kepada Facebook untuk setiap berita palsu yang beredar di platform tersebut.
Menurut dia, platform media sosial seperti Facebook dan Twitter tetap harus bertanggung jawab terhadap penyebaran berita-berita palsu tersebut. Hal ini telah sesuai dengan UU ITE.
Ia menambahkan, pihaknya akan membuat regulasi guna menangani hoax di Facebook, Twitter maupun media sosial lainnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post